Langsung ke konten utama

Adsense

Paman Istri ku (part 4)

"minggu ini kita weekend di kampung nenek, ya.." ucapku pada istri ku pada suatu hari.

"tumben, mas ngajak weekend ke kampung nenek, biasanya saya ajak gak pernah mau..." balas istri ku sedikit heran.

"saya kangen sama nenek.." balasku asal. Padahal aku justru ingin bertemu dengan pakde Rohim.

"kangen sama nenek atau sama pakde Rohim?" tanya istri ku, seakan bisa membaca pikiranku.

"ya.. sama nenek lah.." balasku sedikit ketus.

"tapi kan mas dekatnya sama pakde Rohim bukan sama nenek.." ucap istri ku kemudian.

"iya sih... tapi intinya saya kangen suasana desa tersebut. Disana terasa nyaman..." balasku sedikit membela diri.

"ya udah... terserah mas aja... asalkan nanti disana jangan buru-buru minta pulang lagi ya..." ucap istri ku, yang membuat ku jadi teringat kejadian pada waktu kami pergi liburan pertama kalinya ke kampung nenek.

Waktu itu aku jadi buru-buru ingin pulang karena ingin menghindari pakde Rohim. Tapi sekarang, aku justru ingin kesana lagi, hanya untuk bisa bertemu pakde Rohim lagi.

"tapi jangan kasih tahu nenek dulu ya... Kita bikin kejutan aja buat mereka .." ucapku kemudian.

"oke.." balas istri ku singkat.

****

Sabtu pagi, setelah mandi dan sarapan, aku dan istri ku dan juga anak ku yang masih berusia satu tahun lebih tersebut, segera berangkat menuju kampung nenek, dengan menggunakan mobil kami.

Sesampai disana, tentu saja kehadiran kami disambut dengan gembira oleh nenek dan pakde Rohim. Beberapa kali aku dan pakde Rohim bersirobok pandang. Aku bisa melihat tatapan keheranan di mata pakde Rohim.

Mungkin dia heran, kenapa aku tiba-tiba muncul di tempatnya. Padahal kami udah sepakat untuk tidak akan pernah bertemu lagi, setelah kejadian di hotel tersebut.

"berapa hari kalian akan disini?"tanya nenek.

"hanya satu hari, nek. Besok sore kami udah kembali lagi ke kota.." istri ku yang menjawab.

"oohh... ya  udah, sekarang kalian istirahat aja dulu, nanti nenek masakin masakan kesukaan kamu ya..." ucap nenek pada istri ku.

Lalu kemudian istri ku dan nenek membawa anak kami ke dalam kamar untuk beristirahat. Sementara aku dan pakde Rohim saling mematung di ruang tengah.

"kita ke sawah yuk, pakde.." ajak ku akhirnya setelah cukup lama kami hanya saling terdiam.

"oke..." jawab pakde Rohim sambil mengangguk setuju.

Lalu dengan hampir bersamaan, kami pun segera berdiri dan mulai melangkah keluar rumah untuk menuju sawah pakde Rohim, yang berada di ujung kampung.

Selama di perjalanan, aku dan pakde Rohim hampir tak berbicara sepatah kata pun. Tiba-tiba kami kehilangan keakraban kami selama ini. Perasaan ku sendiri pun menjadi tak karuan. Aku benar-benar tidak tahu harus berbicara apa pada pakde Rohim saat ini.

Sesampai di sana, kami pun duduk saling berdampingan di pondok yang berada di tengah-tengah sawah tersebut. Beberapa orang petani masih terlihat bekerja di sawah tersebut. Tapi kemudian pakde Rohim pun segera menyuruh mereka untuk pulang.

Berada berdua bersama pakde Rohim di sawah nan luas dan sepi tersebut, kembali membuatku jadi tak karuan. Dada semakin berdebar-debar hebat. Tapi aku juga merasa nyaman berada disana.

"kenapa kamu tiba-tiba muncul disini?" tanya pakde Rohim memulai pembicaraan.

"pakde sudah pasti tahu jawabannya.." balasku misterius.

"apa?" tanyanya tak yakin.

"aku... aku ... kangen sama pakde.." balasku terbata.

"bukannya kamu jijik sama saya.." ucap pakde Rohim tajam.

"itu sebelum pakde memberi saya kesan yang indah.." balasku.

"maksud kamu?" pakde Rohim bertanya lagi.

"terus terang, sejak kejadian di hotel tersebut, aku jadi semakin sering memikirkan pakde. Segala perhatian dan kasih sayang yang pakde berikan padaku waktu itu, telah mampu meluluhkan ego ku. Aku dapat merasakan betapa tulusnya semua yang pakde lakukan padaku.." ucapku membalas.

"lalu sekarang gimana?" tanya pakde Rohim kembali.

"sekarang.. aku hanya ingin jujur sama pakde. Aku ingin pakde tahu, kalau aku telah jatuh cinta sama pakde.. Aku ... aku .. ingin kita menjalin hubungan yang lebih.. Seperti yang pakde tawarkan padaku waktu itu.." balasku lagi.

"kamu yakin?" tanya pakde Rohim.

"saya yakin, pakde... saya sudah memikirkan hal ini selama berhari-hari.." balasku yakin.

"ya udah... berarti mulai sekarang.. kita pacaran?" ucap pakde Rohim sedikit bertanya.

"iya, pakde.." balasku pelan, "tapi... pakde kan tahu bagaimana status saya saat ini, jadi kita harus tetap hati-hati.." lanjut ku.

"kalau soal itu, kamu tenang aja.. gak bakal ada yang akan curiga dengan kedekatan kita.." balas pakde Rohim terdengar cukup yakin.

Lalu untuk beberapa saat kami pun hanya saling terdiam. Hanya mata kami yang saling tatap, penuh arti. Tiba-tiba saja pakde Rohim terlihat sangat tampan di mata ku. Aku semakin mengagumi sosoknya.

Spontan aku meraih jemari pakde Rohim, kemudian menggenggamnya erat.

"aku sayang sama pakde.." ucapku pelan.

"aku juga sayang sama kamu, Antonio...." balas pakde Rohim penuh perasaan.

Lalu dengan perlahan wajah kami pun kian saling mendekat.

"yakin kita akan melakukannya disini?" tanyaku tiba-tiba, sesaat sebelum wajah kami benar-benar tidak berjarak.

"iya.." balas pakde Rohim ringan. " udah.. kamu tenang aja... disini aman, kok. Gak bakal ada orang yang akan datang kesini.." lanjutnya berusaha meyakinkan ku.

"jadi ceritanya kita outdoor nih?" tanya ku sedikit menggodanya.

"iya.. lebih baik disini, dari pada di rumah.. lebih bahaya lagi kan?" balas pakde Rohim.

Aku pun mengangguk setuju.

Dan begitulah, dengan disaksikan padi-padi yang mulai menguning di tengah-tengah sawah tersebut, dan diiringi semilir angin sepoi-sepoi nan menyejukkan, kami pun memulai sebuah pendakian.

Sebuah pendakian yang terjal untuk menuju puncak tertinggi. Yang menyatukan dua hati yang telah saling jatuh cinta. Kami merasa saling terikat, dan tak ingin saling melepaskan. Dan aku merasa sangat bahagia dengan semua itu. Semuanya terasa sangat indah. Benar-benar indah.

****

Dan begitulah awal mula hubunganku dan pakde Rohim terjalin. Semakin lama kami semakin terlena dengan hubungan tersebut. Hampir setiap minggu, pakde Rohim datang ke kota untuk bertemu dengan ku. Kami selalu punya tempat untuk saling melepas rindu.

Hal itu terus terjadi selama berbulan-bulan, hingga hampir dua tahun. Bahkan saat libur akhir tahun, dan juga libur lebaran, aku selalu mengajak istri ku untuk berliburan dikampung pakde Rohim. Kami lebih banyak menghabiskan waktu berdua, pada saat-saat liburan seperti itu.

Hingga pada suatu ketika, saat itu sudah lebih dari dua tahun hubungan kami berjalan dengan indah.

"saya harus segera menikah, Ton.." ucap pakde Rohim, saat kami bertemu di sebuah hotel.

"menikah?" tanya ku tercekat.

"iya.. ibu ku ingin aku segera menikah. Itu adalah permintaan terakhirnya. Dan aku sudah tidak punya alasan lagi untuk menolak.." balas pakde Rohim pelan.

"lalu pakde akan menikah dengan siapa?" tanyaku ingin tahu.

"seorang perempuan pilihan ibu ku. Dia gadis dari kampung sebelah. Sudah cukup berumur. Tapi masih cukup muda jika dibandingkan dengan umur ku saat ini.." balas pakde Rohim menjelaskan.

"lalu bagaimana dengan hubungan kita?" tanyaku lagi.

"semua terserah kamu, Ton. Aku gak bisa memaksa kamu untuk tetap bersama ku. Apa lagi jika aku sudah menikah nantinya. Tapi jika kamu tetap ingin bersama ku, seperti apa pun keadaannya, aku juga siap untuk hal tersebut.." balas pakde Rohim.

"sebenarnya aku tidak masalah kalau pakde akan menikah, karena memang begitulah seharusnya. Apa lagi sejak awal hubungan kita, aku juga sudah menikah dan punya anak. Aku juga gak mau dianggap sebagai laki-laki egois, jika aku bersikeras untuk melarang pakde menikah. Sementara aku sendiri juga sudah menikah.."

"tapi... rasanya hubungan kita akan semakin sulit, jika pakde sudah menikah nantinya. Pasti kita akan semakin jarang bertemu. Akan semakin banyak hati yang harus kita jaga. Kita juga tidak mungkin selamanya akan aman menjalani semua itu."

"jadi aku pikir, kalau pakde memang harus menikah, mungkin akan lebih baik, jika kita sudahi saja semuanya. Kita akhiri saja hubungan kita ini, sebelum semuanya jadi semakin terlambat. Karena dari awal, kita juga sama-sama tahu, kalau hubungan kita adalah sebuah kesalahan.." ucapku panjang lebar.

"jika menurutmu itu adalah yang terbaik. Aku akan coba untuk ikhlas melepaskanmu, Ton. Mungkin memang sudah saatnya hubungan harus berakhir. Seperti kata mu tadi, hubungan kita adalah sebuah kesalahan. Dan kita tidak mungkin selamanya hidup dalam kesalahan tersebut, meski kita saling mencintai.." balas pakde Rohim terdengar lirih.

"jujur saja, sampai saat ini, aku masih sangat mencintai pakde, tapi... sepertinya realita tidak mungkin lagi bisa kita lawan. Sudah saatnya kita harus bertindak lebih dewasa lagi. Kita harus merelakan hati kita terluka, demi membahagiakan orang-orang yang menyayangi kita.." ucapku kemudian.

Lalu aku dan pakde Rohim pun saling tatap, saling tersenyum kecut. Mencoba saling memahami perihnya luka yang sama-sama kami rasakan saat ini.

****

Begitulah, aku dan pakde Rohim akhirnya sepakat untuk saling merelakan, mengikhlaskan dan sama-sama belajar untuk saling membunuh perasaaan masing-masing.

Tidak mudah memang, tapi kami harus mencobanya. Memupus perasaan cinta kepada orang yang paling kita cintai, adalah hal tersulit dalam hidup ini. Tapi... kami harus melakukannya. Demi kebahagiaan orang-orang di sekeliling kami.

Pakde Rohim akhirnya menikah, diiringi sorak gembira para keluarga. Mereka memang sudah sangat lama menginginkan pakde Rohim menikah. Dan kini mereka semua bisa menyaksikan hal tersebut. Terutama nenek. Di usianya yang sudah sangat tua, beliau akhirnya bisa menyaksikan pernikahan anak bungsunya.

Tapi entah mengapa hati ku terasa sakit menyadari hal tersebut. Aku masih belum bisa rela melepaskan pakde Rohim bersama orang lain. Hatiku merasa hancur. Aku kecewa.

Tak akan mudah bagiku, untuk melupakan semua kenangan indah ku bersama pakde Rohim. Semuanya terlalu indah. Aku tak akan pernag mampu untuk melupakannya. Dan aku yakin, hal itu juga yang pakde Rohim rasakan.

Tapi sekali lagi, kami harus bisa untuk saling mengikhlaskan. Dan aku menanamkan dalam hatiku, bahwa pakde Rohim adalah hal terindah yang pernah terjadi dalam perjalanan hidupku.

Semoga saja aku bisa mengikhlaskannya. Semoga saja, aku bisa menganggapnya hanya sabagai paman dari istri ku.

Yah... semoga saja..

****

Kisah lainnya :

Paman istri ku (part 3)

Paman istri ku (part 2)

Paman istri ku (part 1) 

Sosis pak Dodo (part 2) 

Sosis pak Dodo (part 1) 

Gelandangan kekar (part 3) 

Gelandangan kekar (part 2)

Gelandangan kekar (part 1)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita gay : Sang duda tetangga baruku yang kekar

 Namanya mas Dodi, ia tetangga baruku. Baru beberapa bulan yang lalu ia pindah kesini. Saya sering bertemu mas Dodi, terutama saat belanja sayur-sayuran di pagi hari. Mas Dodi cukup menyita perhatianku. Wajahnya tidak terlalu tampan, namun tubuhnya padat berisi. Bukan gendut tapi lebih berotot. Kami sering belanja sayuran bersama, tentu saja dengan beberapa orang ibu-ibu di kompleks tersebut. Para ibu-ibu tersebut serring kepo terhadap mas Dodi. Mas Dodi selalu menjawab setiap pertanyaan dari ibu-ibu tersebut, dengan sekedarnya. Saya dan mas Dodi sudah sering ngobrol. Dari mas Dodi akhirnya saya tahu, kalau ia seorang duda. Punya dua anak. Anak pertamanya seorang perempuan, sudah berusia 10 tahun lebih. Anak keduanya seorang laki-laki, baru berumur sekitar 6 tahun. Istri mas Dodi meninggal sekitar setahun yang lalu. Mas Dodi sebenarnya pindah kesini, hanya untuk mencoba melupakan segala kenangannya dengan sang istri. "jika saya terus tinggal di rumah kami yang lama, rasanya terla

Adik Iparku ternyata seorang gay (Part 1)

Aku sudah menikah. Sudah punya anak perempuan, berumur 3 tahun. Usia ku sendiri sudah hampir 31 tahun. Pernikahan ku baik-baik saja, bahkan cukup bahagia. Meski kami masih tinggal satu atap dengan mertua. Karena aku sendiri belum memiliki rumah. Lagi pula, rumah mertua ku cukup besar. Aku tinggal dengan istri, anak dan kedua mertua ku, serta adik ipar laki-laki yang baru berusia 21 tahun.   Aku bekerja di sebuah perusahaan kecil di kota ini, sebagai seorang karyawan swasta. Gaji ku lumayanlah, cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga kecil kami. Mertua ku sendiri seorang pedagang yang cukup sukses. Dan istri ku tidak ku perbolehkan bekerja. Cukuplah ia menjaga anak dan mengurus segala keperluan keluarga. Aku seorang laki-laki normal. Aku pernah dengar tentang gay, melalui media-media sosial. Tapi tak pernah terpikir oleh ku, kalau aku akan mengalaminya sendiri. Bagaimana mungkin seorang laki-laki bisa merasakan kenikmatan dengan laki-laki juga? Aku bertanya-tanya sendiri mendengar ka

Cerita gay : Nasib cinta seorang kuli bangunan

Namaku Ken (sebut saja begitu). Sekarang usiaku sudah hampir 30 tahun. Aku akan bercerita tentang pengalamanku, menjalin hubungan dengan sesama jenis. Kisah ini terjadi beberapa tahun silam. Saat itu aku masih berusia 24 tahun. Aku bekerja sebagai kuli bangunan, bahkan hingga sekarang. Aku kerja ikut mang Rohim, sudah bertahun-tahun. Sudah bertahun-tahun juga, aku meninggalkan kampung halamanku. Orangtuaku hanyalah petani biasa di kampung. Kehidupan kami memang terbilang cukup miskin. Karena itu, aku hanya bisa sekolah hingga SMP. Setelah lulus dari SMP, aku mulai bekerja serabutan di kampung. Hingga akhirnya aku bertemu dengan mang Rohim, seorang laki-laki paroh baya, yang sudah sangat berpengalaman di bidang pertukangan. Aku ikut mang Rohim merantua ke kota dan ikut bekerja dengannya sebagai kuli bangunan. Sebagai seseorang yang memiliki kehidupan ekonomi yang pas-pasan, aku memang belumm pernah pacaran, sampai saat itu. Apa lagi sejak aku ikut mang Rohim bekerja. Tempat kerja kami y

Iklan google