Tak terasa waktu berlalu begitu cepat. Menghabiskan waktu bersama orang yang kita suka, memang merupakan suatu kebahagiaan tersendiri. Waktu jadi terasa begitu cepat berlalu.
Sudah hampir dua bulan Thomas tinggal bersama ku. Sudah hampir dua bulan kami tinggal satu atap. Dan selama itu pula, Thomas membantu ku bekerja di toko elektronik ku.
Kehadiran Thomas cukup membantu pekerjaan ku. Ia terlihat sangat cekatan dalam melayani pelanggan yang datang. Sifatnya yang ramah dan sedikit blak-blakan, membuat pelanggan merasa betah mengobrol dengannya. Dan hal itu cukup membantu hasil penjualan ku.
"terima kasih ya Thoma, kehadiran kamu benar-benar merubah suasana toko ini." ucapku pada saat kami makan siang bersama.
"saya yang harusnya berterima kasih pada mu, Ed. Kamu sudah sangat banyak membantu ku." balas Thomas terdengar tulus.
"tapi aku belum bisa memberi kamu gaji, Thom. Selain tempat tinggal dan makan gratis setiap harinya. Pendapatan ku belum cukup untuk menggaji pekerja hebat seperti kamu.." ucapku lagi.
"saya udah di beri tumpangan tempat tinggal dan makan seperti ini aja udah merasa cukup kok, Ed. Jadi kamu gak usah terlalu memikirkan hal tersebut.." balas Thomas lagi.
Thomas memang suka memanggil ku, Ed. Katanya biar terasa lebih akrab. Dan aku suka ia memanggilku begitu. Memang terdengar lebih akrab sih.
Aku dan Thomas memang sudah cukup dekat dan akrab. Kami sudah menjadi sahabat sekarang. Dan hal itu sudah cukup membuat aku bahagia. Thomas memang seorang laki-laki idaman. Selain tampan dan kekar, ia juga baik, ramah dan sedikit humoris. Dia sosok laki-laki sempurna di mata ku.
Perasaan ku pada Thomas memang semakin berkembang setiap harinya. Aku bukan lagi sekedar mengaguminya. Tapi juga telah jatuh cinta padanya.
"setidaknya untuk saat ini, aku bukan lagi seorang gelandangan.." tiba-tiba Thomas berucap lagi, dengan suara yang sedikit tertahan. Mungkin ia terharu mengingat saat awal pertemuan kami dulu.
"lalu apa kamu akan kembali lagi pada istri mu?" tanya ku sekedar ingin tahu.
"aku gak mungkin lagi kembali pada istri ku, Ed. Ia sudah menikah dengan laki-laki lain." jawab Thomas terdengar yakin.
"bagaimana dengan anak mu? Apa kamu tidak ingin menemuinya lagi?" tanyaku kembali.
"terus terang aku sangat merindukan anak ku. Dan betapa besarnya keinginan ku, untuk bisa bertemu dengannya lagi. Tapi rasanya... saat ini aku belum siap bertemu anak ku.." balas Thomas pelan.
"kenapa?" tanyaku kemudian.
"karena saat terakhir kali aku bertemu anak ku, ia menyaksikan langsung saat aku menampar ibunya." balas Thomas.
"kenapa kamu melakukan itu?" tanyaku ingin tahu.
"setelah aku tahu, kalau istri ku selingkuh, kami pun bertengkar hebat. Aku marah, kecewa dan aku tidak bisa lagi menahan emosi ku saat itu. Hingga tangan ku melayang begitu saja, menampar wajah istri ku. Dan aku benar-benar tidak tahu, kalau saat itu, anak ku sedang menyaksikan kami bertengkar."
"aku yakin, anak ku pasti membenci ku saat ini, karena melihat kekasaran ku. Jadi aku belum berani untuk bertemu dengannya. Dan lagi pula, ibunya pasti tidak mengizinkannya.." jelas Thomas panjang lebar.
Kali ini aku terdiam. Entah apa yang aku rasakan saat ini. Entah aku merasa iba mendengar cerita Thomas, atau justru sebaliknya, aku merasa senang, karena dengan begitu Thomas akan tetap tinggal bersama ku lebih lama lagi. Dan hal itulah yang aku inginkan.
****
"terima kasih banyak ya, Ed. Kamu sudah membantu ku bangkit dari keterpurukan. Jika bukan karena kamu, mungkin saat ini aku masih jadi gelandangan.." ucap Thomas suatu malam, beberapa saat setelah kami menutup toko.
"biasa aja kok, Thom. Kamu gak perlu merasa berhutang budi. Lagi pula, kamu juga sudah sangat membantu pekerjaan ku disini." balasku pelan.
Sudah hampir enam bulan, Thomas bekerja dengan ku. Aku juga sudah mampu menggajinya, karena sejak kehadirannya, toko ku semakin laris. Keuntungan yang aku dapat juga semakin besar. Aku bahkan sudah berencana untuk membuka cabang baru.
Selama enam bulan aku pun memperlakukan Thomas dengan sangat baik. Aku selalu memberikan perhatian lebih padanya. Kadang aku sengaja memasak makanan yang enak untuknya. Membelikannya pakaian, dan bahkan mencucikan pakaiannya. Aku ingin Thomas merasa diistimewakan olehku.
Aku ingin menyentuh hatinya yang paling dalam. Aku ingin ia juga jatuh cinta padaku.
"tapi segala perhatian kamu selama ini, benar-benar membuat aku merasa berhutang budi padamu, Ed." Thomas berucap lagi.
"seandainya saja ada yang bisa aku lakukan untuk mu, Ed. Aku pasti akan melakukannya. Apa pun itu.." lanjutnya lagi.
"sekali pun yang aku inginkan itu adalah sesuatu yang tidak kamu suka, apa kamu juga akan melakukannya?" tanyaku benar-benar ingin tahu.
"selama hal itu tidak merugikan ku, aku pasti akan melakukannya.." balas Thomas terdengar yakin.
Aku terdiam sesaat. Mempertimbangkan segala sesuatunya. Apa mungkin ini saat yang tepat, untuk mengungkapkan perasaanku pada Thomas? tanyaku membathin.
"katakan saja, Ed. Apa yang bisa aku lakukan untuk mu? Setidaknya untuk mengurangi rasa berhutang budi ku padamu.." ucap Thomas lagi.
"aku... aku ... udah ngantuk... kita tidur aja dulu, ya. Sudah larut. Besok harus bangun pagi-pagi.." aku berucap dengan sedikit terbata.
Terus terang aku belum siap kehilangan Thomas. Jika aku mengatakannya sekarang, aku takut, Thomas akan jijik padaku, dan dia akan pergi dari sini. Dan aku tidak ingin hal itu terjadi.
Menghabiskan hari-hari bersama Thomas adalah hal paling indah dalam hidup ku. Meski hubungan kami hanya sebatas sahabat. Dan aku tidak ingin semua itu hilang dalam hidup ku.
****
Pernah suatu hari, Thomas sakit. Hanya deman sih sebenarnya. Tapi cukup parah. Tubuhnya menggigil kedinginan. Kepalanya terasa sangat panas. Dengan sedikit panik, aku membawa Thomas ke dokter.
Setelah mendapatkan pertolongan dari dokter, Thomas pun mulai membaik. Tapi tubuhnya masih lemah. Dokter menyarankan agar Thomas beristirahat saja di rumah. Dan ia tidak boleh bekerja dulu, sementara waktu.
Aku sengaja menutup toko, selama beberapa hari, hanya agar aku bisa fokus merawat Thomas yang sedang sakit. Aku gak tega meninggalkannya sendirian di dalam kamarnya.
Aku berusaha merawat Thomas dengan baik. Aku berusaha untuk selalu ada untuknya. Aku tak ingin jauh darinya.
Dan setelah empat hari, Thomas pun sudah kembali pulih. Ia sudah kelihatan segar kembali. Hanya saja tubuh kekarnya jadi kelihatan sedikit kurus, karena jarang makan.
"kamu seharusnya tidak menutup toko, hanya karena merawatku, Ed." ucap Thomas, saat ia sudah pulih kembali.
"gak apa-apa, Thom. Merawat kamu jauh lebih penting dari apa pun di dunia ini.." ucapku tanpa sadar.
"kenapa?" tanya Thomas sedikit heran dengan kalimat ku barusan.
"gak.. gak.. apa-apa.. aku hanya asal ngomong, kok. Tapi .. aku senang kamu udah sembuh lagi.." balasku sedikit terbata. Aku yakin, raut muka ku pasti memerah waktu itu, menahan malu.
"aku di besarkan di panti asuhan, Ed. Sejak kecil aku sudah tidak punya orangtua. Jadi aku sangat jarang diperhatikan seperti ini. Bahkan dulu, saat aku masih bersama istri ku, aku juga tidak mendapatkan perhatian seperti yang kamu berikan padaku."
"bagiku, kamu itu berbeda, Ed. Padahal kita baru beberapa bulan saling kenal. Tapi aku dapat merasakan betapa kamu begitu peduli padaku. Kamu terlalu baik, Ed. Dan aku semakin merasa tak pantas berada di sini, bersama kamu.." ucap Thomas penuh perasaan.
"kamu jangan berkata seperti itu, Thom. Aku tulus melakukannya. Aku juga tidak punya siapa-siapa di kota ini. Hanya kamu satu-satunya orang yang paling dekat dengan ku saat ini. Karena itu, aku juga membutuhkan mu, untuk tetap berada di sini.." balasku lirih.
Kali ini Thoma hanya terdiam. Aku gak tahu, apa yang ada dalam pikirannya saat ini. Apakah dia dapat merasakan apa yang aku rasakan padanya? Apakah dia bisa mengerti akan perasaan ku padanya? Bathinku penuh tanya.
****
Sudah setahun, aku dan Thomas tinggal bersama. Melakukan banyak hal berdua. Tawa dan canda menghiasi hari-hari kami. Kebahagiaan menyelimuti hati ku.
Tapi rasanya masih ada yang kurang. Bukankah manusia tidak pernah merasa puas?
Meski pun sudah begitu dekat dan akrab. Tapi aku menginginkan hal yang lebih dari Thomas. Aku tak ingin sekedar hanya menjadi sahabatnya. Aku ingin lebih dari itu.
Dan mungkin memang sudah saatnya, untuk aku mengungkapkan perasaan ku pada Thomas. Setelah setahun kami bersama. Setelah semua yang aku lakukan untuknya. Setelah segala perhatian ku padanya.
Meski pun masih ada ketakutan di hati ku, kalau Thomas akan menolak ku. Aku masih merasa takut, kalau Thomas akan membenci ku, jika ia tahu, aku mencintainya.
Tapi aku tidak ingin lagi memendam semua ini. Aku harus mengatakannya. Setidaknya untuk memastikan, seperti apa sebenarnya perasaan Thomas padaku.
Karena itu, aku pun berinisiatif, untuk mengajak Thomas pergi liburan berdua.
"dalam rangka apa nih?" tanya Thomas, saat aku mengutarakan maksud ku tersebut.
"gak dalam rangka apa-apa sih, Thom. Cuma pengen melepaskan penat aja, setelah setahun kita hanya bekerja, bekerja dan bekerja. Sekali-kali kita juga perlu refreshing dong. Iya, kan?!" balasku mencoba bersikap biasa saja.
"oke.. aku ikut kamu aja, Ed. Selama hal itu bisa membuat kamu senang.." balas Thomas, yang membuatku merasa sedikit lega. Setidaknya Thomas tidak merasa sungkan, pergi liburan hanya berdua dengan ku.
Dan setelah mempersiapkan segala sesuatunya, kami pun pergi berliburan. Aku sengaja memilih tempat liburan yang sedikit romantis. Agar aku akan lebih gampang mengungkapkan perasaan ku pada Thomas.
Lalu tibalah kami di sebuah daerah yang memiliki pantai nan eksotik. Tidak terlalu ramai. Karena memang bukan musim liburan. Tapi aku merasa puas, karena dengan begitu, aku jadi sedikit leluasa untuk sekedar berduaan dengan Thomas.
Aku juga sengaja menyewa hotel yang berada tidak jauh dari pantai tersebut, untuk kami menginap selama beberapa malam disana.
"hanya satu kamar?" tanya Thomas sedikit heran, saat kami sampai di hotel tersebut.
"iya.. biar lebih hemat. Dan.... " balasku, sengaja menggantungkan kalimat ku.
"dan apa?" tanya Thomas terdengar penasaran.
"nanti kamu juga bakal tahu.." balasku berlagak misterius, "sekarang mari kita ke pantai dulu.." lanjutku, tanpa pedulikan reaski keheranan Thomas.
Dan tak lama kemudian kami pun berjalan menuju pantai tersebut, yang berjarak hanya beberapa ratus meter dari hotel tempat kami menginap.
****
Komentar
Posting Komentar
Terima kasih