Namanya Jodi. Sebut saja begitu.
Dia seorang pemuda yang berusia berkisar 20 tahun saat ini.
Dan dia adalah anak dari Bi Asih, salah seorang pembantu di rumah ku.
Bi Asih memang sudah bertahun-tahun bekerja di rumah ku, sejak Jodi masih kecil.
Bi Asih seorang janda muda waktu itu. Suaminya, menurut cerita yang aku tahu, kabur bersama perempuan lain.
Sehingga Bi Asih harus membesarkan anak semata wayangnya seorang diri. Karena itulah mama ku merasa kasihan padanya, dan membawa Bi Asih tinggal bersama kami, serta mempekerjakannya sebagai seorang pembantu.
Papa ku memang seorang pengusaha yang sukses, dan mama ku sebenarnya hanyalah seorang ibu rumah tangga biasa. Namun papa tidak ingin mama bekerja terlalu keras di rumah, sehingga papa sengaja mempekerjakan beberapa orang pembantu di rumah kami.
Aku adalah anak kedua dari kami dua bersaudara. Kakak ku seorang perempuan yang masih kuliah saat ini. Sedangkan aku juga masih kuliah, tiga tahun di bawah kakak ku.
Lalu seperti apakah kisah cinta ku bersama Jodi?
Mungkinkah kami akan menjalin hubungan lebih dalam lagi?
Simak kisah menarik ini sampai selesai ya...
****
Aku dan Jodi memang tumbuh bersama. Meski pun usia kami terpaut satu tahun.
Jodi juga kuliah, satu tahun di atas ku. Tentu saja segala biaya kuliahnya papa ku yang menanggungnya.
Bi Asih dan Jodi memang sudah seperti keluarga bagi mama dan papa.
Jodi tumbuh menjadi seorang pemuda yang berparas sangat tampan. Hidungnya mancung. Ada lesung pipi tipis di pipi bagian kirinya, yang membuat ia terllihat manis.
Tubuhnya tegap berotot, ia sedikit jangkung, sekitar 175 cm. Rahangnya kokoh, tatapan matanya tajam. Jernih.
Intinya Jodi tumbuh sebagai seorang laki-laki yang sangat mempesona. Dan karena itu, aku pun jatuh hati padanya.
Namun selama ini, aku tidak pernah menunjukkannya pada Jodi. Aku selalu berpura-pura hanya sebagai sahabat bagi Jodi.
Aku dan Jodi memang cukup dekat, bahkan sangat dekat. Apa lagi hampir 24 jam kami menghabiskan waktu bersama. Apa lagi, kami juga tinggal se rumah.
Aku sering masuk ke kamar Jodi, sekedar untuk mengobrol dengannya. Dan begitu juga Jodi, dia bahkan sering tidur di kamar ku.
Kedekatan kami itu, telah menumbuhkan rasa yang kian berkembang di hatiku. Aku benar-benar telah jatuh cinta padanya.
Aku mengagumi Jodi. Setiap malam aku selalu memikirkannya, berharap suatu saat nanti aku bisa memilikinya.
Selama ini, yang aku tahu, Jodi tidak pernah dekat dengan siapa pun. Jodi mau pun aku belum pernah pacaran, sejak kami remaja hingga sekarang.
Hingga pada suatu malam, saat itu kami seperti biasa ngobrol di kamar ku.
"aku sedang jatuh cinta..." ucap Jodi pelan.
Ak menatapnya sekilas, merasa cukup kaget. Karena selama ini, kami belum pernah berbicara tentang hal-hal yang berkaitan dengan cinta.
"oh, ya. Sama siapa?" tanya ku berpura-pura antusias. Meski pun hati ku sedikit kecewa mendengar pengakuan Jodi tersebut.
"dengan seseorang. Tapi sekarang aku belum bisa mengatakannya." balas Jodi misterius.
"kenapa?" tanya ku, "kamu mau main rahasia-rahasiaan sama saya?" lanjut ku.
"bukan itu, Raka. Tapi saat ini, aku belum berani mengatakannya. Soalnya, aku merasa, kalau orang tersebut belum tentu menyukai ku." balas Jodi.
"kalau kamu tak pernah mengatakannya, bagaimana kamu bisa tahu, kalau orang tersebut tidak menyukai kamu?" aku berucap lagi.
"itu lah masalahnya, Raka. Aku tak berani mengatakannya. Aku takut hal itu justru akan membuat ia menjauh dari ku." balas Jodi lagi.
"apa itu berarti, kalau orangnya saat ini sudah cukup dekat sama kamu?" tanya ku kemudian.
"iya, sangat dekat malah.." jawab Jodi yakin.
Kali ini aku terdiam. Mencoba memikirkan siapa kira-kira orang yang Jodi maksud. Selain aku dan Jodi, kami juga punya seorang teman yang cukup dekat, namanya Theana.
Aku, Jodi dan Theana, memang berteman dekat sejak kami masih sama-sama SMA. Bahkan kami kuliah pun masih di kampus dan jurusan yang sama.
Jodi memang satu kelas dengan ku, bahkan sejak SD, meski pun usianya lebih tua satu tahun dari ku. Karena Jodi agak sedikit terlambat masuk sekolah.
Aku bisa menebak, kalau orang yang di maksud Jodi adalah Theana. Dan hal itu cukup membuat aku kecewa. Namun sebagai sahabat, aku tentu saja tidak ingin memperlihatkan rasa kecewa ku tersebut.
****
"aku mau ngomong sesuatu sama kamu, Raka." ucap Theana padaku suatu pagi di kantin kampus. Saat itu hanya kami berdua di sana, karena Jodi ada panggilan ke ruang dosen.
"ngomong apa?" tanya ku sedikit penasaran.
"sebenarnya Jodi itu lagi dekat dengan siapa sih saat ini?" tanya Theana.
"yang aku tahu sih, selain kita berdua, Jodi gak dekat dengan siapa pun." jawab ku apa adanya.
"oh," Theana membulatkan bibir.
"dia ada gak cerita-cerita tentang aku?" lanjutnya bertanya.
"ya pasti adalah, Thea. Kan kita memang sahabatan sejak lama." jawab ku terdengar polos.
"maksud ku bukan itu, Raka. Masa' kamu gak ngerti sih?" timpal Theana.
Aku terdiam sejenak. Berpikir.
"apa kamu menyukai Jodi?" tanyaku akhirnya dengan nada sedikit ragu.
Theana terlihat tersenyum tersipu.
"emangnya gak boleh ya, kalau jatuh cinta sama sahabat sendiri?" tanya Theana kemudian.
Aku terdiam lagi. Berpikir.
Tidak ada yang salah memang, jatuh cinta sama sahabat sendiri. Bahkan aku juga mengalaminya. Aku juga jatuh cinta pada Jodi.
Dan ternyata Theana juga jatuh cinta pada Jodi. Dan sebenarnya itu adalah hal yang wajar. Namun ada sisi hati ku yang terluka mengetahui hal tersebut. Aku merasa kecewa.
Theana jatuh cinta kepada Jodi adalah hal yang wajar dan normal. Tapi, aku yang jatuh cinta pada Jodi, tentu saja hal itu terdengar sedikit aneh.
Dan artinya lagi, ternyata Jodi dan Theana sama-sama saling jatuh cinta. Hanya saja mereka sama-sama tidak berani mengungkapkannya.
Aku terpaku menyadari itu semua. Di sini aku adalah saksi dari perasaan kedua sahabat ku. Meski pun Jodi belum mengatakan dengan terang-terangan, tentang orang yang ia maksud, yang telah membuat ia jatuh cinta. Namun aku bisa menebak kalau itu adalah Theana. Dan Theana juga menyukai Jodi.
Mereka pasangan yang cocok sebenarnya. Jodi pemuda yang tampan dan gagah, sementara Theana adalah gadis yang cantik dan seksi.
"sebenarnya sudah lama aku merasakan hal tersebut, Raka. Tapi aku tidak berani untuk mengungkapkannya. Selain karena aku adalah seorang perempuan, aku juga takut Jodi akan menolak ku." ucap Theana tiba-tiba, setelah cukup lama kami saling terdiam.
"aku rasa... aku rasa.. Jodi juga menyukai kamu, Thea." balasku akhirnya, meski suara ku bergetar mengatakannya.
Aku bisa saja mengatakan kalau Jodi tidak menyukai Theana, sehingga hal itu akan membuat Theana tidak berharap pada Jodi.
Tapi aku tidak ingin menjadi orang yang menghalangi cinta mereka. Mereka saling suka, dan mereka berhak mendapatkan cinta mereka. Meski hati ku sakit mengakui itu semua.
"kamu yakin?" tanya Theana kemudian.
Aku mengangguk ringan.
"emangnya Jodi pernah ngomong sama kamu seperti itu?" tanya Theana lagi.
"secara pasti sih gak. Tapi Jodi memang pernah mengatakan kalau ia sedang jatuh cinta dengan seseorang yang sudah dekat dengannya." jawabku jujur.
Aku melihat wajah Theana sumringah mendengar hal tersebut. Kelihatan sekali betapa bahagianya ia mendengar hal itu.
****
"seharusnya kamu lebih berani untuk mengungkapkan perasaan kamu yang sebenarnya, Jod." ujar ku kepada Jodi di malam harinya.
"aku takut, Raka. Aku takut hal itu akan merusak persahabatan kita." balas Jodi ringan.
"kamu tak perlu takut, aku yakin orang yang kamu maksud juga punya perasaan yang sama." ucapku.
Aku memang berniat untuk menyatukan cinta Jodi dan Theana. Meski pun hati ku terluka akan hal itu.
Tapi setidaknya, sebagai sahabat, aku memang harus mendukung hubungan mereka.
Setidaknya aku masih tetap bisa bersahabat dengan mereka, meski pun itu akan terasa berat bagi ku.
"kenapa kamu begitu yakin, kalau orang itu juga menyukai ku?" tanya Jodi kemudian.
"ya, karena menurutku, kalau memang kamu sudah merasa dekat dengannya, seharusnya dia juga menyukai kamu. Karena gak mungkin kan, kalian dekat begitu saja, tanpa ada perasaan apa-apa di dalamnya." balasku berteori.
"tapi aku kan belum mengatakan sama kamu, siapa orangnya, Raka. Kenapa kamu bisa yakin begitu?" tanya Jodi lagi.
"karena... aku bisa menebak siapa orang yang kamu maksud. Dan juga sebenarnya, pagi tadi saat di kantin, Theana sudah jujur padaku, kalau ia juga menyukai kamu, Jodi." balasku dengan suara berat, seberat perasaan ku saat ini.
"Theana? Kenapa Theana. Aku tak pernah mengatakan kalau orangnya adalah Theana." ucap Jodi dengan kening berkerut.
"kalau bukan Theana, lalu siapa lagi?" tanyaku dengan nada heran.
"yang pasti bukan Theana orangnya, Raka. Kenapa kamu harus menyimpulkan seperti itu?" balas Jodi dengan nada kurang senangnya.
"ya, karena menurut ku, satu-satunya cewek yang dekat sama kamu saat ini, ya Theana." balasku.
"ah, kamu memang gak peka, Raka." keluh Jodi tiba-tiba.
"maksug kamu apa, Jod? Siapa sebenarnya orang yang kamu maksud?" tanya ku semakin penasaran.
Kalau bukan Theana orang yang Jodi maksud, lalu siapa? bathin ku ragu.
Mungkinkah? tanya ku membathin lagi.
Ah, tidak. Itu jelas tidak mungkin.
Jodi gak mungkin jatuh cinta pada ku kan? ucapku terus membathin.
Sementara Jodi masih terus terdiam. Ia menatap langit-langit kamar dengan pandangan yang tak aku mengerti.
Tapi siapakah orang yang Jodi maksud?
****
Part 2
Jodi masih belum mau berbicara. Aku semakin penasaran.
Siapa sebenarnya orang yang Jodi maksud?
Aku memikirkan beberapa orang yang aku tahu cukup dekat dengan Jodi.
Ada Tina, salah seorang teman kampus kami, yang memang kadang sering ikut kumpul bersama kami bertiga. Tina juga pernah jalan bareng Jodi. Karena Tina memang tinggal satu kompleks dengan kami.
Atau ada Claudia, gadis pintar yang punya hobi yang sama dengan Jodi. Claudia dan Jodi suka pergi ke perpustakaan bersama, karena mereka sama-sama hobi baca.
Namun dari semua cewek-cewek itu, tidak ada seorang pun yang benar-benar dekat dengan Jodi.
Lalu siapakah orang yang Jodi maksud sebenarnya?
Simak kisah ini selanjutnya ya...
Namun sebelumnya bla.. bla..
****
Hari-hari selanjutnya Jodi jadi sedikit menjaga jarak dariku. Aku mencoba untuk mengerti. Mungkin dia butuh waktu untuk bisa mendekati gadis impiannya. Siapa pun itu.
Aku lebih sering menghabiskan waktu berdua bersama Theana. Aku juga sudah menceritakan pada Theana, tentang Jodi yang ternyata tidak menyukainya.
Theana terlihat kecewa, namun ia berusaha untuk bisa menerima semua itu.
"siapa pun itu, semoga dia bahagia ya, Raka." ucap Theana, dalam usahanya untuk mengikhlaskan hal tersebut.
"ya.." angguk ku mantap, karena aku juga sedang berusaha untuk mengikhlaskan hal tersebut.
Siapa pun orang yang beruntung tersebut, orang yang bisa membuat Jodi jatuh cinta, semoga saja Jodi bisa bahagia dengannya.
Jodi mungkin tak ingin lagi terbuka padaku, terutama tentang cinta. Karena aku pernah salah mendefinisikan tentang ceritanya padaku. Aku pikir Theana orang yang ia maksud, tapi ternyata bukan.
Aku mulai merasa kesepian. Terutama karena Jodi sudah tidak pernah lagi main ke kamar ku. Dan setiap kali aku mencoba ke kamarnya, Jodi selalu saja sudah tertidur.
Tiba-tiba saja ada jarak antara aku dan Jodi. Dan aku merasa kehilangan dia.
Aku yakin, mungkin saat ini, Jodi sedang sibuk dengan gadis impiannya itu. Dan aku mencoba untuk mengerti.
"kenapa sekarang Jodi semakin jauh dari kita ya, Raka?" tanya Theana suatu pagi di kantin.
"aku juga gak tahu, Thea." jawab ku lemah.
"tapi kan kalian tinggal serumah, Raka. Masa iya kalian gak pernah ngobrol sama sekali?" tanya Theana lagi.
Aku menggelang ringan. "sepertinya Jodi memang sengaja menghindari ku." jelasku.
"kenapa?" tanya Theana dengan sedikit mengertukan kening.
"aku gak tahu, Thea. Tiba-tiba saja Jodi berubah. Sejak aku cerita tentang kamu malam itu." jelasku lagi.
Kali ini Theana terdiam. Sepertinya kami sudah kehilangan bahan untuk di bicarakan. Sejak Jodi gak pernah lagi ngumpul bersama kami, kami memang lebih banyak diam.
****
"kamu kenapa sih, Jod?" tanya ku, ketika akhirnya aku punya kesempatan untuk berbicara berdua dengannya. Sore itu, aku sengaja masuk ke kamar Jodi.
"aku gak kenapa-kenapa?" jawab Jodi, ia berpura-pura sibuk dengan gawainya.
"kalau gak kenapa-kenapa, lalu mengapa menghindariku? Mengapa kamu gak pernah lagi ngumpul bareng aku dan Thea?" tanya ku lagi.
"aku hanya gak mau mengganggu kebahagiaan kalian berdua." balas Jodi.
"kebahagiaan apa maksud kamu?" tanya ku heran.
"aku tahu, kalian berdua sebenarnya saling suka kan, tapi karena ada aku, selama ini kalian selalu berpura-pura tidak terjadi apa-apa. Untuk itulah aku menjauh. Aku tidak ingin menjadi penghalang bagi kalian berdua." jelas Jodi.
"kamu jangan ngarang deh, Jod. Maksud kamu apa? Jelas-jelas kalau Theana itu menyukai kamu. Dan aku.. aku tidak punya perasaan apa-apa pada Thea." ucapku sedikit lantang.
"kamu gak usah pura-pura lagi, Raka. Kamu sebenarnya suka kan sama Thea, dan Thea juga suka sama kamu. Tapi karena kamu kira, kalau aku menyukai Theana, kamu pun mencoba sok jadi pahlawan dengan mencoba menyatukan aku dengan Thea." balas Jodi, ikut bersuara lantang.
"cerita apa lagi itu Jodi? Kamu jangan suka menyimpulkan sesuatu hanya berdasarkan penilaian kamu semata. Kamu bisa tanya langsung kok sama Theana, kalau dia sebenarnya menyukai kamu. Dan sekali lagi aku tegaskan, kalau aku tidak punya perasaan apa-apa pada Thea." ucap ku tegas.
"tapi sudah aku katakan kalau aku tidak menyukai Thea. Aku rasa hal itu sudah cukup jelas." balas Jodi ikut tegas.
"lalu siapa sebenarnya gadis yang kamu maksud?" tanya ku akhirnya.
"gadis? Aku tak pernah mengatakan kalau orang yang aku suka adalah seorang perempuan." balas Jodi.
"maksud kamu?" tanyaku heran, sepertinya Jodi keceplosan.
"sudah. Lupakan saja." jawab Jodi salah tingkah.
"ini yang aku tidak suka dari kamu, Jod. Kamu tidak pernah mau jujur sama ku. Bahkan kamu gak pernah jujur dengan diri mu sendiri." ucapku.
"mudah bagi kamu berkata seperti itu, Raka. Karena kamu tidak merasakan bagaimana susahanya menjadi aku. Berat, Raka. Aku bahkan membenci diriku sendiri karena itu." balas Jodi.
"kamu membenci diri mu sendiri, karena apa, Jodi?" tanya ku semakin tidak mengerti.
Jodi menarik napas berat, beberapa kali.
"aku menyukai seorang cowok, Raka." ucap Jodi akhirnya, "aku jatuh cinta pada laki-laki. Dan itu berat, Raka." lanjut Jodi dengan nada pilu.
Oh, aku menghempaskan napas. Entah merasa lega, atau merasa sakit.
Menyadari kalau Jodi justru menyukai laki-laki, aku merasa lega. Setidaknya aku semakin punya harapan untuk bisa mendapatkannya.
Namun aku merasa sakit, karena bisa Jodi menyukai laki-laki lain, bukan aku.
"aku tidak pernah ingin terlahir seperti ini, Raka. Aku juga ingin seperti laki-laki pada umumnya. Jatuh cinta pada perempuan, pacaran dengan perempuan. Tapi kenyataannya aku tak pernah merasakan hal itu. Aku justru jatuh pada laki-laki." Jodi berucapa lagi dengan nada yang semakin pilu, suaranya mulai parau.
"lalu siapa laki-laki yang telah membuatmu jatuh cinta itu, Jod?" tanyaku akhirnya, setelah untuk beberapa saat kami saling terdiam.
Jodi menarik napas lalu menghempaskannya dengan berat.
"aku tak bisa mengatakannya padamu, Raka." balas Jodi.
"kenapa?" tanya ku.
Kali ini Jodi menatapku. Matanya sendu.
"karena.. karena aku tidak ingin kehilangan dia sebagai sahabat." ucapnya pelan.
Aku terkesiap. Aku mencoba untuk tidak percaya. Satu-satunya laki-laki yang menjadi sahabat Jodi hanyalah aku.
"kamu tidak akan kehilangan apa pun, jika kamu berani untuk lebih jujur, Jod." ucapku akhirnya.
Jodi terdiam. Dan kediaman nya itu, cukup membuat aku semakin mengerti.
****
"kamu bukan satu-satunya laki-laki yang menderita, karena terlahir berbeda, Jod." suara ku berat.
"aku juga merasakan hal yang sama. Aku juga tidak bisa jatuh cinta pada perempuan. Sama seperti kamu, aku juga telah jatuh cinta pada laki-laki. Dan laki-laki itu adalah sahabatku sendiri." lanjutku.
Jodi menatapku. Ia seperti tak percaya dengan apa yang baru saja aku ucapkan.
"maksud kamu?" tanya nya heran.
"yah, aku jatuh cinta sama kamu, Jodi. Sudah sejak lama. Mungkin kamu tidak pernah menyadarinya." jelasku kemudian.
"lalu mengapa kamu berusaha untuk mendekatkan ku dengan Theana?" tanya Jodi.
"karena aku pikir, kamu memang menyukai Theana. Dan Theana juga dengan terang-terangan mengatakan padaku, kalau ia menyukai kamu. Jadi, meski pun hati ku sakit karena itu, aku pun berusaha untuk membuat kalian menyatu." jelas ku lagi.
"lalu bagaimana dengan kamu? Siapa laki-laki yang telah membuat kamu jatuh cinta itu, Jod?" tanyaku melanjutkan.
"laki-laki
itu... adalah... adalah sahabatku sendiri, yaitu kamu Raka. Aku jatuh
cinta sama kamu, Raka." jawab Jodi sedikit terbata.
"lalu kenapa kamu tiba-tiba saja menghindariku?" tanya ku selanjutnya.
"karena aku pikir, kamu justru menyukai Theana. Dan setelah aku tahu, kalau Theana menyukaiku. Aku berusaha untuk menghindarinya, agar kalian berdua bisa lebih dekat dan lebih punya banyak waktu." jelas Jodi.
"dan ... sebenarnya... aku sengaja menghindari kamu, agar aku tak terlalu merasa sakit. Aku tak ingin mendengar cerita kamu tentang Theana, Raka. Aku juga berusaha untuk memupus perasaan ku padamu. Karena aku merasa, aku sudah tidak punya harapan untuk bisa memiliki kamu." lanjut Jodi lagi.
Dan kali ini aku terdiam. Sungguh semua itu di luar dugaanku.
Ternyata selama ini, aku dan Jodi memendam perasaaan yang sama. Namun karena kedekatan kami selama ini, membuat kami tidak pernah menyadari hal tersebut.
****
Hari-hari selanjtunya tentu saja menjadi berbeda bagi kami berdua.
Aku dan Jodi pun sepakat untuk menjalin hubungan asmara. Kami sudah saling terbuka dengan perasaan kami masing-masing.
Hari-hari kami jadi lebih berwarna dan terasa indah. Kedekatan kami bukan lagi hanya sebatas sahabat, tapi lebih dari itu.
Bahkan sekarang Jodi sudah hampir setiap malam tidur di kamar ku. Kami selalu menghabiskan waktu berdua setiap malamnya. Dan hal itu sungguh terasa indah dan benar-benar mampu menumbuhkan bahagia di hati kami berdua.
Namun seperti kebanyakan kisah cinta sesama jenis, hubungan kami pun menghadapi berbagai rintangan dan halangan.
Lalu mampukah kami berdua menghadapi segala rintangan tersebut?
Akankah kami bisa tetap bersama selamanya?
****
Part 3
Pembukaan.. Selamat datang..
Aku dan Jodi pun menjalin hubungan asmara yang indah. Aku merasa bahagia dengan semua itu. Tidak ada waktu yang kami lewati tanpa kebersamaan.
Meski pun di depan orang-orang, kami tetap berusaha bersikap sewajarnya. Di depan mama papa, di depan Bi Asih, ibunya Jodi, atau pun di depan Theana, sahabat kami.
Namun saat kami hanya berdua, saat itulah kami memanfaatkan kesempatan yang ada untuk kami saling bermesraan.
"aku sangat mencintai kamu, Raka." bisik Jodi, suatu malam padaku, saat untuk kesekian kalinya kami punya kesempatan untuk berdua.
"aku juga sangat mencintai kamu, Jodi. Aku tak ingin kehilangan kamu, walau apa pun yang terjadi." balasku ikut berbisik.
Jodi mengangkat tangannya, lalu mengusap pipi ku lembut.
"kamu sangat tampan, Raka. Aku sangat beruntung bisa memiliki kamu.." bisik Jodi lagi.
"kamu juga sangat tampan dan gagah, Jod. Aku semakin takut kehilangan kamu.." ucapku penuh perasaan.
Aku raih tangan Jodi, aku genggam dengan erat. Rasanya hal sesederhana itu saja, sudah membuat kami bahagia.
Tiba-tiba Jodi mengecup tangan ku dengan lembut. Meski pun hal itu sudah sering Jodi lakukan, tetap saja aku merasa hal itu begitu indah.
Untuk sesaat mata kami pun saling tatap. Kami saling tersenyum penuh makna.
"masih kuat kan?" tanya Jodi kemudian.
"tentu saja, sayang.." balasku lembut, sangat mengerti arah ucapan Jodi barusan.
Jodi mempertanyakan hal itu, karena baru beberapa menit yang lalu, kami telah menyelesaikan ritual malam kami. Baru ronde pertama.
Biasanya kami memang melakukan hal tersebut labih dari satu kali hampir setiap malamnya.
Jodi memang laki-laki yang luar biasa. Aku harus berusaha keras untuk bisa mengimbanginya.
"kamu memang hebat, Raka sayang. Aku tak akan pernah melepaskan mu. Kamu mampu membuat ku selalu menginginkan hal tersebut. Aku ket4g!han dengan mu, Raka." Jodi berucap dengan sangat pelan.
"ah, kamu juga hebat, Jod. Aku selalu merasa kew4lahan menghadapi kamu. Tapi aku menyukainya. Aku selalu menginginkannya bersama kamu." balasku lembut.
Untuk selanjutnya, kami pun mulai melakukan sebuah pemanasan, sebelum kami benar-benar melakukan ritual kami, untuk yang kedua kalinya malam itu.
Kemesraan kami benar-benar tanpa batas. Kami sangat terlena dengan semua itu. Kami sangat menikmati hal tersebut.
Bagi kami, setiap malamnya, dunia adalah milik kami berdua.
Tak sedetik pun waktu yang terlewatkan, tanpa keindahan cinta di antara kami.
Di mataku, Jodi begitu indah. Sangan indah. Dia adalah laki-laki terindah dalam hidupku. Dan aku tak akan pernah melepaskannya.
*****
Hal itu terus terjadi selama berbulan-bulan, bahkan hingga hampir tiga tahun hubungan kami.
Selama hampir tiga tahun itu, hubungan kami berjalan dengan baik-baik saja, bahkan berjalan dengan sangat indah.
Meski pun hubungan kami hanyalah sebuah rahasia. Tiada siapa pun yang tahu, hanya kami berdua.
Sampai kami pun akhirnya sama-sama lulus kuliah.
"papa meminta aku untuk mengambil S2 di Jerman, Jod." ucapku kepada Jodi, memulai pembicaraan malam itu.
Papa dan mama memang sepakat untuk aku melanjutkan kuliah S2 di Jerman.
"lalu kenapa?" tanya Jodi ringan.
"ya gak apa-apa sih. Aku memang juga pernah punya rencana untuk mengambil S2 di Jerman. Tapi, saat ini rasanya hal itu sangat berat bagi ku." ucapku membalas.
"apa yang membuat kamu merasa berat, Raka?" Jodi bertanya lagi.
"aku merasa berat harus berpisah sama kamu, Jod. Aku tak bisa hidup tanpa kamu." ucapku jujur.
"kan hanya untuk sementara, Raka. Lagi pula, kita kan tetap bisa berkomunikasi nantinya. Saling kasih kabar, bertukar cerita.." balas Jodi.
"tapi aku gak kuat, Jod. Aku inginnya selalu berada di dekat kamu. Bukan hanya komunikasi lewat handphone." ucap ku lagi.
"lalu kamu maunya gimana?" tanya Jodi selanjutnya.
"aku mau kamu ikut dengan ku ker Jerman, Jod. Kita sama-sama kuliah di sana." ucapku kemudian.
"papa kamu pasti tidak akan mengizinkannya, Raka. Kamu kan tahu sendiri, kalau papa kamu sudah menerima aku bekerja di perusahaannya. Jadi gak mungkin aku tolak kan?" balas Jodi lemah.
"pertanyaannya adalah, kamu bersedia gak, ikut aku kuliah ke Jerman?" tanya ku kemudian.
"ya.. aku sih mau aja. Aku memang juga pengen kuliah di luar negeri, cari pengalaman di sana. Apa lagi kalau kuliah nya bareng kamu, pasti lebih asyik." ucap Jodi setengah riang.
"ya udah, kalau gitu, nanti aku coba ngomong sama papa ya. Siapa tahu, papa setuju." ucapku ringan.
"terserah kamu aja, Raka. Jika itu yang terbaik buat kamu, aku ngikut aja.." balas Jodi lagi.
Dan pembicaraan kami pun di akhiri dengan sebuah ritual rutin malam kami. Seperti biasa.
****
"kalau kalian berdua pergi kuliah ke Jerman, lalu siapa yang membantu papa di perusahaan, Raka?" ucap papa, saat aku mengutarakan keinginan ku, untuk mengajak Jodi ikut dengan ku.
"kan ada kak Dilla, pa." balasku ringan.
"kamu kan tahu, kak Dilla mu itu, tidak suka kerja kantoran. Apa lagi sekarang usaha jualan online nya sudah mulai maju, dia pasti gak mau kalau papa ajak kerja di perusahaan kita." jelas papa.
Aku sebenarnya juga sudah tahu semua itu. Namun aku hanya berusaha mencari alasan yang tepat, agar papa mau melepaskan Jodi untuk ikut dengan ku.
"tapi kan kami kuliahnya cuma paling tiga tahun, pa. Papa sabar aja nunggu kami pulang. Nanti setelah kami selesai kuliah S2 nya di Jerman, kami pasti kembali ke sini dan kami yang mengelola perusahaan papa. Nanti papa bisa istirahat dan menikmati masa tua papa di rumah." ucapku berusaha meyakinkan papa lagi.
"papa tetap keberatan, Raka. Lagian kenapa Jodi harus ikut sih?" balas papa.
"ya, papa kan tahu, kalau aku dan Jodi itu sudah sangat dekat dari kecil. Kami selama ini selalu bersama-sama. Jadi rasanya sangat berat, kalau kami harus terpisah saat ini." ucapku lagi.
"kamu jangan berlebihan deh, Raka. Kamu tuh sudah dewasa. Kami harus terbiasa hidup mandiri. Nanti juga, lama-lama kamu akan terbiasa tanpa ada Jodi." balas papa lagi.
Aku hampir kehabisan cara untuk memujuk papa. Aku tahu, papa orangnya memang cukup keras. Tapi aku tidak ingin berangkat ke Jerman, kalau Jodi tidak ikut dengan ku.
"kalau begitu, saya kuliah S2 nya di sini aja.." ucap ku akhirnya.
"kamu jangan kekanak-kanakan seperti deh, Raka. Apa susahnya sih mengikuti keinginan papa kali ini?!" papa berucap dengan nada terdengar sedikit kesal.
"pa, selama ini pernah gak, Raka tidak mengikuti kinginan papa? Pernah gak, Raka menolak setiap keinginan papa selama ini? Raka selalu nurut sama papa selama ini. Jadi apa salahnya sekarang, sekali ini aja, Raka mohon sama papa, penuhi permintaan Raka kali ini. Lagi pula itu bukan sesuatu hal yang sulit buat papa." balas ku dengan nada sengit.
Kali ini papa pun terdiam. Dia terlihat berpikir keras. Aku jadi punya sedikit harapan.
Apa pun akan aku lakukan, agar aku tidak terpisah dari Jodi.
"kamu yakin dengan semua ini?" tanya papa akhirnya.
"Raka yakin, pa. Lagi pula dengan adanya Jodi disana, setidaknya aku jadi punya teman. Papa kan juga tahu, kalau selama ini, Jodi lah yang selalu membantu aku untuk menyelesaikan tugas kuliah. Dengan begitu, kami pasti akan lebih cepat menyelesaikan S2 kami di sana." jelasku kemudian.
"baiklah. Jika itu yang kamu inginkan. Tapi papa minta, setelah kalian menyelesaikan S2 disana, kalian harus segera kembali, karena papa membutuhkan kalian berdua untuk melanjutkan mengelola perusahaan papa." ucap papa selanjutnya, yang membuatku tersenyum senang.
****
Sebulan kemudian, aku dan Jodi pun tiba di Jerman.
Kami tinggal di sebuah apartemen sewaan, hanya berdua.
Kesempatan kami untuk terus bersama pun semakin terbuka lebar.
Di sini, di negara Jerman ini, kami semakin bebas berekspresi. Kami bebas mengekspresikan perasaan kami masing-masing. Kami bebas menjadi diri kami sendiri.
Kemesraan kami pun semakian tanpa batas. Semuanya benar-benar lepas.
Aku dan Jodi, selalu saling dukung. Saling support dan saling memberi semangat.
Yang pasti kami selalu saling sayang, saling mencintai dan tak ingin saling melepaskan.
Cinta kami menyatu padu. Tak ada yang bisa memisahkannya.
"terima kasih, Raka. Kamu selalu ada untukku." ucap Jodi suatu malam.
"cinta tak mengenal terima kasih, Jod. Semua yang aku lakukan, itu karena aku benar-benar mencintai kamu." balas ku penuh perasaan.
"tapi pengorbanan kamu selama ini pada ku sudah sangat banyak, Raka. Aku tak akan mampu membalasnya." ucap Jodi lagi.
"kamu tak perlu memikirkan hal itu, Jod. Yang penting kita tetap terus bersama. Yang penting kamu tetap setia padaku." balasku lagi.
"aku akan tetap setia padamu, Raka. Aku akan selalu ada di samping mu. Kamu adalah hal terindah yang pernah aku miliki dalam hidupku. Aku tak akan pernah melepaskanmu, walau apa pun yang akan terjadi." Jodi berucap, sambil seperti biasa ia menggenggam erat jemari ku.
"aku sangat mencintai mu, Jodi. Kau adalah laki-laki terindah dalam hidupku." balasku kemudian.
Aku membalas genggaman tangan kekar itu. Rasanya begitu hangat. Sangat menenangkan.
Menikmati waktu berdua dengan orang yang aku cintai, sungguh membuat aku merasa nyaman.
Dunia benar-benar milik kami berdua. Kemesraan kami sungguh tanpa batas.
Aku hanya berharap, semoga cinta kami tetap utuh selamanya.
Ya, semoga saja..
Dan demikianlah kisah cinta nan romantis kali ini, semoga terhibur.
Sampai jumpa lagi di cerita-cerita selanjutnya, salam sayang selalu buat kalian semua.
****
Komentar
Posting Komentar
Terima kasih