Aku sudah menikah. Sudah punya anak perempuan, berumur 3 tahun. Usia ku sendiri sudah hampir 31 tahun. Pernikahan ku baik-baik saja, bahkan cukup bahagia. Meski kami masih tinggal satu atap dengan mertua. Karena aku sendiri belum memiliki rumah. Lagi pula, rumah mertua ku cukup besar. Aku tinggal dengan istri, anak dan kedua mertua ku, serta adik ipar laki-laki yang baru berusia 21 tahun.
Aku bekerja di sebuah perusahaan kecil di kota ini, sebagai seorang karyawan swasta. Gaji ku lumayanlah, cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga kecil kami. Mertua ku sendiri seorang pedagang yang cukup sukses. Dan istri ku tidak ku perbolehkan bekerja. Cukuplah ia menjaga anak dan mengurus segala keperluan keluarga.
Aku seorang laki-laki normal. Aku pernah dengar tentang gay, melalui media-media sosial. Tapi tak pernah terpikir oleh ku, kalau aku akan mengalaminya sendiri. Bagaimana mungkin seorang laki-laki bisa merasakan kenikmatan dengan laki-laki juga? Aku bertanya-tanya sendiri mendengar kabar-kabar tentang maraknya dunia gay saat ini.
Aku seorang laki-laki normal. Aku pernah dengar tentang gay, melalui media-media sosial. Tapi tak pernah terpikir oleh ku, kalau aku akan mengalaminya sendiri. Bagaimana mungkin seorang laki-laki bisa merasakan kenikmatan dengan laki-laki juga? Aku bertanya-tanya sendiri mendengar kabar-kabar tentang maraknya dunia gay saat ini.
Aku sendiri memiliki hubungan seksual yang cukup baik dengan istriku. Istriku mampu melayani ku dengan baik, begitu juga sebaliknya. Istri ku tak pernah mengeluh tentang kepuasan biologisnya. Kadang aku tak habis pikir, mengapa harus ada laki-laki yang menyukai sesama jenis, sementara di dunia ini begitu banyak perempuan? Tapi aku menapik sendiri pertanyaan itu. Meski tak ku temukan jawabannya.
Hari-hari berlalu seperti biasa. Hidup berjalan sebagai mana takdirnya. Meski kadang ada saat dimana aku merasa jenuh dengan rutinitas yang sama setiap hari. Kadang timbul rasa ingin mencoba sesuatu yang baru. Berpetualang lagi seperti saat sebelum aku menikah. Namun kemudian semua perasaan itu aku tepis. Ada begitu banyak cinta yang harus aku syukuri. Terutama dari anak dan istriku.
Hingga suatu malam. Saat itu hanya ada aku dan adik ipar ku dirumah. Istri, anak dan kedua mertua ku pergi pulang ke kampung, karena ada keluarga yang melangsungkan pernikahan disana. Aku tidak bisa ikut, karena pekerjaan di kantor sedang banyak. Begitu juga adik iparku, Rafif, ia sedang ada ujian di kampusnya, hingga ia tidak bisa ikut.
Malam itu, tiba-tiba hujan turun sangat deras. Diiringi suara guntur yang menggelegar. Istri dan mertua ku berangkat pagi tadi ke kampung, dan kemungkinan mereka pulang besok sore.
Karena hujan yang begitu lebat, aku memutuskan tidur lebih awal. Saat aku hendak mengganti pakaianku dengan pakaian tidur. Tiba-tiba aku mendengar suara ketukan di pintu kamarku.
Aku tahu itu Rafif. Karena dirumah hanya ada aku dan Rafif. Dengan hanya memakai celana pendek, ku buka pintu kamar. Aku melihat Rafif berdiri didepan pntu memakai piyama tidurnya.
"ada apa, Fif?" tanyaku.
"Rafif takut, bang.." begitu jawabnya.
"takut kenapa?" tanyaku lagi, suara ku agak keras mengimbangi suara hujan dan guruh diluar.
Rafif hanya diam sambil memeluk tubuhnya sendiri. Aku baru ingat, kalau ternyata Rafif punya penyakit fobia. Ia sangat takut dengan petir apa lagi mendengar suara guruh yang keras. Istri ku pernah cerita, bahkan jika hujan dan petir biasanya Rafif tidur di kamar Ibunya.
Teringat akan hal itu, segera kutarik lengan Rafif masuk ke kamar. "kamu tidur disini aja.." ucapku.
Rafif masuk dan aku segera mengunci pintu kamar kembali. Hujan masih begitu deras diluar. Rafif hanya memakai piyama tipis, hingga celana dalamnya terlihat jelas. Dia berbaring di kasur sambil memeluk tubuhnya sendiri dengan ekspresi ketakutan yang teramat sangat. Aku merasa kasihan. Aku ikut berbaring disampingnya.
Rafif mulai sedikit tenang. Suara petir sudah tak terdengar lagi, namun hujan masih turun meski tak sederas tadi.
Saat tiba-tiba aku hendak bangkit, bunyi gelegar di langit kembali terdengar. Rafif repleks memelukku. Wajahnya di benamkan di dadaku. Rasa kasihan menyelinap dalam benakku.
Kubiarkan Rafif mendekapku.
Tubuh Rafif cukup kurus namun berotot. Kulitnya mulus putih dan bersih terawat. Aku hanya terdiam, mendengar suara hujan sudah mulai reda. Tak ada lagi suara petir. Hanya terdengar suara guruh-guruh kecil di kejauhan. Kulepaskan dekapanku dan sedikit mendorong tubuh Rafif agar menjauh. Namun Rafif justru mendorong tubuhku hingga telentang.
Lalu kemudian tiba-tiba saja Rafif menciumi dadaku. Aku bergetar dan spontan mendorong kepala Rafif agar menjauh. "kamu ngapain..?" tanyaku dengan nada sedikit tinggi.
Rafif duduk disampingku. "aku suka sama abang.." ucapnya bergetar. Aku cukup kaget mendengarnya. Selama ini memang aku dan Rafif tidak begitu akrab, kami jarang berbicara, kecuali saat makan bersama keluarga. Atau pun saat kumpul-kumpul keluarga.
Yang aku tahu, Rafif orangnya memang pendiam. Dia jarang keluar rumah, kecuali sekolah atau ada keperluan. Tidak seperti pemuda pada umumnya yang suka nongrong-nongkrong. Rafif juga orang yang cerdas. Ia selalu juara umum di sekolahnya. Kata istriku, Rafif selalu juara umum sejak SD. Jujur, selama ini aku sering melihat Rafif memperhatikanku diam-diam. Menatapku dari kejauhan. Tapi aku menganggapnya hal biasa.
Tapi malam ini aku tahu, ada yang salah. Rafif ternyata penyuka sesama jenis. Aku tak menyangka Rafif begitu gamblangnya mengungkapkan kesukaannya padaku. Entah karena ia sudah biasa atau justru karena ia sudah tak tahan lagi menahan perasaannya selama ini. Aku tak tahu. Tapi yang pasti Rafif sudah jujur dan harus kuakui itu hal yang menakjubkan.
Aku bangkit dari rebahan ku. Berdiri memunggungi Rafif yang masih duduk di ranjang dan tertunduk. "kamu gay..?" tanyaku akhirnya. Tanpa menoleh. Aku tak mendengar jawaban Rafif. Untuk itu, aku memutar tubuh ku menatapnya yang masih tertunduk. Pelan Rafif mengangkat wajahnya, kemudian mengangguk.
"sejak kapan?" tanyaku lagi.
Lama Rafif terdiam. Kemudian berdiri dan berujar,"sejak aku kelas 2 SMP..." suaranya bergetar. "tapi aku belum pernah melakukan hal itu dengan siapapun. Aku berusaha menutupi semua itu, dengan sibuk membaca-baca buku." lanjutnya. "aku tak tahu, entah mengapa aku lebih suka kepada laki-laki. Waktu SMP aku jatuh cinta dengan kakak kelas ku. Tapi aku tak pernah mengungkapkannya. Karena aku tahu, jelas itu akan sangat memalukan" lanjutnya lagi, sambil menarik nafas panjang.
Aku terdiam mendengarkannya, menatapnya dengan tenang. Rafif berdiri didepanku, sambil meremas tangannya sendiri. "saat SMA kelas 2 aku juga jatuh cinta dengan teman laki-laki yang sebangku denganku." ucapnya lagi. "dan aku juga hanya memendamnya. karena aku tak ingin merusak hubungan persahabatan kami. Dan lagi pula, aku tahu ia lelaki normal.."
"sampai akhirnya ia pindah sekolah." lanjutnya lagi. "dan aku merasa kehilangan. aku sibukan diriku dengan membaca buku dan bermain game." Rafif menarik nafas lagi. Matanya berair. Aku terus menatapnya diam. Berbagai perasaan berkecamuk di benakku. "dan entah apa yang merasuki ku, hingga akhir-akhir ini. Aku sering memperhatikan abang. Menatap abang dari kejauhan. Dimataku abang begitu sempurna. Abang orang yang tampan, badan abang atletis dan dipenuhi bulu-bulu. Aku menyukainya."
"aku tahu ini salah. Tapi sampai kapan aku sanggup menahan ini semua." lanjutnya lagi, "setiap kali aku melihat abang, ada keinginan yang begitu besar untuk bisa merasakan nikmatnya tubuh kekar abang. dan aku tak sanggup menahannya lagi. aku menginginkannya. aku menginginkan abang malam ini.." ucapnya panjang lebar.
Aku terdiam. Membisu. Hatiku meragu. Disatu sisi aku salut dengan kejujurannya. Namun disisi lain, jelas ini sebuah kesalahan. "kamu tahu, kan. Fif. aku ini abang iparmu.." ucapku akhirnya.
Rafif mengangguk, "iya. aku tahu.." balasnya. " Namun perasaan telah berperan dalam kisahku ini. Aku tak peduli siapapun abang saat ini. Yang aku tahu, aku suka sama abang dan menginginkan abang.." lanjutnya.
Kembali aku terkesima. Kutarik nafasku perlahan dan menghembuskannya. "jadi sekarang kamu maunya gimana?" tanyaku sekenanya, yang tidak tahu apa maksud dari pertanyaanku sendiri.
"beri aku kesempatan, bang. Satu kali saja, seumur hidupku bisa merasakan keindahan cinta yang selalu aku hayalkan setiap malam." jawabnya tulus.
"setelah ini, semua akan berjalan seperti biasa lagi. Aku tidak akan pernah mengungkit-ungkit hal ini lagi. Aku janji, bang.." ujarnya sedikit memelas. "aku mohon... izinkan aku untuk bisa merasakan indahnya bercocok tanam bersama abang malam ini saja..." suaranya semakin memelas. Sambil ia berjalan kedapan mendekat. Aku mundur selangkah. "percayalah bang, seandainya bisa. Aku pun tak ingin hal ini terjadi.." katanya melihat aku mundur.
"aku hanya tak mengerti harus ngapain..?' jawabku jujur.
Rafif tersenyum, "abang nikmatin aja apa yang aku lakukan, kalau abang jijik, abang pejamkan mata saja atau gak abang matikan lampu nya.." jelasnya. Aku merinding. Jujur aku cukup kasihan padanya. Namun biar bagaimana pun aku tetap laki-laki normal yang suka perempuan bukan laki-laki.
Lagi pula, apa mungkin Rafif bisa membuatku bern4fsu? bathinku.
"oke. kita coba.." ucapku akhirnya setelah melihat tatapn mata Rafif yang memohon. "tapi jika aku gak suka, atau kamu gak bisa bikin aku berg4irah. Kamu harus berhenti." lanjutku tegas. Kulihat Rafif tersenyum menang. Tapi aku yakin ia takkan berhasil. Perlahan Rafif mulai mendekat. Aku menatapnya sejenak dan kemudian memejamkan mata.
"aku hanya tak mengerti harus ngapain..?' jawabku jujur.
Rafif tersenyum, "abang nikmatin aja apa yang aku lakukan, kalau abang jijik, abang pejamkan mata saja atau gak abang matikan lampu nya.." jelasnya. Aku merinding. Jujur aku cukup kasihan padanya. Namun biar bagaimana pun aku tetap laki-laki normal yang suka perempuan bukan laki-laki.
Lagi pula, apa mungkin Rafif bisa membuatku bern4fsu? bathinku.
"oke. kita coba.." ucapku akhirnya setelah melihat tatapn mata Rafif yang memohon. "tapi jika aku gak suka, atau kamu gak bisa bikin aku berg4irah. Kamu harus berhenti." lanjutku tegas. Kulihat Rafif tersenyum menang. Tapi aku yakin ia takkan berhasil. Perlahan Rafif mulai mendekat. Aku menatapnya sejenak dan kemudian memejamkan mata.
Aku merasakan hembusan nafas Rafif di dekat bibirku. Aku buka lagi mataku dan kulihat wajah Rafif begitu dekat. Aku menghindar. "gak usah pakai cium.." ujarku. Rafif mengerti, ia kemudian sedikit menunduk. Kupejamkan mataku lagi.
Aku benar-benar geli, ingin ku dorong kepala Rafif agar menjauh. Namun rasa kasihan menyelinap dalam hatiku. Kubiarkan Rafif melakukan apa yang ia inginkan padaku.
Aku benar-benar geli, ingin ku dorong kepala Rafif agar menjauh. Namun rasa kasihan menyelinap dalam hatiku. Kubiarkan Rafif melakukan apa yang ia inginkan padaku.
Meski pun awalnya aku merasa sedikit geli dan jijik, namun pada akhirnya Rafif berhasil membuatku terlena dengan permainan indahnya. Hingga malam itu, untuk pertama kalinya aku pun bercocok tanam dengan Rafif. Aku melakukan hal yang tidak seharusnya aku lakukan bersama adik iparku. Bukan saja karena dia adik iparku, tapi juga karena dia adalah seorang laki-laki.
Namun semua itu akhirnya terjadi. Aku tidak punya cukup kekuatan untuk bisa menolaknya. Rafif cukup mampu membuatku bisa melupakan siapa dirinya sebenarnya. Hingga aku pun terbuai dalam lautan penuh keindahan.
Berbagai perasaan berkecamuk kembali dibenakku malam itu. Di satu sisi aku merasakan keindahan yang tiada tara malam itu, disisi lain ada rasa bersalah menjalar di hatiku.
Aku tak tahu, akan seperti apa kehidupan ku selanjutnya. Kini semua jelas berbeda. Akankah aku mampu menolak, seandainya Rafif menginginkannya lagi? Atau justru aku sendiri yang akan ketagihan dengan keindahan tersebut.
Aku masygul. Belum pernah aku merasakan keindahan seperti yang aku rasakan malam ini. Kupejamkan mataku. Mencoba tertidur. Aku masih merasakan Rafif mengecup pipiku, dan melingkarkan tangannya didadaku. Tangan itu terasa hangat kurasakan. Dan entah mengapa aku mulai menyukai hal tersebut.
Sampai akhirnya aku pun tertidur pulas dengan perasaan lega.
****
Sangat terharu dengan kisah nya
BalasHapus