Ini adalah sebuah kisah nyata yang aku alami sendiri. Sebuah kisah yang sebenarnya memang aku inginkan terjadi. Kisah yang terkesan sedikit aku rencanakan.
Kisah ini baru saja terjadi, tepatnya sekitar beberapa bulan yang lalu.
Namun sebelum kisah ini aku ceritakan secara terperinci, ada baiknya aku terlebih dahulu memperkenalkan diriku.
Namaku Raja, sebut saja begitu, bukan raja dalam arti yang sebenarnya. Hanya Raja. Aku tak tahu pasti, kenapa orangtua ku dulu memberi aku nama Raja. Mungkin mereka berharap suatu saat nanti aku bisa menjadi raja.
Namun terlepas dari siapa pun nama ku, itu tidaklah terlalu penting. Karena bagi ku, nama hanyalah sebuah pembeda antara kita dengan orang lain. Supaya orang lebih gampang mengenali dan memanggil kita. Itu saja.
Aku anak kedua dari dua bersaudara. Kakak ku perempuan, hanya beda tiga tahun dari ku. Saat ini aku sudah berusia 21 tahun lebih. Dan aku masih kuliah.
Papa ku seorang pengusaha yang cukup sukses, sementara mama ku adalah seorang dosen.
Aku tahu aku berbeda, terutama sejak aku mulai jatuh cinta pada teman SMP ku dulu. Meski itu hanya sebuah cinta monyet, dan hanya lah cinta yang terpendam. Tapi aku selalu mengingat hal itu, karena itu adalah pertama kalinya aku merasakan jatuh cinta, pada seorang laki-laki.
Saat SMA, aku pernah pacaran dengan laki-laki yang lima tahun lebih tua dariku. Aku mengenalnya melalui sebuah aplikasi kencan khusus laki-laki seperti ku. Kami pacaran hampir dua tahun lamanya. Sebelum akhirnya kami putus, karena pacarku lebih memilih untuk berpacaran dengan laki-laki yang sebaya dengannya.
Saat awal kuliah, aku kembali pacaran dengan salah seorang teman kampus ku. Beda jenjang. Tapi hanya beda dua tahun usia kami. Sayangnya, hubungan kami hanya mampu bertahan seumur jagung. Ternyata pacarku tersebut, adalah cowok yang suka gonta-ganti pasangan.
Kemudian aku pacaran lagi, kali ini dengan laki-laki yang sudah beristri dan juga sudah punya anak. Tapi sekali lagi, hubungan itu hanya bertahan tiga bulan. Karena pada akhirnya laki-laki tersebut, lebih memilih untuk mempertahankan rumah tangganya.
Beberapa kali jatuh cinta kemudian patah hati, membuat aku tidak percaya lagi yang namanya cinta. Terutama di dunia yang aku jalani. Ternyata tidak ada yang namanya cinta sejati. Semua hanyalah atas dasar kesenangan sesaat saja. Setelah mereka merasa puas dengan ku, aku pun di campakkan begitu saja, dengan berbagai alasan.
Sejak saat itu, aku tidak ingin lagi jatuh cinta. Terutama kepada laki-laki. Setidaknya untuk saat ini. Tapi sebagai seorang gay, aku juga punya keinginan. Aku juga ingin merasakan keh4ng*tn dari seorang laki-laki.
Karena itu, aku sering memb*oking laki-laki b4yaran, hanya untuk menemani ku satu malam saja. Aku bayar mereka, hanya untuk melepaskan segala h4sr*t ku. Mereka butuh uang, aku butuh k*pu4san dari mereka.
Dan begitulah kehidupan yang aku jalani hingga saat ini.
****
Aku tinggal bersama orangtua ku di sebuah kawasan perumahan yang cukup elit. Aku lebih sering sendirian di rumah. Meski ada beberapa orang pembantu yang bekerja di rumah kami.
Di perumahan tempat aku tinggal tersebut, banyak para pedagang keliling yang menjajakan dagangannya di perumahan tersebut. Mulai dari penjual sayur, penjual kue, penjual bakso hingga penjual buah-buahan.
Dari semua pedagang-pedagang tersebut, hampir aku kenal semuanya. Terutama bang Ujang, abang penjual buah langganan ku. Aku sudah menjadi langganannya sejak aku masih SMA. Karena memang suka makan buah-buahan.
Sebenarnya lebih tepatnya, aku suka melihat bang Ujang. Karena kalau hanya untuk sekedar makan buah, mama selalu punya stok buah di lemari makanan. Tapi karena aku suka melihat dan ngobrol sama bang Ujang, aku lebih memilih membeli buah padanya.
Setelah bertahun-tahun menjadi langganannya, aku dan bang Ujang sudah cukup dekat. Aku tahu bang Ujang sudah menikah dan sudah punya dua anak. Usianya juga sudah hampir 40 tahun saat ini.
Bertahun-tahun aku hanya bisa mengagumi sosok bang Ujang. Orangnya ramah dan murah senyum. Senyum manis dan terlihat tulus. Wajahnya tampan, dengan tatapannya yang tajam. Rahangnya kokoh. Tubuhnya cukup atletis, meski sekarang ia terlihat sedikit buncit. Tapi hal itu tidak membuat pesona bang Ujang memudar di mata ku.
Aku tahu bang Ujang laki-laki normal. Karena itu, aku tidak pernah berani berharap lebih padanya. Meski bang Ujang selalu bersikap baik padaku. Tapi itu semua ia lakukan, hanya karena aku selalu membeli buah padanya. Ia juga bersikap sama pada semua pelanggannya.
Hingga pada suatu hari, aku melihat bang Ujang sedikit murung. Tak seperti biasanya. Ia melayani pembeli terlihat agak sedikit malas-malasan.
"bang Ujang kenapa?" tanyaku ramah.
"gak kenapa-kenapa?" balasnya terdengar acuh. Benar-benar tidak seperti biasanya.
"bang Ujang sakit?" tanyaku lagi penuh perhatian.
"saya gak kenapa-kenapa dek Raja.." balas bang Ujang, ia terlihat berusaha untuk tersenyum.
"saya kenal bang Ujang sudah bertahun-tahun. Tak biasanya bang Ujang terlihat murung seperti sekarang ini. Ada apa? Bang Ujang cerita aja sama saya.." ucapku bersikeras.
Untuk sesaat, terlihat bang Ujang menarik napas beberapa kali. Kemudian ia menghempaskan dengan berat.
"sebenarnya saat ini saya lagi bingung, dek Raja." ucapnya akhirnya.
"bingung kenapa?" tanyaku spontan.
"besok pagi anak sulung saya sudah mulai masuk SMP, tapi saya belum dapat uang untuk melunasi biaya pendaftarannya. Kata pihak sekolah, jika uang pendaftarannya tidak di lunasi, si sulung belum boleh masuk sekolah dulu." jelas bang Ujang.
"oh gitu.." balasku cepat, "emangnya sisa berapa lagi uang pendaftarannya?" tanyaku melanjutkan.
"masih 700 ribu lagi sih. Tadi saya udah coba cari pinjaman, tapi belum dapat.." balas bang Ujang.
"saya bisa kasih bang Ujang uang sebanyak itu, gratis, tanpa hutang. Tapi ada syarat dan ketentuannya." ucapku tiba-tiba. Kebiasaan ku membayar laki-laki, muncul secara tiba-tiba saat itu.
"apa syaratnya?" tanya bang Ujang terlihat antusias.
"tapi bang Ujang harus janji dulu, untuk tidak menceritakan hal ini kepada siapa pun." ucapku kemudian.
"iya, saya janji.." balas bang Ujang terlihat yakin. Namanya juga orang lagi butuh uang, pasti akan bertindak seperti itu.
"hmmm... saya ragu sebenarnya untuk mengatakan hal ini. Tapi karena saya sudah lama memendam hal tersebut, mungkin memang sudah saatnya bang Ujang tahu.." ucapku pelan.
"apa?" tanya bang Ujang, kali ini ia terlihat lebih penasaran.
"sebenarnya... sebenarnya.. sudah lama saya suka sama bang Ujang. Saya sangat mengagumi sosok bang Ujang yang ramah, tampan dan juga gagah..." balasku sedikit bergetar.
"maksud kamu?" bang Ujang bertanya lagi.
"maksud saya... ya itu... saya suka sama bang Ujang, saya mungkin juga telah jatuh cinta sama bang Ujang, dan sudah bertahun-tahun saya memendam perasaan tersebut. Sudah bertahun-tahun saya memendam keinginan untuk bisa memiliki bang Ujang.."
"saya tahu, kalau saya tidak akan pernah bisa memiliki bang Ujang seutuhnya. Biar bagaimana pun, bang Ujang adalah laki-laki normal dan juga sudah menikah. Tapi saya hanya ingin bisa merasakan hal tersebut, satu kali saja bersama bang Ujang.."
"dan mungkin inilah saatnya, untuk saya bisa memiliki bang Ujang walau hanya untuk beberapa saat. Dan saya bersedia membayar bang Ujang berapa saja, asalkan bang Ujang mau memenuhi keinginan saya tersebut. Hanya sekali ini saja, kok..." jelasku cukup panjang lebar.
Bang Ujang terdiam. Mematung. Ia menatapku penuh tanya. Heran dan seperti tak percaya.
"kamu yakin, mau memberi saya uang sebanyak yang saya butuhkan tersebut?" tanyanya akhirnya.
"iya saya yakin, tapi ya... itu tadi, abang mau gak?" balasku sedikit bertanya.
"kalau memang itu cara saya satu-satunya untuk mendapatkan uang hari ini, saya mau-mau aja.. selama hal itu tidak merugikan saya.." ucap bang Ujang selanjutnya.
"oke... kalau begitu, kita ke rumah ku sekarang." ucapku penuh semangat. Merasa menang.
"emangnya papa mama dek Raja gak ada di rumah sekarang?" tanya bang Ujang.
"kalau siang-siang gini gak ada siapa-siapa di rumah, bang. Kecuali pembantu kami. Tapi gak usah khawatir tentang mereka, mereka gak bakal berani masuk ke kamar saya tanpa izin dari saya.." jelasku meyakinkan.
"lalu motor ku taruh dimana?" tanya bang Ujang lagi.
"nanti taruh aja di garasi mobil, di samping mobil saya. Sama sekalian buahnya saya borong, biar mengurangi beban bang Ujang. Nanti buahnya saya kasihkan aja sama pembantu-pembantu saya di rumah.." ucapku sedikit menjelaskan.
"baiklah dek Raja. Terima kasih sebelumnya, karena sudah mau membantu saya.." balas bang Ujang.
"saya yang harusnya terima kasih sama bang Ujang, karena udah mau memenuhi keinginan saya yang sudah lama sekali saya pendam ini." ucapku membalas.
Lalu kemudian, aku dan bang Ujang pun segera menuju rumah ku, yang memang berada tidak terlalu jauh dari tempat kami mengobrol tersebut. Sambil aku membantu bang Ujang memasukkan buah-buah dagangan bang Ujang yang masih tersisa tersebut, ke dalam kantong plastik, untuk aku serahkan kepada pembantu ku.
*****
Di dalam kamar, aku sengaja menghidupkan AC agak lebih tinggi dari biasanya. Karena selain cuaca siang itu cukup panas, aku juga yakin, kalau nanti pasti akan lebih gerah lagi.
"dek Raja yakin nih, mau melakukan hal ini dengan saya?" tiba-tiba bang Ujang bertanya demikian ketika kami sudah berada di dalam kamar ku.
"seharusnya saya yang bertanya sama bang Ujang. Bang Ujang yakin gak?" ucapku balas bertanya.
"yah.. terserah dek Raja saja, kalau saya memang di bayar, saya akan mencobanya. Tapi saya... tidak tahu bagaimana harus memulainya.." balas bang Ujang.
"kalau soal itu, bang Ujang gak perlu khawatir, nanti juga pasti bang Ujang akan terbiasa, kok." balasku pelan.
"oke... kalau begitu kita mulai sekarang aja ya, dek Raja. Biar saya bisa cepat pulang dan bisa langsung bayar uang pendaftaran sekolah si sulung hari ini juga." ucap bang Ujang akhirnya.
Lalu aku pun memberanikan diri untuk memulainya. Membawa bang Ujang dalam singgasana cinta ku yang indah. Mimpi ku tentang bang Ujang selama ini, akhirnya bisa aku wujudkan hari itu.
Meski pun bagiku, ini bukan pertama kalinya aku melakukan hal tersebut. Tapi ini pertama kalinya bagiku, melakukannya dengan seorang laki-laki normal, sudah menikah dan juga sudah punya anak.
Setiap orang punya kesan tersendiri dalam hidupku. Namun dari sekian banyak laki-laki yang pernah bersama ku, hanya bang Ujang yang bisa memberi aku kesan yang teramat indah. Bahkan sangat indah.
****
Begitulah kisah nyata yang pernah aku alami bersama bang Ujang, penjual buah langganan ku. Mungkin terdengar klise dan mengada-ada, tapi begitulah kenyataannya yang terjadi.
Mungkin juga itu semua terdengar sangat mudah. Segampang itukah aku mendapatkan bang Ujang? Meski hanya untuk beberapa saat?
Tidak! Sebenarnya tidak segampang itu. Butuh waktu bertahun-tahun bagiku, untuk mengumpulkan semua keberanian ku, untuk bisa mengungkapkannya.
Mungkin aku hanya beruntung. Karena kebetulan, setelah bertahun-tahun, tiba-tiba saja aku punya kesempatan yang sangat besar, untuk bisa memanfaatkan kekurangan bang Ujang. Yaitu uang.
Uang mungkin tidak bisa membeli segalanya. Uang juga tidak bisa membeli kebahagiaan. Tapi.. uang bisa membeli harga diri manusia. Uang bisa membuat orang tunduk, dan menuruti semua keinginan kita.
Tapi aku tidak ingin memanfaatkan bang Ujang lebih lama lagi, meski aku masih punya kesempatan. Aku yakin, jika aku terus menawarkannya uang, mungkin bang Ujang akan bersedia lagi memenuhi keinginanku kapan pun aku membutuhkannya.
Namun aku tidak ingin melakukan hal tersebut. Bukan karena aku sudah tidak menyukai bang Ujang. Tapi aku tahu persis, bagaimana semua itu akan berakhir, jika aku tetap nekat untuk terus melanjutkannya.
Lagi pula, aku juga tidak mau kehidupan rumah tangga bang Ujang hancur, hanya karena aku memanfaatkanya. Aku tidak mau bang Ujang akan terikat dengan ku. Berdasarkan pengalaman ku selama ini, hubungan seperti itu akan selalu berakhir dengan sangat menyakitkan, terutama bagi ku.
Aku akan belajar untuk melupakan bang Ujang, dan mencoba mencari laki-laki lain, yang mungkin saja bisa menjadi kekasih ku untuk selamanya. Bukan hanya untuk sesaat.
Semoga saja aku bisa menemukan cinta sejati dalam hidup ku.
Ya.. semoga saja..
****
Komentar
Posting Komentar
Terima kasih