Aku pikir setelah kembali ke kota dan kembali bersama istri dan anak-anak ku, semuanya akan berakhir. Semua petualangan ku bersama dua laki-laki saat aku bekerja jadi kuli di sebuah proyek perumahan, akan berakhir.
Hampir 4 bulan lamanya, aku menjalani kehidupan yang sedikit menyimpang. Aku terpaksa menjalin hubungan dengan dua orang lak-laki yang memanfaatkan rasa kesepian ku karena jauh dari istri.
Empat bulan yang ingin aku lupakan dalam perjalanan hidup. Karena aku sadar itu semua adalah sebuah kesalahan. Bukan saja karena aku telah mengkhianati istri ku, tapi karena aku juga mengkhianati kodrat ku sebagai seorang laki-laki.
Tak pernah terpikir oleh ku sebelumnya, jika aku akan menjalin hubungan dengan sesama lelaki, dan bahkan dengan dua orang laki-laki sekaligus.
Meski pun aku merasa sangat menyesal telah melakukan semua itu. Tapi jujur saja, itu merupakan sebuah pengalaman baru dalam perjalanan hidupku. Dan aku sebenarnya juga menikmati hal tersebut. Agri dan Imam telah memberi warna tersendiri dalam perjalanan hidup ku, sebagai seorang kuli bangunan, yang sering berada jauh dari istri.
Tapi kini semuanya sudah berlalu. Hal itu tidak mungkin akan terjadi lagi. Aku kembali pada kehidupan ku yang sesungguhnya. Aku kembali pada kodrat ku sebagai seorang laki-laki, yaitu hidup normal bersama istri dan ketiga anak ku.
Dan sekarang sudah hampir dua minggu aku kembali ke kota, dan hidup serumah bersama istri dan anak-anak ku lagi. Aku berusaha keras untuk melupakan semua kenangan yang terjadi selama aku bekerja di perumahan tersebut. Aku tidak ingin mengingatnya lagi. Terutama kenangan ku saat bersama Agri dan Imam.
Aku pun menganggap semuanya sudah berakhir. Hubungan ku bersama Imam memang sudah berakhir, sesuai perjanjian kami waktu itu. Jika proyek perumahan tersebut berakhir, maka hubungan kami pun berakhir. Dan aku menganggap hal yang sama juga, atas hubungan ku bersama Agri.
Tapi ternyata aku salah. Setelah dua minggu berlalu, tiba-tiba Agri menghubungi ku lewat ponsel ku. Sialnya, waktu itu aku memang sempat memberikan nomor ponsel ku, agar jika Agri mau datang menjemputku ke perumahan, ia bisa menghubungi ku terlebih dahulu. Karena waktu itu aku takut, aku sedang bersama Imam.
"apa kabar mas Thoriq?" sapa Agri melalui ponselnya, setelah akhirnya aku mengangkat teleponnya, karena sudah tiga kali ia coba menghubungi ku.
"kabar baik." balasku dengan nada malas.
"wah sombong sekarang ya.." ucap Agri lagi, kali ini terdengar sedikit manja.
"biasa aja, Gri. Saya kan sekarang sudah kembali ke rumah.." balasku, mencoba mengingatkan Agri akan hal tersebut.
"oh.. jadi mentang-mentang udah bersama istri, aku di lupakan begitu aja?" suara Agri sedikit meninggi.
"bukankah memang harusnya seperti itu?" balasku balik bertanya.
"mudah bagi mas Thoriq ngomong seperti itu, setelah mas Thoriq mendapatkan semuanya dari ku.." ucap Agri kemudian.
Ada jeda sesaat. Aku mencoba mencerna maksud dari kalimat Agri barusan. Mendapatkan semuanya? Bathin ku. Bukankah dia yang memulai semuanya, dan dia juga meminta hal tersebut dari awal? Tanyaku terus membathin.
"kenapa mas Thoriq diam?" tanya Agri di seberang sana, yang membuatku sedikit kaget.
"gak.. gak apa-apa, kok. Saya hanya lagi mikir, apa maksud dari kalimat mu barusan?" balasku apa adanya.
"bukankah selama hampir empat bulan, aku bisa menggantikan posisi istri mas Thoriq waktu itu? Sekarang kenapa dengan begitu mudahnya mas Thoriq coba untuk melupakan ku? Aku juga manusia, mas. Aku juga punya perasaan." ucap Agri dengan nada sedikit mnnghiba.
"iya, saya ngerti. Lalu mau kamu apa sekarang?" balasku bertanya.
"aku mau kita bertemu sekali lagi, mas. Mungkin untuk terakhir kalinya.." ucap Agri membalas.
"tapi saya gak bisa, Agri. Bagi saya semuanya sudah berakhir. Saya ingin menjalani kehidupan normal saya lagi, seperti dulu. Jadi tolong, jangan hubungi saya lagi ya.." aku berucap dengan nada sedikit memohon.
Hening beberapa saat. Aku berharap Agri mau mengerti akan keadaan ku saat ini. Aku berharap ia tidak akan menghubungi dan mengharapkan ku lagi.
Tapi...
"pokoknya kalau mas Thoriq tidak mau menemui saya lagi, saya yang akan datang ke rumah mas Thoriq.." ucap Agri tiba-tiba dengan nada sedikit mengancam.
"kamu jangan gila ya, Gri. Kamu gak boleh datang ke rumah saya.." balasku suara mulai meninggi.
"saya memang udah gila, mas. Saya sudah tergila-gila sama mas Thoriq. Makanya mas Thoriq harus datang ke kost ku, atau saya yang akan datang ke rumah mas Thoriq.." ancam Agri lagi.
Terus terang aku merasa sedikit gentar mendengar ancaman Agri tersebut. Aku takut, jika ia datang ke rumah ku, dan menceritakan semuanya pada istri ku. Meski pun aku yakin, sampai saat ini Agri belum tahu dimana alamat rumah ku. Tapi bisa saja, ia melacaknya melalui nomor ponsel ku, kan?
"oke... saya akan datang menemui kamu, tapi ini untuk yang terakhir kalinya. Setelah itu, kita tidak akan pernah bertemu lagi.." ucapku akhirnya.
"nah gitu dong.." suara Agri terdengar sedikit girang, "nanti aku share loc ya, mas. Biar mas lebih mudah menemukan tempat kost saya.." lanjutnya masih dengan nada riang.
Lalu kemudian tanpa babibu lagi, aku pun segera menutup telepon tersebut, sebelum Agri sempat mengucapkan kalimat berikutnya.
Aku mencoba menarik napas panjang beberap kali, hanya untuk sekedar menenangkan pikiran ku. Aku tidak tahu, apakah tindakanku untuk menemui Agri sudah tepat atau tidak. Tapi yang pasti, aku hanya berharap, agar Agri mau menepati janjinya. Untuk yang terakhir kalinya.. bisik ku dalam hati.
****
Setelah menempuh perjalanan hampir setengah jam naik motor, aku akhirnya sampai ke alamat yang dikirimkan Agri padaku. Di depan pintu kamar Agri aku terpatung beberapa saat. Berpikir.
Masuk? gak? Masuk? Gak?. Ragu ku dalam hati.
Ah sudahlah, toh aku juga udah terlanjur sampai kesini. Lagi pula bukankah ini untuk yang terakhir kalinya, aku bertemu Agri?! bathin ku kemudian.
Tok! Tok! Tok!
Akhirnya aku mengetuk pintu kamar itu. Dan tak berapa lama kemudian, pintu kamar itu pun terbuka. Wajah tampan Agri muncul dari balik pintu.
Melihat kedatangaku Agri pun tersenyum. Lalu dengan segera ia pun mempersilahkan aku masuk. Aku dengan sedikit ragu pun memasuki kamar tersebut. Kamar itu tidak terlalu luas. Setidaknya tidak seluas kamar Agri di rumahnya.
Hanya ada satu dipan kecil, sebuah lemari pakaian, meja belajar dan kamar mandi di sudut ruangan. Serta ada Agri yang berdiri menatapku dengan senyum khasnya. Ia hanya memakai celana pendek, tanpa baju.
"gak usah kikuk gitu mas Thoriq, kayak baru pertama kali aja.. Duduk sini.." ucap Agri melihat aku yang hanya berdiri terpaku, sambil ia meminta ku, untuk duduk di dekatnya, di atas dipan kecil tersebut.
Entah karena dorongan apa, aku pun menuruti permintaan Agri tersebut. Aku langsung duduk di sampingnya. Toh, aku sudah terlanjur masuk ke dalam kamarnya. Jadi lebih baik aku selesaikan saja semuanya, secepatnya. Untuk yang terakhir kalinya.
"oke... sekarang aku udah disini, jadi mari kita mulai saja. Dan setelah itu aku akan pulang, lalu semuanya akan berakhir. Kita tidak akan pernah bertemu lagi.." ucapku akhirnya.
"kenapa buru-buru sih, mas ganteng... santai aja kali..." balas Agri, "karena ini adalah yang terakhir, jadi aku ingin melakukannya lebih lama dan lebih bervariasi, agar menjadi kenangan yang paling indah dalam perjalanan hidupku.." lanjut Agri, dengan suara manja nya.
"iya... terserah kamu deh... yang penting setelah ini, semuanya berakhir..." balasku kemudian.
"mas Thoriq yakin?" tanya Agri tiba-tiba.
"yakin apa?" tanyak balik.
"mas Thoriq yakin, ini bakal jadi yang terakhir buat kita?" tanya Agri lebih jelas.
"iya... saya yakin.." balasku tegas.
"mas Thoriq gak bakal kangen sama saya?" tanya Agri lagi.
"saya gak mungkin bakal kangen sama kamu, Agri. Saya punya istri dan anak, saya punya kehidupan yang harus saya jalani. Dan kamu tidak pernah ada dalam rencana hidup saya. Jadi saya harap kamu bisa mengerti, dan tolong jangan pernah hubungi saya lagi, apa lagi sampai datang ke rumah saya.." jawab ku panjang lebar.
"oke.. deal.." ucap Agri, sambil menjulurkan tangannya padaku. Aku pun spontan menjabat tangan tersebut, sebagi tanda kesepakatan kami.
"tapi aku minta satu hal lagi.." ucap Agri, sebelum ia melepaskan tangan ku.
"apa?" tanyaku heran.
"malam ini, mas Thoriq harus menginap disini.." ucap Agri.
"tapi aku gak bisa, Gri. Aku sudah terlanjur janji sama istriku bakal pulang malam ini." balasku.
"mas Thoriq telepon aja istri mas, dan bilang kalau malam ini mas gak jadi pulang, karena harus menginap di rumah teman.." ucap Agri lagi.
Untuk sesaat aku terdiam. Berpikir. Jika aku tidak menuruti keinginan Agri malam ini. Bisa saja ia akan mengingkari kesepakatan kami barusan. Karena itu, aku akhirnya hanya bisa mengangguk setuju.
"oke.." ucapku singkat.
Lalu kemudian aku pun menghubungi istri ku dan mengatakan kalau aku tidak bisa pulang malam ini, karena ada kegiatan di rumah teman. Istri ku pun sangat mengerti. Karena memang aku sudah terbiasa tidak tidur di rumah.
Malam itu akhirnya aku pun memenuhi semua keinginan Agri. Semuanya. Mulai dari durasi yang lama dan dengan variasi yang berbeda-beda, sampai akhirnya aku pun harus menginap di sana. Dan Agri pun mampu memberikan aku pengalaman dengan kesan yang luar biasa malam itu. Lebih luar biasa dari malam-malam sebelumnya.
****
Pagi itu, setelah mandi dan tanpa sarapan, aku pun segera pamit kepada Agri untuk segera pulang ke rumah ku. Aku tidak ingin berada disana lebih lama lagi. Bukan karena aku tidak nyaman berada disana, tapi aku takut Agri akan menggoda ku lagi pagi itu.
"oke.. hati-hati di jalan ya, mas.." ucap Agri melepas kepergian ku pagi itu.
"nanti kalau kangen, telepon aja ya.." lanjutnya dengan nada menggoda sambil di iringi sebuah tawa ringan.
Aku tidak membalas ucapan Agri barusan. Aku terus saja melangkah keluar dari kamar tersebut. Lalu dengan terburu aku segera memacu motor ku menuju rumah ku.
Di sepanjang perjalanan aku terus berpikir. Tentang kejadian tadi malam. Meski itu bukan pertama kalinya aku melakukan hal tersebut bersama Agri. Tapi entah mengapa, ada kesan yang berbeda yang aku rasakan malam tadi. Aku merasakan ketulusan, pada setiap tindakan yang dilakukan Agri padaku. Benar-benar tulus.
Aku bahkan sempat berpikir, untuk tetap melanjutkan hubungan ku bersama Agri. Toh, gak ada salahnya juga, kan? Aku juga sudah terlanjur masuk ke dalam kehidupan Agri. Selama Agri bisa menerima keadaan ku yang sudah punya istri dan anak. Kenapa tidak? bathin ku meronta.
Tidak! ucap suara lain di pikiran ku. Itu jelas tidak mungkin. Itu adalah sebuah kesalahan. Sudah saatnya aku mengakhiri semua ini, sebalum semakin jauh, sebelum semakin dalam. bathin ku lainnya.
Pada akhirnya aku hanya bisa pasrah. Pergulatan bathin yang terjadi dalam diriku saat ini, sungguh membuat aku menjadi dilema. Aku terus berperang dengan pikiran ku sendiri. Antara tetap berada di jalan yang salah, atau kembali ke jalan yang benar.
Antara tetap melawan kodrat ku sebagai seorang laki-laki, atau tetap hidup sesuai kodrat ku tersebut, selamanya.
Aku tidak bisa memutuskannya sekarang. Aku biarkan sang waktu yang akan menjawab semuanya. Jika Agri tidak lagi menghubungi ku setelah ini, aku juga tidak akan berusaha untuk menghubunginya. Namun jika Agri masih nekat menghubungi ku, aku yakin aku juga tidak akan bisa menolaknya.
Tapi yang pasti saat ini, aku hanya berharap, semoga aku bisa terlepas dari semua ini. Dari semua kesalahan ini.
Ya.. semoga saja..
****
Komentar
Posting Komentar
Terima kasih