"jadi gimana, bang Zul?" tanya Aby, saat akhirnya kami kembali ngobrol berdua.
"gimana apanya?" tanyaku balik, berlagak pikun.
"tawaran saya diterima atau ditolak?" Aby memperjelas pertanyaannya.
Aku terdiam sesaat. Mencoba memikirkan jawaban yang tepat atas pertanyaan Aby tersebut. Aku juga tidak ingin menyinggung perasaan Aby. Biar bagaimana pun, selama ini Aby sudah cukup baik padaku. Ia sudah sangat banyak membantu ku selama ini.
"Aby... kamu tahu, kan, kalau aku ini laki-laki normal. Aku sudah pernah menikah dan bahkan juga sudah punya anak. Jadi gak mudah bagi saya, menerima kehadiran orang baru dalam hidup saya. Apa lagi kamu itu juga laki-laki. Ini masih terasa aneh bagi saya.." ucapku akhirnya.
"iya... saya ngerti, bang. Saya juga gak bakal maksa, kok. Tapi jika abang memang butuh tempat untuk meluahkan segala kesepian abang selama ini, saya akan selalu ada buat abang. Karena saya benar-benar telah jatuh cinta pada bang Zul." balas Aby cukup blak-blakan.
Aku menatap Aby sesaat. Mata kami saling beradu pandang selama beberapa detik. Aku melihat sebuah ketulusan dari mata itu. Mata yang tidak mengkhianati hati.
"apa yang membuat kamu mencintai saya?" tanyaku kemudian, sekedar meyakinkan diri ku sendiri.
"abang sempurna di mata saya. Abang tampan, abang juga kekar dan gagah. Selain itu abang juga sosok laki-laki yang baik dan sangat bertanggungjawab. Saya sangat mengagumi bang Zul. Saya akan rela melakukan apa saja, untuk bisa mendapatkan cinta bang Zul.." jawab Aby terdengar apa adanya.
Terus terang aku merasa tersentuh mendengar jawaban Aby barusan. Belum pernah sebelumnya ada orang yang terdengar begitu tulus mencintai ku, terutama dari seorang laki-laki.
"lalu apa yang kamu harapkan dari saya Aby? Saya cuma seorang duda dan hanya seorang penjual nasi goreng. Kebahagiaan seperti apa yang kamu harapkan dari seorang laki-laki seperti saya?" aku bertanya kembali, entah untuk tujuan apa.
"kebahagiaan itu bukan cuma dari materi, bang. Saya bisa dekat dan ngobrol sama abang seperti ini aja, sudah merasa sangat bahagia. Apa lagi jika saya bisa memiliki abang seutuhnya." balas Aby penuh perasaan.
Kali ini kutatap wajah Aby cukup lama, mencoba mencari setitik kejujuran pada setiap kalimatnya. Meski pun Aby seorang laki-laki, tapi wajahnya terlihat sangat bersih dan putih. Dia terlihat sangat tampan, dengan hidung yang mancung.
Postur tubuhnya juga terlihat cukup menarik, gagah dan proporsional. Saya yakin, pasti banyak cewek-cewek yang menyukai Aby. Tapi mengapa Aby malah memilih saya? Mengapa ia justru jatuh cinta sama saya?
"maafkan saya, Aby... Saya belum bisa menjawabnya sekarang. Sepertinya saya masih butuh waktu." ucapku akhirnya.
Dan setelah berucap demikian, aku kembali sibuk membenahi peralatan dagangan ku. Jam sudah melewati jam 12 malam, seharusnya sudah dari tadi aku menutup warung ku. Tapi karena Aby masih mengajak aku mengobrol, aku terpaksa menundanya.
Setelah menutup warung dan Aby pun pamit, aku segera masuk ke dalam rumah ku. Ku rebahkan tubuhku yang terasa sangat lelah. Bukan saja tubuhku yang merasa lelah, tapi juga pikiran ku.
Semua pembicaraan ku bersama Aby malam itu, kembali melintas di pikiran ku. Aku benar-benar tidak menyangka, kalau aku akan bertemu laki-laki seperti Aby. Aku mencoba mempertimbangkan tawarannya, tapi hatiku masih belum bisa menerima semua itu.
****
Hari-hari selanjutnya, Aby masih bersikap seperti biasa padaku. Ia masih sering mampir di warungku, dan juga masih sering membantu ku dalam melayani pembeli. Tapi aku masih berusaha untuk tidak terlibat pembicaraan serius dengan Aby.
Perjuang Aby untuk bisa merebut hatiku benar-benar luar biasa. Ia seperti berusaha untuk meyakinkan ku, akan perasaannya padaku. Aby juga memperlakukan anak ku dengan sangat baik.
Hingga pada suatu hari aku sakit. Hanya demam biasa sebenarnya, mungkin juga karena aku kelelahan. Tapi hal itu cukup menghambat aktivitas ku. Aku hanya bisa terbaring lemas di atas dipan di dalam kamar ku.
Saat itulah aku coba menghubungi Aby dan meminta bantuannya, untuk mengurus anak ku dan mengantarkannya ke sekolah. Aku melakukan itu bukan karena aku ingin memanfaatkan Aby. Tapi selain Aby, aku memang tidak punya keluarga lain di kota ini. Aby satu-satunya yang sangat dekat dengan ku saat ini.
Aby tentu saja tidak menolak hal tersebut. Ia mengurusi anak ku dengan baik, membantunya mandi, berpakain dan menyiapkan sarapan kami. Kemudian ia pun mengantarkan anak ku ke sekolah.
Aby bahkan rela tidak masuk kerja hari itu. Setelah mengantar anak ku ke sekolah, ia pun membelikan aku beberapa obat untuk mengobati demam ku. Dia mengompres ku, menyelimuti ku, memberi aku makan, dan memaksa ku untuk minum obat. Dia merawatku dengan sangat baik.
Perlakuan Aby padaku benar-benar terasa tulus, dan penuh perhatian. Meski pun aku tahu, Aby melakukan semua itu, hanya untuk menarik simpati ku. Tapi tetap saja, hal mampu membuat aku merasa luluh. Setulus itukah Aby mencintaiku? bathin ku bertanya.
Saat menjelang sore, aku merasa sudah agak mendingan. Aku mencoba keluar dari rumahku. Dan betapa kagetnya aku, melihat Aby yang sedang sibuk melayani pembeli di warung ku.
Ternyata diam-diam, saat aku tertidur, Aby sudah mempersiapkan dagangannya. Dan ia nekat membuka warung tersebut sendirian. Aku merasa sangat tersentuh. Aby tentu saja tidak ingin warung ku tutup hari itu.
Karena jika sehari saja warung ku tutup, maka pelanggan pasti akan kecewa. Dan yang penting jika warung ku tetap buka, aku tetap bisa menghasilkan uang hari itu.
Oh, Aby. Betapa mulia hati mu. Kamu rela menghabiskan waktu mu, hanya untuk menggantikan posisi ku. Sebesar itukah cinta mu padaku? Padahal aku bukanlah siapa-siapa. Bathin ku pilu.
****
Malam itu, sehabis mandi, karena aku merasa sudah pulih, aku pun mendatangi Aby di warung.
"bang Zul kenapa kesini? Bang Zul istirahat aja di rumah.." ucap Aby melihat kedatangan ku.
"saya udah sehat kok, By." balasku, sambil duduk di sampingnya, "ngomong-ngomong makasih ya, By. Untuk semuanya.." lanjutku tulus.
"bukankah sudah seharusnya sebagai sesama manusia untuk saling bantu, bang." balas Aby pelan.
"tapi kamu seharusnya tidak perlu membuka warung ini, By. Tutup sehari juga gak apa-apa sebenarnya." ucapku lagi.
"kalau warung abang tutup sehari aja, bang. Abang bisa bayangkan betapa kecewanya para pelanggan abang. Dan bisa saja besok-besok mereka gak bakal membeli nasi goreng di sini lagi. Dan lagi pula, saya tahu kok, kalau abang lagi butuh banyak uang, karena anak abang sebentar lagi akan lulus TK dan akan masuk SD.." jelas Aby, yang membuatku semakin tersentuh.
Jika Aby rela melakukan apa saja untuk ku. Jika Aby juga sangat menyayangi anak ku. Jika Aby sebegitu pedulinya padaku. Lalu alasan apa lagi yang aku punya untuk menolak kehadirannya dalam hidup ku? Kenapa aku tidak mencoba membuka hati ku, untuk belajar menerimanya?
Bathin ku kembali bergejolak. Aku menjadi dilema. Di satu sisi, aku belum bisa menerima kehadiran Aby dalam hidup ku, lebih dari sekedar teman dekat. Namun di sisi lain, Aby terlihat begitu tulus mencintaiku, dan aku tidak mungkin mengabaikan cinta setulus itu. Meski pun cinta itu berasal dari seorang laki-laki.
****
Hari-hari kembali berlalu. Hubungan ku dan Aby semakin dekat dan erat. Hubungan Aby dan anak ku, Naura, juga terlihat sangat akrab. Aby terlihat sangat menyayangi Naura, demikian juga sebaliknya. Belum pernah sebelumnya, aku melihat Naura sedekat itu dengan orang lain, selain aku dan almarhumah ibunya.
Aby benar-benar bisa merebut hati Naura, dan bahkan juga hatiku. Hatiku yang selama ini aku biarkan kosong, tiba-tiba saja telah terisi sesuatu yang baru. Sebuah nama telah terukir di sana. Aby. Dan aku tidak bisa lagi menolak hadirnya rasa itu. Cinta.
Yah, aku harus mengakui, perjuangan Aby untuk merebut hatiku, kini telah membuahkan hasil. Aku telah jatuh cinta pada Aby. Aku jatuh cinta karena kebaikannya selama ini. Aku jatuh cinta karena ketulusannya menyayangi aku dan anak ku.
Tapi aku masih merasa gengsi untuk mengakui hal tersebut pada Aby. Aku masih berusaha menjaga sikapku padanya. Aku berusaha untuk bersikap biasa saja di depan Aby. Aku masih belum ingin Aby tahu, tentang perasaan ku padanya.
Padahal hampir setiap malam aku selalu memikirkan Aby. Membayangkan wajah tampannya, membayangkan senyum tulusnya dan membayangkan sikap manja nya padaku.
"bang Zul, besok kan hari minggu, gimana kalau kita ajak Naura jalan-jalan?" tawar Aby suatu malam padaku, saat itu kami sama-sama sedang beres-beres untuk menutup warung.
"jalan-jalan kemana?" tanyaku.
"yah ke pantai dekat sini aja, bang. Kasihan Naura, katanya ia belum pernah melihat pantai." balas Aby ringan.
"terserah kamu aja, By. Selama hal itu bisa membuat Naura bahagia.." balasku pelan.
"bukan hanya Naura yang bahagia, bang. Aku juga..." balas Aby, sedikit berbisik.
'aku juga bahagia, By. Bisa jalan-jalan sama kamu.' balasku dalam hati.
****
Dan keesokan paginya, sesuai rencana, aku, Aby dan Naura pun pergi jalan-jalan ke sebuah pantai yang berada tidak terlalu jauh dari kota tempat kami tinggal. Dengan menggunakan motor milik Aby.
Aku merasakan aura kebahagiaan, baik dari Naura atau pun dari Aby. Itu terasa liburan sebuah keluarga. Aby benar-benar mampu berperan sebagai sosok seoran ibu yang baik.
Entah mengapa aku melihat sosok Aby saat ini, bukan lagi sebagai sosok laki-laki seutuhnya. Ada sosok seorang perempuan di balik tubuhnya yang gagah.
Dia melayani kami dengan baik. Menghidangkan makanan, membersihkan tempat kami duduk dan mengajak Naura bermain di tepian pantai. Dan aku menikmati pemandangan indah itu dengan penuh rasa kagum.
Ah, tidak. Aku tidak akan pernah melepaskan laki-laki itu. Dia harus jadi milik ku. Laki-laki terlembut. Laki-laki terindah. Dia adalah cinta ku. Dan aku harus segera mengungkapkan semuanya pada Aby. Sebelum ia memilih untuk pergi dari hidup ku. Sebelum ia memilih untuk menyerah.
"ayo, ayah.. kita mandi air laut bertiga..." ajakan Naura membuat aku sedikit kaget. Lamunan indah ku tentang Aby pun buyar.
Aku segera berdiri dan mulai melangkah mengikuti Naura dan Aby menuju pinggiran pantai. Riak gelombang air laut terdengar sangat riuh. Aku, Naura dan Aby bergandengan tangan memasuki air laut tersebut, menentang deburan ombak yang terus menghantam pantai.
Dan tiba-tiba aku merasa utuh. Benar-benar utuh. Aby mampu melengkapi ketidaksempurnaanku sebagai seorang ayah. Kehadiran Aby telah mampu mengubah hidupku. Bahkan mungkin juga telah mengubah diriku seutuhnya.
Hati ku sudah tidak mampu lagi berpaling dari Aby. Dia adalah hal terindah dalam hidupku. Dan aku tidak akan pernah melepaskannya, walau dengan cara dan alasan apa pun.
****
Komentar
Posting Komentar
Terima kasih