Langsung ke konten utama

Adsense

Gara-gara Bos ku (part 2)

Sudah dua malam aku menginap di rumah pak Brata, bos ku tersebut. Sudah dua hari pula aku tidak diperbolehkannya untuk bekerja. Dia meminta ku untuk beristirahat saja di kamarnya.

Pak Brata juga membelikan aku makanan-makanan yang enak, untuk aku santap setiap harinya. Dia juga begitu perhatian padaku.

Segala perhatian nya itu, benar-benar membuat aku merasa tersentuh. Meski aku tahu, pak Brata melakukan semua itu, hanya untuk sekedar mengambil hati ku. Aku yakin, ia pasti ingin aku jatuh hati padanya.

Namun apa pun alasannya, semua kebaikannya itu benar-benar terasa tulus bagi ku. Apa lagi di kota ini aku memang tidak punya siapa-siapa. Dan pak Brata mampu memberikan segala perhatiannya padaku. Hal itu cukup membuat aku merasa, kalau aku mulai menyukainya.

"gimana keadaan kamu?" tanya pak Brata, saat itu hari sudah mulai malam. Ini adalah malam ketiga aku berada di rukonya.

"saya udah baikan, pak. Saya juga sudah bisa bekerja besok.. dan mungkin malam ini aku akan pulang ke kost dulu.." balas ku.

"kamu disini aja dulu, setidaknya sampai besok. Malam ini kamu menginap disini lagi ya.." ucap pak Brata penuh harap.

"tapi aku merasa gak enak, pak. Harus mrepotkan pak Brata terus.." balasku.

"saya gak merasa di repotkan, kok. Justru saya merasa senang, karena kamu mau tinggal di sini sementara waktu. Bahkan jika kamu mau... kamu bisa tinggal di sini selamanya." pak Brata berucap lagi.

"terima kasih banyak ya, pak Brata. Pak Brata sudah sangat baik sama saya. Saya benar-benar tidak tahu bagaimana caranya membalas semua kebaikan bapak sama saya.." ucapku kemudian.

"kamu jangan terlalu memikirkan hal tersebut. Semua itu aku lakukan, karena aku menyayangi kamu. Aku benar-benar mencintai kamu, Jefri.." balas pak Brata penuh perasaan.

"tapi aku belum bisa membalas perasaan bapak padaku. Aku masih butuh waktu untuk memikirkannya.." ucapku membalas.

"aku memberikan kamu waktu yang seluas-luasnya, Jef. Untuk memikirkan hal itu. Hanya saja... aku ingin... kamu tetap mau bekerja bersama saya.. Karena hanya dengan melihatmu aku sudah merasa bahagia.." ucap pak Brata selanjutnya.

"iya, pak. Saya akan tetap bekerja bersama bapak. Tapi.. saya tetap butuh waktu. Saya tidak ingin gegabah dalam mengambil keputusan, terutama soal hati.." balasku apa adanya.

"ya udah... sekarang kamu makan, ya.. setelah itu, kamu langsung istirahat aja.. besok, kalau kamu mau pulang ke kost dulu, gak apa-apa, kok. Kamu gak harus kerja dulu besok pagi...." ucap pak Brata akhirnya.

"iya, pak.. mungkin besok saya akan kembali ke kost, dan beristirahat disana..." balasku dengan nada pelan.

"sekali lagi, terima kasih banyak ya, pak.. Saya pasti akan mempertimbangkan tawaran bapak.." lanjutku kemudian.

"yah.. aku harap, kamu bisa mengerti akan perasaan ku padamu, Jef. Meski aku tahu, tidak akan mudah bagimu, untuk menerima semua itu.." balas pak Brata dengan nada lirih.

Lalu aku pun segera memakan makanan yang sengaja pak Brata belikan untuk ku malam itu. Pak Brata memang terlalu baik padaku. Dan aku merasa sangat berhutang budi padanya.

*****


Keesokan paginya, aku pun memutuskan untuk kembali ke kost ku. Sembari memikirkan tawaran dari pak Brata. Mempertimbangkan segala sesuatunya.

"dari mana aja kamu, Jef?" suara ibu kost mengagetkan ku, saat aku hendak masuk ke kamar ksot ku.

"kamu sengaja menghindar ya, karena udah dua bulan kamu belum bayar kost.." lanjutnya.

Aku menghentikan langkah ku. Dan berdiri berhadapan dengan ibu kost, yang terus menatap ku penuh tanya.

"maaf, buk. Kemarin saya mengalami kecelakaan kecil, jadi gak bisa pulang ke kost.." balasku jujur.

"kamu jangan cari-cari alasan, Jef.. Bilang aja, kalau kamu gak mau saya mintai uang kost. Dan saya harap, sekarang kamu sudah punya uangnya. Karena ini udah lebih dari dua bulan loh, kamu belum bayar kost.." ucap ibu kost lagi.

"maaf, buk. Saya belum punya uangnya.. saya minta waktu satu minggu lagi ya..." balasku dengan nada pelan.

"maaf, Jef. Tapi kamu kan tahu peraturan disini.. Apa lagi kamu juga sudah bertahun-tahun nge-kost disini. Jadi kalau sampai malam ini, kamu belum juga bisa bayar, kamu harus segera pindah dari sini, Jef..." ucap ibu kost kemudian.

Setelah berkata demikian, ibu kost pun segera pergi meninggalkan ku. Sementara aku masih termangu memikirkan itu semua. Aku tahu, sejak aku mulai ngokost disini, sejak kuliah dulu, ibu kost memang sudah menegaskan hal tersebut.

Sudah banyak penghuni kost disini yang di usirnya, karena telat membayar kost. Aku juga sempat pernah hampir di usir, tapi karena aku adalah penghuni lama, ibu kost selalu memberi aku waktu lebih.

Tapi sekarang, waktu yang di berikan padaku sudah cukup panjang. Ibu kost sudah berkali-kali memperingati ku. Namun hingga saat ini, aku belum juga mendapatkan uang untuk membayar kost. Uang gaji yang aku terima bulan lalu dan bulan ini, sudah aku kirimkan kepada orangtua ku di kampung.

Kebetulan adik-adik ku lagi butuh biaya banyak untuk melanjutkan sekolah mereka. Jadi aku terpaksa mengirimkan sebagian gaji ku, untuk membantu biaya sekolah adik-adik ku.

Aku juga tidak mungkin meminta kiriman uang dari orangtua ku lagi, karena aku tahu, saat ini mereka butuh uang banyak, untuk melanjutkan sekolah adik-adik ku. Dan aku benar-benar tidak punya uang saat ini, untuk membayar uang kost.

Mungkin memang lebih baik, aku menerima saja tawaran dari pak Brata. Sepertinya itu jalan satu-satunya bagi ku saat ini, untuk aku menyelamatkan hiduku di kota besar ini. Lagi pula pak Brata orang baik. Hanya seleranya saja yang sedikit menyimpang. Dan hal itu tidaklah terlalu merugikan ku.

Aku mungkin akan kehilanga harga diriku. Tapi aku benar-benar tidak punya pilihan lain. Aku memang harus sedikit berkorban, untuk mendapatkan hidup yang lebih baik.

Karena itu, aku pun memutuskan untuk mengemasi barang-barang ku. Aku harus segera pergi dari kost ini, sebelum ibu kost datang lagi menemui ku, untuk meminta uang kost padaku.

Aku pun pergi secara diam-diam, tanpa berpamitan pada siapa pun, terutama pada ibu kost. Aku merasa menjadi seorang pengecut malam itu. Aku merasa tak berdaya melawan keadaan. Aku harus pergi, sebelum ibu kost benar-benar mengusirku.

Aku sengaja pergi agak sedikit malam. Agar ibu kost tidak memergoki ku. Aku hanya membawa beberapa barang milik ku, yang sekiranya masih aku butuhkan. Terutama pakaian ku.

Lalu aku pun segera menuju tempat pak Brata. Dan sesampai disana, aku pun mengetuk pintu ruko tersebut. Aku hanya berharap, pak Brata belum tertidur.

Dan seperti harapan ku, setelah mengetuk pintu beberapa kali, pak Brata pun membukakan pintu ruko tersebut. Aku berusaha untuk tersenyum menghadapinya.

"Jefri? ada apa malam-malam kamu datang kesini? Bawa barang sebanyak ini?" tanya pak Brata, saat ia sudah berdiri di ambang pintu.

"saya... saya boleh tinggal di sini, pak?" balasku bertanya.

"kamu di usir?" tanya pak Brata lagi.

"iya, pak.. saya sudah dua bulan tidak bayar kost.. Apa tawaran pak Brata masih berlaku?" balasku dengan diakhiri sebuah pertanyaan.

"pintu rumah ku dan pintu hati ku selalu terbuka untuk kamu, Jef. Kamu masuk aja.." ucap pak Brata kemudian.

Lalu aku pun segera masuk dan mengikuti langkah pak Brata menuju kamarnya.

****

"apa ini berarti.. kamu mau jadi pacarku?" tanya pak Brata, saat kami sudah berada di dalam kamarnya.

"iya.. saya mau, pak.. Apa lagi pak Brata sudah sangat baik sama saya.." balasku.

"apa kamu sudah memikirkan hal ini?" pak Brata bertanya lagi.

"sudah, pak... rasanya, seperti yang pak Brata bilang, gak ada ruginya juga bagi saya, kalau saya menjadi pacar pak Brata.." balasku lagi.

"jadi mulai malam ini, kita pacaran?" ucap pak Brata sedikit bertanya.

"iya, pak.. jika hal itu yang bapak inginkan..." balasku setengah ragu.

"oke... kalau gitu... saya boleh dong, peluk kamu... kan kamu udah jadi pacar aku.." ucap pak Brata terdengar sedikit genit.

Sebenarnya aku merasa geli mendengar kalimat itu. Sebenarnya aku belum siap untuk semua ini. Tapi... aku tidak punya pilihan lain saat ini. Karena itu, aku membiarkan saja, pak Brata melakukan keinginannya padaku.

"aku sangat mencintai kamu, Jefri.. Kamu adalah laki-laki paling tampan yang pernah aku kenal.." pak Brata mulai menggombali ku. Rasanya saat itu, aku pengen muntah. Tapi aku berusaha untuk tetap tersenyum, dan berusaha untuk terlihat senang mendengarnya.

"aku... aku belum pernah melakukan hal ini, pak.. jadi.. aku harap.. bapak bisa mengerti, kalau aku masih terlalu kaku.." ucapku, sekedar mengingatkan pak Brata.

"kamu tenang aja, Jef. Aku jamin, kamu pasti tidak akan pernah menyesali ini.." balas pak Brata.

Dan perlahan, pak Brata pun mulai mendekati ku. Ia mulai melakukan aksi nya padaku. Aku yang masih merasa jijik, dan belum berpengalaman apa-apa dalam hal tersebut, hanya bisa pasrah. Membiarkan semuanya terjadi begitu saja.

Harus aku akui, kalau pak Brata benar-benar sudah berpengalaman. Ia mampu menguasai keadaan. Ia mampu mengendalikan ku. Ia berusaha membuat aku merasa terkesan. Ia melakukannya dengan penuh perasaan. Aku merasa di puja, aku merasa di sanjung.

Dan pada akhirnya, semua mengalir apa adanya. Aku pun mulai terbuai, dalam keindahan cinta yang dipersembahkan pak Brata padaku. Segala rasa jijik ku mulai hilang. Aku terhanyut. Tenggelam dalam gelora rasa yang tak terhingga.

****

Sejak malam itu, aku dan pak Brata pun resmi berpacaran. Aku juga sudah tinggal serumah dengannya. Hampir setiap malam, pak Brata selalu meminta 'jatah' pada ku.

Aku juga sudah tidak merasa risih lagi melakukan hal tersebut. Aku mulai terbiasa dengan semua itu. Apa lagi pak Brata sangat pandai membuat aku merasa terkesan.

Karena sudah terbiasa, aku pun mulai merasa membutuhkan hal tersebut. Sekarang bukan hanya pak Brata yang memintanya, tapi terkadang justru aku yang memulainya.

Seiring berjalannya waktu, perasaan ku pada pak Brata pun mulai berkembang. Aku mulai menyukainya. Aku mulai menyayanginya. Bahkan, kalau harus jujur, aku juga telah jatuh cinta padanya.

Segala kesan indah dan juga segala perhatian pak Brata padaku selama ini, benar-benar mampu menggugah hatiku. Bahkan mampu mengubah diri ku. Aku bukan lagi Jefri yang dulu. Sekarang aku telah berbeda. Semua gara-gara pak Brata, bos ku tersebut.

Yang ada dalam pikiran ku saat ini, hanyalah nama pak Brata. Ia sudah begitu melekat dalam hati ku. Aku tak mampu lagi berpisah darinya. Aku sangat membutuhkannya.

"aku sangat mencintai kamu, Jefri... semakin hari, aku semakin sayang sama kamu.. aku harap.. kamu jangan pernah pergi meninggalkan ku. Karena aku tidak akan mampu hidup tanpa kamu.." ucap pak Brata pada suatu malam padaku.

"aku juga sangat menyayangi pak Brata. Aku juga tidak ingin berpisah dari pak Brata. Aku ingin selamanya hidup bersama pak Brata..." balasku penuh perasaan.

Dan begitulah, kisah cinta ku bersama bos ku. Hubungan kami terjalin dengan indah. Meski pun pada awalnya, aku merasa jijik dengan itu semua. Namun sekarang, aku justru merasa bahagia dengan semua itu.

Aku hanya berharap, semoga hubungan kami tetap bertahan selamanya. Sampai kapan pun.

Ya... semoga saja.

****

Kisah lainnya :

Gara-gara bos ku (part 1)

Abang penjual pisang (part3)

Abang penjual pisang (part 2)

Abang penjual pisang (part 1)

Abang penjual buah

Paman istri ku (part 4)

Paman istri ku (part 3)

Paman istri ku (part 2)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita gay : Sang duda tetangga baruku yang kekar

 Namanya mas Dodi, ia tetangga baruku. Baru beberapa bulan yang lalu ia pindah kesini. Saya sering bertemu mas Dodi, terutama saat belanja sayur-sayuran di pagi hari. Mas Dodi cukup menyita perhatianku. Wajahnya tidak terlalu tampan, namun tubuhnya padat berisi. Bukan gendut tapi lebih berotot. Kami sering belanja sayuran bersama, tentu saja dengan beberapa orang ibu-ibu di kompleks tersebut. Para ibu-ibu tersebut serring kepo terhadap mas Dodi. Mas Dodi selalu menjawab setiap pertanyaan dari ibu-ibu tersebut, dengan sekedarnya. Saya dan mas Dodi sudah sering ngobrol. Dari mas Dodi akhirnya saya tahu, kalau ia seorang duda. Punya dua anak. Anak pertamanya seorang perempuan, sudah berusia 10 tahun lebih. Anak keduanya seorang laki-laki, baru berumur sekitar 6 tahun. Istri mas Dodi meninggal sekitar setahun yang lalu. Mas Dodi sebenarnya pindah kesini, hanya untuk mencoba melupakan segala kenangannya dengan sang istri. "jika saya terus tinggal di rumah kami yang lama, rasanya terla

Adik Iparku ternyata seorang gay (Part 1)

Aku sudah menikah. Sudah punya anak perempuan, berumur 3 tahun. Usia ku sendiri sudah hampir 31 tahun. Pernikahan ku baik-baik saja, bahkan cukup bahagia. Meski kami masih tinggal satu atap dengan mertua. Karena aku sendiri belum memiliki rumah. Lagi pula, rumah mertua ku cukup besar. Aku tinggal dengan istri, anak dan kedua mertua ku, serta adik ipar laki-laki yang baru berusia 21 tahun.   Aku bekerja di sebuah perusahaan kecil di kota ini, sebagai seorang karyawan swasta. Gaji ku lumayanlah, cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga kecil kami. Mertua ku sendiri seorang pedagang yang cukup sukses. Dan istri ku tidak ku perbolehkan bekerja. Cukuplah ia menjaga anak dan mengurus segala keperluan keluarga. Aku seorang laki-laki normal. Aku pernah dengar tentang gay, melalui media-media sosial. Tapi tak pernah terpikir oleh ku, kalau aku akan mengalaminya sendiri. Bagaimana mungkin seorang laki-laki bisa merasakan kenikmatan dengan laki-laki juga? Aku bertanya-tanya sendiri mendengar ka

Cerita gay : Nasib cinta seorang kuli bangunan

Namaku Ken (sebut saja begitu). Sekarang usiaku sudah hampir 30 tahun. Aku akan bercerita tentang pengalamanku, menjalin hubungan dengan sesama jenis. Kisah ini terjadi beberapa tahun silam. Saat itu aku masih berusia 24 tahun. Aku bekerja sebagai kuli bangunan, bahkan hingga sekarang. Aku kerja ikut mang Rohim, sudah bertahun-tahun. Sudah bertahun-tahun juga, aku meninggalkan kampung halamanku. Orangtuaku hanyalah petani biasa di kampung. Kehidupan kami memang terbilang cukup miskin. Karena itu, aku hanya bisa sekolah hingga SMP. Setelah lulus dari SMP, aku mulai bekerja serabutan di kampung. Hingga akhirnya aku bertemu dengan mang Rohim, seorang laki-laki paroh baya, yang sudah sangat berpengalaman di bidang pertukangan. Aku ikut mang Rohim merantua ke kota dan ikut bekerja dengannya sebagai kuli bangunan. Sebagai seseorang yang memiliki kehidupan ekonomi yang pas-pasan, aku memang belumm pernah pacaran, sampai saat itu. Apa lagi sejak aku ikut mang Rohim bekerja. Tempat kerja kami y

Iklan google