Langsung ke konten utama

Adsense

Sosis pak Dodo (part 2)

Hujan semakin deras di luar. Malam juga sudah mulai menjelang. Suara petir masih terdengar sangat keras. Aku berusaha mendekap tubuku sendiri, menahan dingin dan ketakutan ku akan suara petir.

Pak Dodo masih duduk dengan tenang di samping ku. Ia sudah menghabiskan beberapa batang rokoknya. Mungkin ia juga merasa kedinginan, meski sudah memakai jaket. Tapi sepertinya ia tidak takut petir. Ia terlihat tenang dan santai.

Beberapa kali pak Dodo melirik ku. Sepertinya ia merasa sedikit kasihan melihat ketakutan ku. Tapi ia memang tidak tahu harus berbuat apa, untuk meredakan ketakutan ku.

"kamu kenapa suka sosis? Bukankah sosis itu hanya jajanan untuk anak-anak?" tiba-tiba pak Dodo membuka suara. Sepertinya ia mulai bosan dengan keheningan kami. Atau sebenarnya ia hanya berusaha untuk membuatku merasa aman.

"dulunya aku gak suka sosis, bahkan aku hampir tidak pernah makan sosis sebelumnya.." balas ku berusaha bersikap biasa saja.

"tapi karena yang jualnya pak Dodo, aku jadi suka.." lanjut ku, sedikit blak-blakan.

"kenapa?" tanya pak Dodo heran, "bukankah semua sosis sama saja.." lanjutnya.

"karena pak Dodo orangnya keren, gagah dan tampan.." balas ku apa adanya.

"ah, kamu bisa aja, nak Anjas... kan gak ada hubungannya juga, antara sosis dan si penjualnya?" ucap pak Dodo sedikit tersipu, sepertinya pujian ku mengena.

"iya sih, pak. Tapi karena penjualnya segagah pak Dodo, justru hal itu yang membuatku jadi suka makan sosis. Setidaknya aku jadi bisa kenal sama pak Dodo, kan?" jelasku semakin blak-blakan.

Suasana dingin dan juga karena aku sudah berbulan-bulan memendam perasaan sama pak Dodo, membuatku jadi sedikit berani untuk ngomong sedikit ceplas-ceplos pada pak Dodo. Apa lagi selama ini, kami belum pernah ngobrol berdua seperti saat sekarang ini.

"jadi kamu suka sosis bukan karena rasanya, tapi karena orang yang jualnya?" tanya pak Dodo, berusaha mencerna maksud dari kalimatku barusan.

"ya.. begitulah kira-kira, pak.." balasku pelan, aku jadi sedikit tersipu.

"apa yang kamu suka dari si penjualnya?" tanya pak Dodo, seperti sengaja memancing kejujuran ku.

"karena penjualnya itu orangnya ramah, keren, ganteng dan juga gagah.." balasku apa adanya.

"kamu suka sama cowok?" tanya pak Dodo, terlihat heran.

"yah... begitulah diriku adanya, pak.. Mungkin terdengar aneh bagi pak Dodo. Tapi saya memang suka sama pak Dodo.." balasku lagi, berusaha untuk mengungkapkan perasaanku padanya.

"tapi saya ini sudah menikah loh, nak Anjas. Saya juga sudah punya anak. Saya juga sudah cukup tua. Kamu gak bakal nyesal, menyukai orang seperti saya?" ucap pak Dodo lagi, dengan diakhiri sebuah pertanyaan.

"saya justru akan merasa menyesal jika tidak mengatakan ini pada pak Dodo. Setidaknya sekarang saya sudah merasa sedikit lega, karena pak Dodo sekarang sudah tahu siapa saya sebenarnya dan bagaimana perasaan saya sama pak Dodo.." balasku pelan.

Ada jeda beberapa saat. Pak Dodo menyalakan sebatang rokok lagi. Ia menghisap rokok itu kuat-kuat, kemudian menghembuskan asapnya dengan pelan.

"lalu kalau boleh saya tahu, bagaimana perasaan pak Dodo sama saya?" tanya ku kemudian, sekedar ingin tahu.

"kamu itu orang baik, nak Anjas. Saya menyukai kamu karena itu. Tapi... akan sangat sulit bagi saya, untuk bisa menyukai nak Anjas lebih dari pada itu. Biar bagaimana pun, saya ini laki-laki normal, saya hanya menyukai perempuan..." balas pak Dodo sedikit bergetar.

Hujan sudah mulai reda. Suara petir sudah tidak terdengar lagi. Hanya suara rintik-rintik gerimis yang masih tersisa. Namun malam sudah semakin gelap.

"sepertinya hujan sudah mulai reda, nak Anjas. Sebaiknya saya pamit dulu. Takut istri dan anak saya mencemaskan saya, karena udah semalam ini tapi belum pulang..." tiba-tiba pak Dodo berucap kembali.

Lalu tanpa menunggu persetujuanku, pak Dodo segera mengganti pakaian kembali. Kemudian ia pun pamit pulang.

Sementara aku merasa malu sendiri. Entah apa yang pak Dodo pikirkan tentang ku saat ini. Mungkin juga ia akan jijik melihat ku. Dan mungkin juga ia akan menghindari ku.

Tapi aku sudah tidak peduli. Aku sudah terlanjur mengatakan siapa aku sebenarnya pada pak Dodo. Aku sudah terlanjur menyatakan perasaan ku padanya. Dan yang pasti, aku sudah terlanjur jatuh cinta padanya.

****

Keesokan sorenya, pak Dodo masih berjualan seperti biasa. Tapi aku tak berani untuk mendekatinya. Aku takut pak Dodo akan merasa risih, jika aku menghampirinya sekarang. Aku hanya bisa memandangi pak Dodo dari kejauhan. Mata kami sempat beradu pandang dari kejauhan, tapi pak Dodo hanya tersenyum kejut melihat ku.

Akhirnya sore itu, aku memutuskan untuk pulang lebih awal dari biasanya. Sesampai di rumah, aku langsung mandi. Sehabis mandi, aku berniat untuk pergi jalan-jalan sebentar memakai motor ku. Sekedar keliling-keliling untuk menenangkan pikiran ku, yang tiba-tiba saja terasa berat.

Saat aku hendak mengeluarkan motor, tiba-tiba pak Dodo muncul di depan pintu rumahku, dengan membawa barang dagangannya yang masih tersisa cukup banyak.

"pak Dodo? Ada apa?" tanyaku setengah kaget.

"kenapa nak Anjas gak mau memborong dagangan ku lagi?" tanya pak Dodo to the point.

"aku...." suara ku terbata.

"nak Anjas marah sama saya?" pak Dodo sengaja memotong ucapanku, suaranya sedikit lirih.

"gak.. pak Dodo. Saya gak marah... saya... saya hanya takut, kalau pak Dodo akan merasa risih jika saya dekat-dekat sama pak Dodo lagi..." ucapku berusaha menjelaskan meski dengan suara yang cukup terbata.

"padahal saya ingin menawarkan sosis special buat nak Anjas.." ucap pak Dodo lagi, suaranya sedikit tertahan.

"sosis special?" tanyaku heran. "maksudnya pak?" lanjut ku lagi.

"nak Anjas pasti tahu maksud saya.. itu kan yang nak Anjas inginkan dari saya?" balas pak Dodo.

"saya sudah memikirkan hal ini berkali-kali. Dan saya rasa, gak ada salahnya kalau saya mencobanya. Lagi pula nak Anjas sudah sangat baik pada saya selama ini. Jadi anggap saja, sosis special dari saya ini, sebagai ucapan terima kasih saya pada nak Anjas.." lanjutnya lagi.

Dan aku hanya bisa terdiam mendengarkan hal tersebut. Sungguh semua itu di luar dugaan ku. Aku gak menyangka, kalau pak Dodo akan berkata demikian.

"pak Dodo serius?" tanyaku sekedar meyakinkan diriku sendiri.

"iya, nak Anjas. Bapak serius. Bapak akan mencobanya. Tapi ini hanya akan menjadi rahasia kita berdua..." balas pak Dodo terdengar yakin.

"iya, pak Dodo. Ini pasti hanya akan menjadi rahasia kita berdua.." ucapku cukup tegas.

Lalu kemudian, aku pun mengajak pak Dodo masuk ke kamar ku. Malam sudah mulai menjelang.

"pak Dodo gak apa-apa kalau pulang telat? Istri dan anak pak Dodo gak bakal cemas, kan?" tanyaku, saat kami sudah berada di dalam kamar.

"saya udah izin tadi, kalau hari ini bakal pulang malam. Jadi nak Anjas tenang aja.. Nak Anjas bisa menikmati sosis spesial dari saya sesuka hati nak Anjas." jawab pak Dodo.

"baiklah, pak.." ucapku, "tapi kenapa pak Dodo tiba-tiba mau melakukan ini?" tanyaku melanjutkan.

"karena kamu sudah sangat baik padaku, dan sebenarnya... sejak anak kami sakit, aku dan istri ku belum pernah tidur bersama lagi... Jadi... yah... kamu tahu lah, sebagai laki-laki, aku juga punya kebutuhan.." balas pak Dodo, mulai terlihat santai.

****

Dan begitulah, sejak malam itu, pak Dodo pun resmi menjadi kekasih ku. Meski pun hubungan kami hanya sebuah hubungan rahasia. Tidak ada yang mengetahuinya, kecuali kami berdua.

Tapi aku merasa sangat bahagia dengan semua itu. Akhirnya semua khayalan ku tentang pak Dodo kini menjadi kenyataan. Bukan hanya satu malam. Pak Dodo selalu ada kapan pun aku membutuhkannya.

Biasanya sehabis berjualan, sebelum pulang, pak Dodo selalu mampir ke rumahku. Memberikan sosis spesialnya. Dan aku sangat menyukainya. Aku semakin mencintai dan menyayangi pak Dodo.

"terima kasih ya, pak Dodo. Sudah mau menerima saya, walau pun saya ini seorang laki-laki.." ucapku pada suatu malam, ketika untuk kesekian kalinya, ia mampir ke rumah ku lagi.

"saya yang harusnya berterima kasih sama kamu, nak Anjas. Kamu sudah mencintai saya begitu tulus. Padahal, saya hanya seorang penjual sosis, dan juga sudah punya istri dan anak. Apa kamu tidak menyesal, telah mencintai saya?" balas pak Dodo, dengan diakhiri sebuah pertanyaan.

"saya tidak akan pernah menyesal, karena telah mencintai laki-laki sekeren pak Dodo. Saya bangga bisa memiliki pak Dodo. Karena saya benar-benar mencintai pak Dodo, apa pun keadaannya.." balasku penuh perasaan.

"saya juga sayang sama kamu, nak Anjas. Rasanya saya tidak bisa lagi berpisah dengan nak Anjas. Saya harap, nak Anjas tidak akan meninggalkan saya.." ucap pak Dodo terdengar apa adanya.

"saya pasti tidak akan pernah meninggalkan pak Dodo. Saya janji. Asalkan pak Dodo, masih selalu punya waktu untuk saya..." balasku kemudian.

"saya pasti akan selalu meluangkan waktu buat nak Anjas. Karena sejak kehadiran nak Anjas, hidup saya jadi penuh warna dan terasa lebih indah.." ucap pak Dodo membalas.

Aku pun tersenyum mendengar kalimat tersebut. Rasanya saat ini, aku adalah orang yang paling bahagia dan paling beruntung. Hidupku bukan hanya penuh warna, bukan juga hanya terasa lebih indah. Tapi... hidup ku terasa sangat sempurna. Bahkan lebih dari sempurna.

*****

Aku gak tahu, sampai kapan hubungan kami akan mampu bertahan. Karena biar bagaimana pun, pak Dodo jelas sudah menikah dan sudah punya anak. Dia punya tanggungjawab sebagai kepala rumah tangga. Dan aku sendiri, juga punya masa depan.

Tapi aku enggan memikirkan hal tersebut saat ini. Aku tak mau memikirkannya. Aku hanya ingin menikmati setiap keindahan yang aku rasakan bersama pak Dodo. Aku tak ingin kebahagiaan ku memudar, hanya karena terlalu memikirkan sesuatu yang belum tentu terjadi.

Yang pasti saat ini, aku hanya ingin menghabiskan waktu ku untuk mencintai pak Dodo dan menyayanginya dengan sepenuh hati, serta memberikan segala yang terbaik untuknya.

Kalau pun nanti suatu saat, kami harus berpisah, entah karena apa, setidaknya aku pernah merasakan bahagia yang utuh. Aku pernah merasakan hidup bersama orang yang aku cintai dan juga mencintaiku.

Mungkin hal ini tidaklah akan mudah. Karena memang tidak ada kemudahan dalam sebuah hubungan. Apa lagi hubungan seperti kami ini.

Tapi, apapun itu, selagi kita masih punya waktu, bukankah sudah seharusnya kita menikmati hidup ini dengan cara yang kita inginkan? Meski pun cara itu bertentangan dengan pendapat orang lain.

Karena hidup ini adalah pilihan. Dan aku memilih untuk tetap mencintai pak Dodo, meski pun ia hanya seorang penjual sosis, dan juga sudah punya istri dan anak.

Tapi pak Dodo sungguh sangat spesial bagi ku...

*****

Kisah lainnya :

Sosis pak Dodo (part 1) 

Gelandangan kekar (part 3) 

Gelandangan kekar (part 2)

Gelandangan kekar (part 1) 

Istri ku jadi TKW, aku jadi begini (part 2)

Istri ku jadi TKW, aku jadi begini (part 1)

Nasib cinta penjual nasi goreng (part 3)

Nasib cinta penjual nasi goreng (part 2)

Nasib cinta penjual nasi goreng (part 1)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita gay : Sang duda tetangga baruku yang kekar

 Namanya mas Dodi, ia tetangga baruku. Baru beberapa bulan yang lalu ia pindah kesini. Saya sering bertemu mas Dodi, terutama saat belanja sayur-sayuran di pagi hari. Mas Dodi cukup menyita perhatianku. Wajahnya tidak terlalu tampan, namun tubuhnya padat berisi. Bukan gendut tapi lebih berotot. Kami sering belanja sayuran bersama, tentu saja dengan beberapa orang ibu-ibu di kompleks tersebut. Para ibu-ibu tersebut serring kepo terhadap mas Dodi. Mas Dodi selalu menjawab setiap pertanyaan dari ibu-ibu tersebut, dengan sekedarnya. Saya dan mas Dodi sudah sering ngobrol. Dari mas Dodi akhirnya saya tahu, kalau ia seorang duda. Punya dua anak. Anak pertamanya seorang perempuan, sudah berusia 10 tahun lebih. Anak keduanya seorang laki-laki, baru berumur sekitar 6 tahun. Istri mas Dodi meninggal sekitar setahun yang lalu. Mas Dodi sebenarnya pindah kesini, hanya untuk mencoba melupakan segala kenangannya dengan sang istri. "jika saya terus tinggal di rumah kami yang lama, rasanya terla

Adik Iparku ternyata seorang gay (Part 1)

Aku sudah menikah. Sudah punya anak perempuan, berumur 3 tahun. Usia ku sendiri sudah hampir 31 tahun. Pernikahan ku baik-baik saja, bahkan cukup bahagia. Meski kami masih tinggal satu atap dengan mertua. Karena aku sendiri belum memiliki rumah. Lagi pula, rumah mertua ku cukup besar. Aku tinggal dengan istri, anak dan kedua mertua ku, serta adik ipar laki-laki yang baru berusia 21 tahun.   Aku bekerja di sebuah perusahaan kecil di kota ini, sebagai seorang karyawan swasta. Gaji ku lumayanlah, cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga kecil kami. Mertua ku sendiri seorang pedagang yang cukup sukses. Dan istri ku tidak ku perbolehkan bekerja. Cukuplah ia menjaga anak dan mengurus segala keperluan keluarga. Aku seorang laki-laki normal. Aku pernah dengar tentang gay, melalui media-media sosial. Tapi tak pernah terpikir oleh ku, kalau aku akan mengalaminya sendiri. Bagaimana mungkin seorang laki-laki bisa merasakan kenikmatan dengan laki-laki juga? Aku bertanya-tanya sendiri mendengar ka

Cerita gay : Nasib cinta seorang kuli bangunan

Namaku Ken (sebut saja begitu). Sekarang usiaku sudah hampir 30 tahun. Aku akan bercerita tentang pengalamanku, menjalin hubungan dengan sesama jenis. Kisah ini terjadi beberapa tahun silam. Saat itu aku masih berusia 24 tahun. Aku bekerja sebagai kuli bangunan, bahkan hingga sekarang. Aku kerja ikut mang Rohim, sudah bertahun-tahun. Sudah bertahun-tahun juga, aku meninggalkan kampung halamanku. Orangtuaku hanyalah petani biasa di kampung. Kehidupan kami memang terbilang cukup miskin. Karena itu, aku hanya bisa sekolah hingga SMP. Setelah lulus dari SMP, aku mulai bekerja serabutan di kampung. Hingga akhirnya aku bertemu dengan mang Rohim, seorang laki-laki paroh baya, yang sudah sangat berpengalaman di bidang pertukangan. Aku ikut mang Rohim merantua ke kota dan ikut bekerja dengannya sebagai kuli bangunan. Sebagai seseorang yang memiliki kehidupan ekonomi yang pas-pasan, aku memang belumm pernah pacaran, sampai saat itu. Apa lagi sejak aku ikut mang Rohim bekerja. Tempat kerja kami y

Iklan google