Langsung ke konten utama

Adsense

Gelandangan kekar

Namanya Thomas. Dia laki-laki normal. Dia sudah menikah dan sudah punya anak. Tapi kehidupannya kacau. Kehidupan rumah tangganya berantakan, sejak ia menjadi seorang pengangguran.

Begitu setidaknya yang aku tahu cerita tentang kehidupan Thomas, yang aku dengarkan dari mulutnya sendiri. Thomas yang menceritakan semua itu padaku.

Lalu bagaimana ceritanya hingga aku bisa bertemu Thomas? Dan seperti pula perjuangan ku untuk meluluhkan hatinya?

Simak kisah ini, dari awal sampai akhir ya....

****

Nama ku Edy, saat ini aku sudah berusia 28 tahun lebih. Aku seorang perantau, dan memiliki sebuah usaha toko elektronik, yang aku kelola sendiri.

Sebenarnya kedua orangtua ku adalah guru, dan mereka juga ingin aku menjadi seorang guru. Tapi aku dengan tegas menolaknya, karena aku lebih suka jadi pengusaha.

Aku anak kedua dari tiga bersaudara. Kakak ku laki-laki, dan sekarang sudah menjadi seorang guru, mengikuti jejak kedua orangtua ku. Sementara adik bungsu ku perempuan, sekarang sedang kuliah S2 di luar negeri.

Setamat kuliah aku memilih untuk merantau, dan mulai merintis usaha ku dari nol. Aku pernah bekerja di sebuah toko elektronik yang cukup besar di kota ini, untuk sekedar bertahan hidup. Dan juga untuk mengumpulkan modal, agar aku bisa membangun usaha ku sendiri.

Empat tahun bekerja di toko eletronik tersebut, aku akhirnya berhasil mengumpulkan sedikit uang untuk mulai membuka usaha ku sendiri. Aku sudah belajar banyak dan mengenal beberapa orang pelanggan, selama aku bekerja di toko tersebut.

Tidak mudah memang membangun usaha dari nol, apa lagi dengan modal yang hanya pas-pasan. Tapi aku tidak pernah menyerah. Aku berusaha sekuat tenaga, dan melakukan berbagai cara, agar usaha ku bisa berkembang. Bahkan aku juga harus meminjam uang ke pihak bank, untuk menambah modal.

Pelan namun pasti, usaha ku pun mulai membuahkan hasil. Aku juga sudah punya banyak pelanggan. Tapi aku masih bekerja sendiri. Aku belum berani untuk mempekerjakan orang lain di toko ku, yang masih terbilang cukup kecil.

Tapi yang pasti, untuk saat ini, penghasilan ku sudah lebih dari cukup. Cukup untuk membayar angsuran bank, cukup untuk membayar sewa ruko, dan juga cukup untuk kebutuhan ku sehari-hari. Dan aku bermimpi, suatu saat nanti, aku akan punya banyak cabang di berbagai tempat.

Namun apa pun itu, aku memang harus tetap berjuang. Setidaknya untuk membuktikan kepada keluarga ku, bahwa aku juga bisa berhasil, meski tidak menjadi seorang guru, seperti kedua orang tua ku.

****

Karena masih lajang, aku juga sekalian tinggal di ruko tersebut, sendirian. Selain agar lebih hemat, aku juga lebih mudah untuk membuka dan menutup toko setiap harinya.

Dan begitu lah kehidupan yang aku jalani hingga saat ini. Kehidupan yang sebagian besarnya memang aku impikan sejak lama.

Hingga pada suatu hari, aku melihat seorang laki-laki gelandangan, sedang memungut makanan sisa di sebuah tempat sampah yang berada di pinggiran jalan di depan toko ku.

Di samping kanan toko elektronik ku memang terdapat sebuah restoran yang cukup besar. Biasanya para pekerja di restoran itu, memang membuang makanan sisa di tempat sampah di pinggir jalan tersebut. Aku juga tidak tahu mengapa mereka melakukan hal itu, lebih tepatnya aku tidak peduli.

Tapi melihat laki-laki yang sedang memakan makanan sisa tersebut, entah mengapa aku merasa iba. Aku membayangkan, bagaimana jika aku yang mengalami hal tersebut.

Laki-laki gelandangan tersebut terlihat masih cukup muda, meski pun penampilannya sangat berantakan. Dekil dan kumuh.

Tapi kemudian aku coba mengabaikan hal tersebut. Mungkin saja laki-laki itu, seseorang yang sudah tidak waras. Pikir ku.

Namun keesokan paginya, aku masih melihat pemandangan yang sama. Laki-laki gelandangan itu, masih melakukan hal yang sama. Memungut makanan sisa yang ada di dalam tong sampah besar itu.

Kali itu aku masih coba mengabaikannya. Meski pun hati ku cukup terenyuh melihat hal tersebut. Seberapa pahitkah perjalanan yang telah laki-laki itu tempuh selama ini? bathin ku bertanya.

Dan hal itu terus terjadi selama hampir seminggu. Laki-laki itu setiap hari, selalu memungut makanan sisa di tong sampah tersebut, lalu memakannya sambil berdiri. Aku semakin tak tega melihatnya. Tapi aku juga tidak berani untuk mendekat.

Hingga tibalah hari ketujuh, dimana hari itu adalah hari jum'at. Dan seperti biasa restoran di samping toko ku tersebut, tutup setiap jum'at nya.

Laki-laki gelandangan itu masih datang seperti biasa. Tapi ia terlihat kecewa, ketika mengetahui, kalau restorang tersebut tutup. Dia masih mencoba mengais-ngais tempat sampah tersebut, tapi ia tidak menemukan apa-apa, kecuali hanya sampah-sampah plastik yang tidak bisa ia makan.

Lalu kemudian laki-laki itu, berjalan lesuh meninggalkan tong sampah tersebut, sambil ia memegangi perutnya. Ia melangkah pelan menuju ke depan restoran yang tutup tersebut. Aku melihat laki-laki itu tersandar ke dinding, dengan masih memegang perutnya.

Ia pasti sangat kelaparan. Bathin iba.

Aku pun akhirnya berinisiatif, untuk memberinya makanan. Kebetulan aku masih punya stok roti di lemari makanan ku. Aku segera mengambil roti dan sebotol air mineral, dan mulai melamgkah mendekati laki-laki tadi.

Jujur, aku merasa sangat takut. Aku takut laki-laki itu tersinggung dengan tindakan ku. Atau bisa saja ia adalah laki-laki yang tidak waras. Tapi rasa iba ku, lebih menguasai ku saat itu. Apa lagi, di tempat itu, juga cukup ramai. Jadi, kalau laki-laki itu mencoba macam-macam, aku masih bisa minta tolong.

"maaf.." ucapku sedikit bergetar, saat aku sudah berdiri di dekat laki-laki tersebut. Laki-laki itu pun segera menatapku, ia terlihat sedikit kaget dengan kadatangan ku.

"saya... ada... sedikit makanan kalau kamu mau..." lanjutku berucap lagi, sambil menyerahkan bungkusan roti dan air mineral tersebut kepada laki-laki itu.

Laki-laki itu menatapku cukup lama. Kemudian ia alihkan pandangannya pada tangan ku yang memegang bungkusan roti dan air mineral tersebut.

"kenapa kamu berpikir kalau aku sedang lapar?" tanya laki-laki itu, sedikit sinis.

Aku tahu, ia sedikit tersinggung.

"maaf... sudah seminggu ini saya melihat kamu, di depan sana.." ucapku, sambil mengarahkan pandangan ku ke arah tong sampah tempat biasa laki-laki itu memungut makanan sisa.

"saya tidak bermaksud apa-apa. Saya hanya coba membantu. Karena restoran ini memang tutup setiap hari jum'at." aku melanjutkan lagi, berusaha untuk meyakinkan laki-laki tersebut, kalau aku tidak bermaksud merendahkannya.

Laki-laki itu terdiam kembali. Ia menatap ku lagi, lalu menatap kembali bungkusan yang aku bawa. Kemudian dengan sangat berat, ia pun mengambil roti dan air mineral itu dari tangan ku.

"terima kasih.." ucapnya pelan.

Aku membalasnya dengan tersenyum. Lega rasanya, karena laki-laki itu mau menerima pemberian ku.

"sebenarnya kamu mau kemana?" tanya ku kemudian, setelah laki-laki itu mulai mengunyah roti tersebut.

Laki-laki itu melirik ku sekilas, lalu berkata, "aku juga tidak tahu, harus kemana lagi.." ucapnya.

"memangnya kamu dari mana?" aku bertanya lagi.

"aku hanya seorang gelandangan, tanpa arah dan tujuan. Meski sebenarnya aku juga tinggal di kota ini.." balas laki-laki itu.

"lalu mengapa kamu tidak pulang?" tanya ku selanjutnya.

"aku sudah di usir oleh istri ku, karena aku sudah tidak punya pekerjaan lagi.." jawab laki-laki itu.

"emangnya dulu kamu kerja apa?" tanya ku lagi.

"dulu aku seorang security, tapi kemudian aku di pecat, karena ketahuan ketiduran saat kerja. Sejak saat itu aku jadi pengangguran."

"awalnya istri ku masih bisa menerima hal tersebut. Tapi setelah hampir setahun menganggur, istri ku selingkuh dengan laki-laki lain, dan ia mengusir ku dari rumah, karena memang rumah itu, rumah peninggalan orangtua nya, dan aku tak berhak untuk tinggal disana lagi." jelas laki-laki itu, cukup panjang lebar

"sudah berapa lama kamu seperti ini?" tanyaku ingin tahu.

"jadi gelandangan?" laki-laki balik bertanya, sekedar meyakinkan maksud dari pertanyaan ku.

"iya.." balasku singkat.

"sudah hampir sebulan, aku tidur di jalanan. Makan makanan sisa, dan hanya mandi air hujan.." ucap laki-laki itu kemudian.

"kamu gak punya keluarga lain di kota ini?" aku bertanya lagi.

"aku gak punya keluarga. Satu-satunya keluarga yang aku punya hanya istri dan anakku. Aku di besarkan di panti asuhan, tapi bukan di kota ini.." jelas laki-laki itu lagi.

Aku menatap laki-laki itu dengan perasaan iba. Sungguh tragis sekali perjalanan hidupnya.

Meski pun terlihat kotor dan kumuh, aku dapat melihat, raut wajah laki-laki itu dengan jelas. Wajah itu terlihat tampan, tubuhnya juga terlihat berotot dan kekar di balik bajunya yang lusuh. Aku jadi semakin penasaran dengan laki-laki itu.

"nama kamu siapa?" tanyaku kemudian, setelah untuk beberapa saat aku hanya menatap laki-laki itu.

"Thomas.." ucap laki-laki itu pelan.

"Thomas?" tanya ku setengah tak percaya.

"iya.. Thomas. Kenapa? Kamu gak percaya kalau ada gelandangan namanya Thomas? Kamu gak percaya, kalau seorang gelandangan bisa punya nama sekeren itu?" suara laki-laki itu sedikit meninggi, sepertinya ia sedikit tersinggung.

"bukan.. bukan itu maksudku.." balas ku cepat, "saya hanya mencoba meyakinkan pendengaran ku saja. Kamu jangan tersinggung.." lanjutku menjelaskan.

"ya udah.. gak apa-apa.. Lagi pula wajar, kok. Kalau kamu tidak yakin, nama ku Thomas. Tapi memang begitulah nama ku sebenarnya, sejak dari panti.." ucapnya kemudian.

"oke.. nama ku Edy. Dan sepertinya kita seumuran.." ucapku selanjutnya.

"aku sudah 29 tahun.." balas laki-laki yang mengaku bernama Thomas tersebut.

"aku 28.. " balasku cepat.

"kamu punya rokok?" tanya Thomas, setelah ia menghabiskan roti dan air mineral tadi.

"aku gak ngerokok.." balasku, "tapi kalau kamu mau, aku bisa belikan sebentar.." lanjutku.

"gak usah.." balas Thomas pelan.

"lalu sekarang kamu mau kemana?" tanyaku kemudian.

"sudah saya katakan, saya sudah tidak punya arah dan tujuan..." balas Thomas sedikit lirih.

"kalau begitu, bagaimana kalau untuk sementara, kamu tinggal di tempat ku aja dulu. Nanti kamu bisa bantu-bantu aku di toko ku. Kebetulan aku masih kerja sendirian." tawarku tiba-tiba. Entah dari mana ide gila itu muncul.

Thomas menatap ku lama, cukup lama, sampai aku merasa jengah ditatap seperti itu.

"kenapa kamu mau membantu ku? Kita tidak saling kenal. Kamu tidak takut padaku?" tanya Thomas.

"aku percaya kamu orang baik. Mempercayai kamu adalah kewajiban ku, dan memegang kepercayaan itu, adalah tugas kamu.." ucapku sok bijak.

Kali ini Thomas terdiam. Ia terlihat sedang berpikir keras.

"kamu yakin?" tanyanya kemudian.

"saya selalu yakin dengan apa yang saya lakukan, meski pun resikonya besar. Dan saya berharap, kamu benar-benar bisa saya percaya.." ucapku menjawab.

"oke... saya akan terima tawaran kamu. Dan saya berharap, kamu benar-benar tulus membantu ku, tanpa ada maksud lain di dalamnya.." balas Thomas cukup tegas.

Dan kalimat itu cukup membuat aku merasa sedikit bersalah. Karena jujur saja, memang sempat terlintas di pikiran ku, untuk memanfaatkan Thomas. Karena aku yakin, secara fisik Thomas pasti sangat menarik, jika ia tidak sedekil dan sekumuh saat ini.

*****

Begitulah awalnya. Awal aku bertemu Thomas. Gelandangan yang memiliki tubuh yang sangat kekar itu. Aku memang sudah tertarik dengannya dari awal.

Dan persis dugaan ku, Thomas terlihat gagah dan tampan, setelah ia selesai mandi dan berpakaian bersih. Aku sengaja meminjamkannya beberapa helai baju dan celana, karena ukuran kami memang cocok.

Thomas juga aku sediakan sebuah kamar, di tingkat dua ruko yang aku tempati tersebut. Kebetulan ruko itu memang punya beberapa buah kamar. Dan Kamar Thomas tepat berada di samping kamar ku.

"jadi kamu belum menikah? Meski pun sudah berusia 28 tahun?" tanya Thomas, saat kami akhirnya makan siang berdua, di dapur.

"belum. Kenapa? Aneh ya, kalau laki-laki sudah berusia 28 tahun tapi belum menikah?" balasku balik bertanya.

"yah.. gak aneh, sih. Tapi bukankah kehidupan kamu sudah cukup mapan? Lalu hal apa yang membuat kamu belum ingin menikah?" tanya Thomas lagi.

"masih banyak yang ingin saya kejar dalam hidup ini. Dan menikah tidak selalu menjadi prioritas dalam hidup saya.." jawabku diplomatis.

"lalu kamu sendiri, menikah di usia berapa dulu?" lanjutku cepat, mencoba mengalihkan pembicaraan.

"saya menikah pada usia 24 tahun waktu itu. Saya punya seorang anak laki-laki. Tapi sekarang saya telah kehilangan semuanya.." balas Thomas sedikit lirih.

"yang penting kamu tidak kehilangan dirimu sendiri, Thom.." ucapku mencoba terdengar akrab.

"yah. .semoga saja.." balas Thomas singkat, sambil ia mulai manyuap nasi nya.

Dan untuk selanjutnya, kami pun membicarakan banyak hal. Thomas terdengar cukup terpelajar. Wawasannya cukup luas. Dan ia sepertinya termasuk tipe orang yang suka blak-blakan dan apa adanya. Dan hal itu, cukup membuatku mulai mengaguminya.

****

Kisah menarik lainnya :

Istri ku jadi TKW, aku jadi begini (part 2)

Istri ku jadi TKW, aku jadi begini (part 1)

Nasib cinta penjual nasi goreng (part 3)

Nasib cinta penjual nasi goreng (part 2)

Nasib cinta penjual nasi goreng (part 1)

Akibat jauh dari istri part 5

Akibat jauh dari istri part 4

Akibat jauh dari istri part 3 

Akibat jauh dari istri part 2

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita gay : Sang duda tetangga baruku yang kekar

 Namanya mas Dodi, ia tetangga baruku. Baru beberapa bulan yang lalu ia pindah kesini. Saya sering bertemu mas Dodi, terutama saat belanja sayur-sayuran di pagi hari. Mas Dodi cukup menyita perhatianku. Wajahnya tidak terlalu tampan, namun tubuhnya padat berisi. Bukan gendut tapi lebih berotot. Kami sering belanja sayuran bersama, tentu saja dengan beberapa orang ibu-ibu di kompleks tersebut. Para ibu-ibu tersebut serring kepo terhadap mas Dodi. Mas Dodi selalu menjawab setiap pertanyaan dari ibu-ibu tersebut, dengan sekedarnya. Saya dan mas Dodi sudah sering ngobrol. Dari mas Dodi akhirnya saya tahu, kalau ia seorang duda. Punya dua anak. Anak pertamanya seorang perempuan, sudah berusia 10 tahun lebih. Anak keduanya seorang laki-laki, baru berumur sekitar 6 tahun. Istri mas Dodi meninggal sekitar setahun yang lalu. Mas Dodi sebenarnya pindah kesini, hanya untuk mencoba melupakan segala kenangannya dengan sang istri. "jika saya terus tinggal di rumah kami yang lama, rasanya terla

Adik Iparku ternyata seorang gay (Part 1)

Aku sudah menikah. Sudah punya anak perempuan, berumur 3 tahun. Usia ku sendiri sudah hampir 31 tahun. Pernikahan ku baik-baik saja, bahkan cukup bahagia. Meski kami masih tinggal satu atap dengan mertua. Karena aku sendiri belum memiliki rumah. Lagi pula, rumah mertua ku cukup besar. Aku tinggal dengan istri, anak dan kedua mertua ku, serta adik ipar laki-laki yang baru berusia 21 tahun.   Aku bekerja di sebuah perusahaan kecil di kota ini, sebagai seorang karyawan swasta. Gaji ku lumayanlah, cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga kecil kami. Mertua ku sendiri seorang pedagang yang cukup sukses. Dan istri ku tidak ku perbolehkan bekerja. Cukuplah ia menjaga anak dan mengurus segala keperluan keluarga. Aku seorang laki-laki normal. Aku pernah dengar tentang gay, melalui media-media sosial. Tapi tak pernah terpikir oleh ku, kalau aku akan mengalaminya sendiri. Bagaimana mungkin seorang laki-laki bisa merasakan kenikmatan dengan laki-laki juga? Aku bertanya-tanya sendiri mendengar ka

Cerita gay : Nasib cinta seorang kuli bangunan

Namaku Ken (sebut saja begitu). Sekarang usiaku sudah hampir 30 tahun. Aku akan bercerita tentang pengalamanku, menjalin hubungan dengan sesama jenis. Kisah ini terjadi beberapa tahun silam. Saat itu aku masih berusia 24 tahun. Aku bekerja sebagai kuli bangunan, bahkan hingga sekarang. Aku kerja ikut mang Rohim, sudah bertahun-tahun. Sudah bertahun-tahun juga, aku meninggalkan kampung halamanku. Orangtuaku hanyalah petani biasa di kampung. Kehidupan kami memang terbilang cukup miskin. Karena itu, aku hanya bisa sekolah hingga SMP. Setelah lulus dari SMP, aku mulai bekerja serabutan di kampung. Hingga akhirnya aku bertemu dengan mang Rohim, seorang laki-laki paroh baya, yang sudah sangat berpengalaman di bidang pertukangan. Aku ikut mang Rohim merantua ke kota dan ikut bekerja dengannya sebagai kuli bangunan. Sebagai seseorang yang memiliki kehidupan ekonomi yang pas-pasan, aku memang belumm pernah pacaran, sampai saat itu. Apa lagi sejak aku ikut mang Rohim bekerja. Tempat kerja kami y

Iklan google