Nama ku Juned. Sebut saja begitu. Dan ini adalah kisah ku.
Kisah ini terjadi sekitar 15 tahun yang lalu, saat itu aku masih berusia 19 tahun.
Aku tinggal di sebuah desa yang cukup terpencil, bahkan sangat terpencil.
Saat itu di desa ku belum ada listrik masuk. Dan jalan menuju desa ku, hanya bisa di tempuh dengan jalan kaki, atau paling tidak hanya bisa di tempuh dengan naik sepeda, itu pun kadang sepedanya lebih sering di dorong.
Desa ku memang berada di kawasan hutan saat itu. Jarak dari desa ku menuju jalan lintas hanya sekitar lima kilo meter sebenarnya. Namun karena hanya bisa di tempuh dengan jalan kaki atau naik sepeda, jarak itu terasa sangat jauh bagi kami.
Karena itu kami para warga sangat jarang keluar dari desa kami, kecuali ada keperluan yang sangat penting.
Biasanya yang rutin keluar itu, adalah mereka yang punya usaha berdagang, atau mereka yang bersekolah.
Kebetulan di desa ku itu, hanya ada satu sekolah dasar, itu pun sebenarnya hanya sebuah sekolah cabang, atau orang-orang menyebutnya kelas jauh.
Kebanyakan dari kami, setelah lulus SD, tidak akan melanjutkan ke tingkat selanjutnya, kecuali bagi mereka yang punya taraf kehidupan yang cukup mapan.
Aku seorang yatim piatu. Ibu ku meninggal pada saat aku masih berusia enam tahun, dan ayah ku meninggal pada saat aku berusia sepuluh tahun.
Kami ada empat bersaudara. Kakak pertama dan kedua ku perempuan, sedangkan kakak ketiga ku laki-laki.
Saat itu, kakak pertama dan kakak kedua ku sudah menikah, dan juga sudah punya anak.
Sejak ibu dan ayah ku meninggal, aku tinggal bersama kakak tertua ku.
Sejak lulus SD, aku sudah mulai bekerja serabutan di desa. Mulai dari membantu kakak ku di kebun, mencari ikan di sungai, hingga bekerja mencari rotan di hutan.
Desa ku memang terletak di pinggiran sebuah sungai kecil. Dan disanalah sumber mata pencaharian sebagian besar orang-orang di desa ku.
Selain sebagai tempat kami mencari ikan, sungai tersebut juga merupakan tempat para penduduk desa, untuk mandi, sumber air minum dan bahkan juga menjadi tempat bagi kami untuk buang air.
Sejak kecil aku memang sudah terbiasa hidup susah, kerja keras, banting tulang. Namun selalu saja nasib tak pernah berpihak padaku.
Cita-citaku, keinginan ku tenggelam, karena aku merasa kurang beruntung sebagai seorang Juned di dunia ini. Namun sebagai laki-laki dan untuk bertahan hidup, aku memang harus terbiasa menghadapi kegagalan demi kegagalan yang aku alami.
Dan aku bahkan hampir tidak yakin pada diri ku sendiri, kalau aku masih punya kesempatan untuk meraih sedikit saja dari keinginan ku.
Aku pun tumbuh sebagai seorang pemuda yang cukup pemalu, pendiam dan juga sangat penurut.
Hingga pada suatu saat...
Segerombolan tentara masuk ke desa kami. Menurut kabar yang aku dengar, para tentara tersebut, sedang melaksanakan kegiatan TMMD singkatan dari Tentara Manunggal Membangun Desa.
Aku tidak tahu persis tentang kegiatan tersebut, namun yang pasti segerombolan tentara tersebut telah mendirikan tenda di lapanang bola kaki desa kami, yang sebenarnya hanya sebuah lahan kosong.
Lahan kosong yang sering kami para pemuda gunakan untuk sekedar menyalurkan hobi kami bermain bola, karena memang tidak banyak kegiatan yang bisa kami lakukan untuk mengisi waktu luang kami di desa.
Segerombolan tentara tersebut, mungkin berjumlah lebih kurang sebanyak 25 orang. Dan mereka mendirikan tiga buah tenda besar di situ.
Kegiatan mereka antara lain, ialah membantu masyarakat untuk membersihkan pekarangan rumah mereka, membersihkan parit-parit yang ada, atau sekedar bercengkerama dengan para penduduk.
Kehadiran para tentara tersebut, cukup menarik perhatian kami. Karena belum pernah sebelumnya seorang tentara pun masuk ke desa kami.
Dan dari situlah aku mengenal pak Tomi, seorang tentara yang punya wajah cukup tampan, dan juga punya postur tubuh yang sangat kekar dan gagah.
Pak Tomi memang terkenal cukup ramah, dia banyak menghabiskan waktu bersama para penduduk, dan sering ikut dengan penduduk untuk sekedar mencari ikan di sungai.
Aku mengenal pak Tomi, karena pernah pada suatu kesempatan ia ikut dengan ku mencari ikan di sungai.
Kami para penduduk memang punya kendaraan khusus untuk kami mencari ikan di sungai. Kendaraan tersebut biasanya kami sebut dengan sampan.
Sampan itu terbuat dari kayu yang kami ambil dari hutan dan kami olah sedemikian rupa, sehingga bisa kami gunakan untuk kendaraan air kami. Tentu saja dengan bantuan sebuah pendayung.
"sejak kapan suka cari ikan seperti ini?" tanya pak Tomi waktu itu, saat kami berada di atas sampan di tengah-tengah sungai.
"sejak kecil pak." jawab ku polos.
"kamu gak sekolah?" tanya pak Tomi lagi.
"saya cuma sekolah hanya sampai tamat SD, pak." jawab ku.
Untuk selanjutnya pak Tomi terus bertanya-tanya tentang kehidupan ku, aku pun menceritakan semuanya apa adanya.
Lalu kemudian pak Tomi pun berbagi cerita kehidupannya dengan ku.
****
Pak Tomi ternyata sudah menikah dan sudah punya dua orang anak perempuan. Anak pertamanya sudah berusia delapan tahun, sedangkan anak keduanya masih berusia tiga tahun.
Pak Tomi sendiri, saat itu, sudah berusia sekitar 35 tahun. Dia sudah lebih dari sepuluh tahun menjadi seorang tentara.
"enaklah ya pak jadi tentara?" tanya ku sedikit memberanikan diri, ketika pak Tomi selesai bercerita tentang keluarganya.
"ya, enak gak enak sih. Di bilang enak ya memang ada enaknya, tapi yang namanya pekerjaan tentu juga ada tidak enaknya." jelas pak Tomi.
"apa tidak enaknya, pak?" tanya ku lagi, mulai merasa sedikit akrab.
"tidak enaknya ya, salah satunya, saya harus terpisah dengan keluarga saya, untuk jangka waktu yang cukup lama. Kami para tentara, terkadang hanya bisa pulang sekali setahun, itu pun cuma bisa berada hanya beberapa hari saja." jelas pak Tomi.
Untuk sesaat kami pun kemudian saling diam.
Saat itu sudah mulai sore, aku pun segera mengajak pak Tomi untuk kembali ke desa. Karena kalau malam hari, keadaan desa kami sangat sunyi dan gelap.
Kami hanya mengandalkan lampu buatan, yang kami buat dari kaleng atau botol bekas yang kami beri sumbu dan minya tanah, untuk bisa menyala dan menerangi rumah kami saat malam.
Namun biasanya kalau untuk pergi ke sungai malam-malam, kami juga punya senter buatan, yang kadang harus di pukul-pukul dulu baru hidup.
Intinya, kehidupan kami di desa memang sangat teramat sederhana. Kami memanfaatkan apa yang ada untuk kami tetap bisa bertahan hidup.
Setelah kembali ke desa, pak Tomi pun pamit untuk kembali ke tendanya lagi.
Malam itu, entah mengapa, bayangan wajah tampan pak Tomi terus melintas di pikiranku. Tubunya yang terlihat kekar dan gagah itu, terus membayangi ku.
Tiba-tiba saja aku merasa tertarik dengannya. Dan hal itu cukup menggangu pikiran ku, yang membuatku jadi sedikit susah tidur.
Setiap kali aku memejamkan mata, bayangan wajah pak Tomi terus melintas. Dan gema suaranya yang maskulin terus bergaung di telinga ku.
Ah, apa yang aku rasakan sebenarnya, aku belum pernah merasakan hal tersebut sebelumnya.
Aku memang tidak pernah benar-benar dekat dengan seseorang, karena aku memang cukup pemalu dan pendiam.
Tapi sejak mengenal pak Tomi, perasaan ku jadi tidak karuan. Aku jadi senyum-senyum sendiri memikirkan hal itu.
Hingga malam pun berlalu, dengan khayalan indahku tentang pak Tomi, si tentara yang gagah dan tampan itu.
****
Keesokan harinya, pak Tomi kembali datang menemuiku, untuk mengajak aku mencari ikan lagi di sungai.
Aku dengan senang hati tentu saja menyetujuinya.
Entah mengapa hari itu aku merasa bahagia, bisa bersama pak Tomi lagi seharian.
"kamu belum nikah, Juned?" tanya pak Tomi, saat kami sudah berada di tengah sungai kembali.
"belum, pak." jawabku singkat.
"kenapa?" tanya pak Tomi lagi.
"aku kan masih 19 tahun, pak." jawab ku apa adanya.
"iya, tapi biasanya orang-orang desa itu kan pada cepat nikah, ada kan teman seusia kamu yang sudah nikah?" ucap pak Tomi lagi.
"ada sih, pak. Kebanyakan teman seusia ku memang sudah pada nikah. Tapi aku gak mau ikut-ikutan mereka. Lagi pula mana ada sih pak, perempuan yang mau sama saya." balasku polos.
"kenapa gak ada yang mau?" pak Tomi bertanya lagi.
"ya, kan aku ini anak yatim piatu, pak. Orang miskin yang tidak punya apa-apa. Orangtua mana yang mau punya menantu seperti aku ini." jawabku.
"tapi kamu kan orangnya tampan dan juga sangat gagah. Lagi pula kamu kan juga orang yang baik, rajin dan suka membantu sesama, pasti banyak cewek desa ini yang mau sama kamu." ucap pak Tomi.
"gak juga, pak. Cewek itu kan lebih suka sama cowok yang mapan." balasku, lebih kepada diri ku sendiri.
"kamu jangan terlalu merendahkan diri sendiri seperti itu. Padahal kamu orangnya sangat menarik. loh. Aku aja suka sama kamu." ucap pak Tomi membalas.
"ah, pak Tomi bisa aja. Aku kan cowok, pak. Masa' iya pak Tomi tertarik sama cowok?" balasku polos.
"gak ada salahnya, loh, Jun. Itu kalau kamu juga suka sama saya sih." balas pak Tomi lagi.
Kali ini aku terdiam. Aku belum benar-benar mengerti apa maksud pak Tomi berkata seperti itu.
Aku memang mengagumi sosok pak Tomi. Tapi aku tidak berpikir, kalau itu adalah perasaan cinta.
Lagi pula, gak mungkin kan pak Tomi benar-benar menyukai saya?
Dia kan sudah nikah dan bahkan juga sudah punya anak.
Apa memang ada seorang cowok juga tertarik pada cowok juga?
Berbagai pertanyaan terus menghantui pikiranku. Namun aku belum berani untuk bertanya lebih lanjut kepada pak Tomi.
Karena bisa saja, pak Tomi hanya sekedar menghibur ku.
Lalu apakah yang terjadi antara aku dan pak Tomi selanjutnya?
Mungkinkah pak benar-benar juga menyukai ku?
Mungkinkah akan terjadi sesuatu di antara kami berdua?
*****
Part 2
Suatu malam, pak Tomi tiba-tiba mengajak aku untuk menemaninya ke sungai.
"saya kebelet, kamu bisa kan menemani saya sebentar." ucap pak Tomi, saat itu ia sengaja datang menemui ku di rumah.
Aku sedikit heran sih sebenarnya. Dari sekian banyak warga di kampung ini, kenapa pak Tomi justru memilih ku untun menemaninya.
Tapi aku tidak berani mempertanyakan hal tersebut. Aku hanya mengangguk menyetujui permintaannya, untuk menemaninya ke sungai.
Jarak dari pemukiman penduduk dengan sungai memang hanya berjaran kurang lebih dua ratus meter. Namun jalan menuju ke sana harus menempuh hutan belantara.
Tak banyak penduduk yang berani malam-malam pergi ke sungai sendirian. Biasanya kalau kami mau ke sungai malam-malam, pasti minta di temani.
Aku pun berjalan beriringan dengan pak Tomi menuju sungai. Jalan itu hanya sebuah jalan yang kami buat secara gotong royong. Hanya sebuah jalan kecil, yang di kiri kanan, masih berupa hutan.
Aku sengaja membawa senter butut ku, untuk membantu menerangi perjalanan kami malam itu.
"biasanya kalau malam, ramai gak di sungai?" tanya pak Tomi memecah keheningan, saat itu kami sudah berada di jalan menuju sungai.
"kalau malam, gak ada yang berani ke sungai, pak. Kalau pun ada paling hanya beberapa orang saja, itu pun biasanya gak sendirian." jawab ku apa adanya.
"emang agak ngeri juga ya, kalau sendirian dalam kegelapan seperti ini. Apa lagi masih banyak hutan seperti ini." ucap pak Tomi lagi.
"iya, pak." balas ku setuju.
Tak lama kemudian kami pun sampai ke sungai. Pak Tomi segera menuju tempat biasa orang-orang buang air di sungai.
"kamu jangan jauh-jauh ya, Jun. Aku agak sedikit takut. Jika perlu kamu di samping ku aja.." ucap pak Tomi, sambil mulai naik ke rakit di tepian sungai tersebut.
"iya, pak. Bapak tenang aja, aku gak bakal jauh-jauh kok." balasku.
Pak Tomi pun mulai melakukan hajatnya. Ia mulai menurunkan celananya. Saat itu, aku tak sengaja mengarahkan senter ku padanya. Aku dapat melihat dengan jelas padanya.
Aku cukup terkesima melihatnya. Dada ku tiba-tiba saja berdebar hebat melihat hal tersebut. Tapi aku segera mengalihkan arah senter ku, ke arah tengah sungai.
"senter nya arahkan saja sama saya." ucap pak Tomi, melihat aku yang mengalihkan arah senter itu.
"tapi, pak... saya gak enak.." balasku terbata. Jarak antara aku dan pak Tomi waktu itu, hanya beberapa meter saja.
"ya, kamunya jangan lihat kesini, senternya aja yang di arahkan kesini." ucap Tomi lagi, "kecuali kalau kamu memang suka melihatnya..." lanjutnya sedikit tertahan.
Kali ini aku hanya diam, enggan untuk menanggapi kalimat pak Tomi barusan. Aku hanya kembali mengarahkan senter itu padanya, namun tatapanku tetap aku arahkan ke tengah sungai.
Tapi diam-diam, aku juga tak mampu menahan keinginan ku untuk mengintip pada pak Tomi.
Debaran di dada ku kian tak karuan melihat hal tersebut. Tapi aku kembali mengalihkan pandangan ku. Aku tak ingin terlarut dalam pesona ku pada pak Tomi.
*****
"kamu emang belum pernah pacaran sama sekali?" tanya pak Tomi saat di perjalanan pulang.
"belum, pak." jawab ku jujur.
"berarti kamu masih prjaka dong?" kelakar pak Tomi.
"iya, begitulah pak Tomi." jawabku polos.
"kamu mau gak, kalau aku.. aku... memberi kamu sedikit pelajaran?" tanya pak Tomi kemudian dengan sedikit tergagap.
"pelajaran apa pak Tomi?" tanya ku ingin tahu.
"tapi kamu harus janji, gak bakal ceritakan hal ini pada siapa pun." ucap pak Tomi.
"iya, saya janji, pak." balas ku. Aku memang selalu penurut orangnya. Di usia ku yang masih 19 tahun waktu itu, aku tidak biasa membantah, terutama kepada orang yang lebih tua dari ku.
Tiba-tiba pak Tomi menahan lngkah ku. Tngannya memegang kedua pundak ku dengan kokoh.
"kamu blum pernah brc!umn kan?" tanya pak Tomi serius.
Aku hanya menggeleng. Meski pun saat itu sangat gelap, tapi aku yakin cahaya senter itu mampu untuk membuat pak Tomi dapat melihat dengan jelas gelengan kepala ku.
"kamu mau saya ajarkan untuk brc!umn?" tanya pak Tomi lagi.
"tapi... tapi... saya kan cowok, pak. Apa pak Tomi gak merasa geli?" tanya ku sedikit terbata.
Jantungku berdebar hebat saat itu. Perasaan ku menjadi tak karuan. Membyangkan pak Tomi mnc!umi ku, aku merasa jadi tak menentu. Antara mnginginkn hal tersebut, atau mersa malu pada pak Tomi.
"gak apa-apa, Jun. Saya mau kok mlakuknnya sama kamu. Lagi pula saya juga mersa kesepian selama di sini. Saya sudah lma tidak brtemu dengan istri saya. Jika kamu mau, aku benar-benar mnginginkan kmu mlam ini." ucap pak Tomi mmbalas, suaranya sedikit bergetar.
"aku... aku... mau, pak. Tapi aku malu. Aku juga belum prnah seperti ini dengan siapa pun." ucapku terbata.
"karena itu, aku akan mengajari kmu mlam ini, Jun." balas pak Tomi lagi.
"kita mlakuknnya disini?" tanya ku ragu.
"iya, disini kan sepi, Jun. Gak bakal ada juga kan orang yang lewat, sudah hampir jam sepuluh loh." ucap pak Tomi.
"kita msuk ke hutan aja ya, pak. Biar lebih aman.." ucapku kemudian.
"baiklah, kalau itu bisa membuatmu merasa lebih aman." balas pak Tomi.
Kami pun kemudian msuk ke dalam hutan, sekitar dua puluh meter dari jalan. Aku mmang merasa sedikit risih mlakukn hal tersebut di jalan, takut kalau ada orang yang lewat dan melihat kami.
Setelah mrasa cukup aman, pak Tomi pun mlai melakukn aksinya pda ku.
"senternya di matikan aja.." ucapnya, sbelum akhirnya ia bnar-benar mlakukan hal itu.
Aku pun sgera mematikan senter. Dan dngan perasaan yang msih tak karuan, aku pun mencba mnyambut kehadirn pak Tomi mlam itu.
Itu adalah pertma kalinya aku brc!umn, dan hal itu aku lakukn dngan seorang laki-laki.
"gimana?" tanya pak Tomi berbisik, ketika ia slesai mlakuknnya.
"gimana apanya?" tanya ku polos.
"rasanya gimana?" tanya pak Tomi lagi.
"enak, pak." jawabku jujur.
"mau lagi gak?" tanya pak Tomi kemudian.
"iya.." balasku dengan nada lemah.
Aku tak bisa menyembunyikn apa yang aku rasakn mlam itu. Aku memang menyukainya, karena hal itu terasa indah bagiku. Apa lagi aku belum prnah meraskannya sebelumnya.
Pak Tomi kmbali mlakukn aksinya padaku, aku pun menymbutnya dengan antusias.
Sekali, dua kali dan terus menerus, yang mmbuatku mer4sa terbu4!. Aku semkin trlen4 dengan semua itu.
"kamu mau yang lebih gak?" tanya pak Tomi, dngan npas sedikit tersengal.
"terserah pak Tomi aja..." jwab ku pasr4h.
Dan kemudian pak Tomi pun semkin mnj4di-jadi, dia mnjdi sedikit brut4l. Aku pun hnya bisa mengikuti smua itu. Karena aku sebnarnya sngat menyukainya.
Semkin lama pak Tomi smkin tak trkndali. Dia trus brusaha mmbuat aku mngikuti smua keingiannnya mlam itu. Smpai akhirnya smua itu pun trjadi.
Sesuatu yang mmbuat aku tlah kehilangn harga diriku. Meski pun aku juga mnginginkn hal trsebut. Aku sngat mnikamti itu smua. Smuanya trasa bgitu indah bgi ku.
Itu adalah pngalaman pertma ku yang begitu smpurna. Pak Tomi bnar-benar mmpu mbuatku trkesan dngan smua yang ia lakukn pda ku mlam itu.
Aku tak mmpu menolaknya, aku tak ingin mnolaknya. Aku justru mnginginknnya.
****
"maafkan saya. Saya sudah tidak bisa mengontrol diri saya lagi. Kamu sangat menarik, Juned. Aku tak bisa menahannya lagi." ucap pak Tomi, sesaat setelah semuanya berakhir.
"pak Tomi tak perlu minta maaf, karena aku juga menyukai hal tersebut. Aku juga menginginkannya." balas ku jujur.
"kamu tak menyesal?" tanya pak Tomi.
"aku tak mungkin menyesali sesuatu yang indah seperti itu, pak Tomi. Pak Tomi hebat, aku sungguh terkesan." balasku berusaha mengungkapkan perasaan ku padanya.
"kamu juga luar biasa, Juned. Aku juga terkesan sama kamu." ucap pak Tomi.
"aku... aku... suka sama pak Tomi, aku mungkin telah jatuh cinta sama pak Tomi." ucapku dengan suara sedikit bergetar.
"aku juga suka sama kamu, Juned. Kamu pemuda yang penuh pesona." balas pak Tomi kemudian.
"apa itu berarti, kalau kita masih bisa melakukan hal itu nanti, lain kali?" tanya ku benar-benar ingin tahu.
"kapan pun kamu mengingingkannya, Juned. Aku akan siap sedia buat kamu." balas pak Tomi mantap.
"sekarang mari kita pulang, karena malam sudah sangat larut." lanjut pak Tomi berucap lagi.
Kami pun sama-sama melangkah menuju jalan kembali, meninggalkan hutan gelap yang menjadi saksi keindahan cinta kami malam itu.
Hati ku merasa berbunga-bunga. Rasanya malam itu begitu indah. Aku merasa bahagia. Untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku benar-benar merasa bahagia.
Aku merasa, kejadian malam itu, adalah salah satu wujud dari mimpi ku yang menjadi nyata. Aku memang pernah berharap, punya seseorang yang bisa memberikan aku keindahan cinta, dan malam itu aku pun bisa merasakan hal tersebut.
Namun jauh dari lubuk hati ku harus mengakui, kalau hubungan ku dengan pak Tomi adalah sebuah kesalahan. Dan terlepas dari itu semua, hubungan kamu jelas tidak akan bertahan lama, karena beberapa hari lagi, pak Tomi akan pergi dari desa kami.
Lalu bagaimanakah hubungan ku selanjutnya dengan pak Tomi?
Masihkah kami bisa menikmati kebersamaan kami lagi, setidaknya di detik-detik terakhir pak Tomi akan pergi dari desa ku?
Kesan apa yang pak Tomi berikan di malam terakhir pertemuan kami?
*****
Part 3
Malam selanjutnya, aku sengaja menunggu pak Tomi datang menjemput ku ke rumah. Karena saat kami jumpa tadi siang, pak Tomi berjanji akan menjemputku ke rumah.
Ketika hampir jam sembilan malam, pak Tomi pun akhirnya datang.
"maaf ya, sudah membuat kamu menunggu lama." ucap pak Tomi, saat kami sudah berada di jalan menuju sungai.
"tadi kebetulan kami ada semacam acara rapat di tenda, untuk pembahasan kegiatan acara perpisahan nanti." lanjut pak Tomi.
"iya, gak apa-apa, pak. Lagi pula bukannya lebih baik kalau kita bertemunya memang agak sedikit larut, agar lebih sunyi dan sudah pasti tidak ada orang yang akan lewat di jalan ini." balas ku.
"kamu yakin, mau melakukannya lagi dengan ku malam ini?" tanya pak Tomi kemudian.
"iya, saya yakin, pak." jawab ku jujur.
Pak Tomi dan aku pun segera menghentikan langkah kami, dan segera berbelok ke dalam hutan. Menuju tempat yang lebih aman, berada beberapa meter dari jalan.
Kami duduk di atas sebatang kayu besar yang sudah tumbang di dalam hutang tersebut.
"jadi berapa lama lagi pak Tomi berada di desa kami ini?" tanya ku memecah keheningan.
"sekitar dua hari lagi, Jun. Malam besok adalah malam terakhir kami disini." jelas pak Tomi.
Entah mengapa aku merasa kecewa mendengar hal itu. Jika malam besok adalah malam terakhir pak Tomi disini, itu artinya, malam besok juga merupakan malam terakhir aku bisa bersama pak Tomi.
Padahal baru malam kemarin, aku bisa menikmati indahnya kebersamaan ku bersama pak Tomi, meski pun sudah lebih dari seminggu dia di desa kami.
"kamu gak usah sedih gitu, kan masih ada waktu kita dua malam lagi." ucap pak Tomi tiba-tiba, melihat keterdiaman ku.
"tapi aku sudah terlanjur sayang sama pak Tomi. Aku gak siap untuk berpisah." ucapku akhirnya.
"saya juga sayang sama kamu, Juned. Tapi kita gak usah bahas soal itu dulu ya. Kita nikmati saja waktu yang ada." balas pak Tomi.
"iya, pak Tomi. Aku tak ingin melewatkan malam ini dengan kesedihan. Aku ingin merasakan keindahan itu lagi, seperti malam kemarin." ucapku apa adanya.
Aku memang sangat terkesan dengan apa yang pak Tomi lakukan padaku malam kemarin. Semua itu sungguh terasa indah bagiku. Aku selalu memikirkan hal itu hampir seharian ini. Aku tak sabar menunggu malam.
Dan sekarang pak Tomi sudah berada di sini, di dekat ku. Aku tak akan sia-sia kan kesempatan ini.
Karena itu, untuk kali ini, aku yang memulainya.
Pak Tomi pun menyambut ku dengan penuh semangat.
Seperti malam sebelumnya, kami pun mulai melakukan hal itu lagi.
Aku yang sudah mulai terbiasa dengan hal tersebut, jadi semakin berani.
Aku ingin menunjukkan 'power' ku pada pak Tomi. Aku ingin memberi kesan yang tidak akan pernah pak Tomi lupakan seumur hidupnya.
"ah, kamu memang hebat Juned." ucap pak Tomi, di sela-sela aksi kami.
"pak Tomi juga luar biasa.." balas ku, berusaha mngimbanginya.
Dan malam itu pun berakhir dengan sangat indah. Penuh kesan.
Pak Tomi kembali berhasil memberi aku suatu kesan yang luar biasa hebat. Aku semakin merasa takut kehilangan dirinya.
Setelah menuntaskan semuanya, kami pun memutuskan untuk kembali ke perkampungan.
Pak Tomi mengantarku sampai ke rumah, lalu kemudian ia pun melanjutkan perjalanannya menuju tendanya, yang berjarak kurang lebih lima ratus meter dari rumahku.
"sampai jumpa malam besok ya, Jun." ucap pak Tomi, sebelum ia berlalu dari ku.
"siap, pak." balas ku mantap.
*****
Siang itu, aku sengaja datang ke tenda tempat pak Tomi dan rombongannya. Melihat kegiatan mereka untuk mempersiapkan acara perpisahan nanti malam.
Di sana memang cukup ramai, karena beberapa orang warga juga ikut berperan di sana.
Pak Tomi dan rombongannya memang sudah sepuluh hari berada di desa kami, dan malam nanti adalah malam terakhir mereka di sini. Karena itu para warga cukup antusias, membantu mereka mempersiapkan segala sesuatunya, untuk acara nanti malam.
Aku pun turut membantu mereka, tapi sejujurnya aku lebih sering menatap pak Tomi diam-diam. Memperhatikannya dengan penuh perasaan.
Pak Tomi memang laki-laki yang gagah, ia sangat penuh pesona. Semakin aku memperhatikannya, semakin aku mengaguminya.
Ingin rasanya aku selalu berada di sampingnya. Ingin rasanya aku mencurahkan semua perasaanku padanya.
Namun aku cukup sadar, kalau apa yang terjadi antara aku dan pak Tomi, hanyalah sesuatu yang bersifat sementara. Kami tak mungkin bersama selamanya.
Esok pak Tomi akan kembali kepada keluarganya. Dan aku merasa sakit menyadari itu semua. Rasanya begitu berat harus berpisah dengan pak Tomi.
Esok tak akan ada lagi pak Tomi disini, dia akan pergi. Dan aku yakin, dia tak akan pernah kembali lagi.
Namun aku tetap berharap, pak Tomi bisa merasakan apa yang aku rasakan padanya. Aku berharap, dia bisa bertahan lebih lama lagi disini. Atau setidaknya ia bisa kembali lagi ke sini suatu saat nanti.
Berkali-kali aku menarik napas dalam. Rasanya begitu berat.
Untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku merasakan benar-benar jatuh cinta. Dan untuk pertama kalinya juga, aku bisa memiliki orang yang aku cintai. Namun itu semua akan segera berakhir.
Akh, rasanya aku memang belum sanggup berpisah dari pak Tomi. Tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa saat ini. Pak Tomi hanya seorang pengunjung di desa kami, aku tak bisa memaksanya untuk tetap tinggal.
Apa lagi pak Tomi juga punya istri dan anak, yang menjadi tujuannya untuk pulang. Aku tak berhak untuk memilikinya lebih dari kesempatan yang ia berikan padaku.
Tapi setidaknya, aku pernah merasakan hal tersebut. Merasakan sesuatu yang selama ini hanya ada dalam khayalanku.
Dan setidaknya, aku masih punya satu malam lagi untuk bersamanya.
*****
Malam pun akhirnya tiba. Acara perpisahan itu berlangsung dengan penuh kesan. Hampir seluruh warga datang ke acara itu.
Aku juga turut datang ke sana, tapi aku lebih fokus memperhatikan pak Tomi dari kejauhan.
Meski pun sebenarnya acara tersebut cukup menyenangkan, namun aku tak begitu menikmati hal tersebut. Aku lebih memikirkan pertemuanku dengan pak Tomi nantinya.
Kami memang sudah sepakat untuk kembali bertemu, tentu saja setelah semua kegiatan acara perpisahan itu usai.
Dan ketika acara itu pun berakhir, pak Tomi pun segera menemui ku.
"ayok." ajaknya, ia mulai melangkah ke arah jalan menuju sungai. Tempat kami bertemu pada malam-malam sebelumnya.
"malam ini, aku tidak ingin melakukannya di hutan, pak." ucapku sambil mengikuti langkahnya.
"lalu kita akan melakukannya dimana?" tanya pak Tomi sedikit memelan langkah.
"di rumah ku." jawabku santai.
"di rumah mu? Emangnya bisa?" tanya pak Tomi.
"kebetulan malam ini aku sendirian di rumah, pak. Kakak ku dan suaminya juga anak-anak mereka, sedang berada di luar kampung. Kebetulan ada acara keluarga dari suami kakak ku, di desa lain. Jadi mereka semua menginap di sana." ucapku menjelaskan.
"aman gak?" tanya pak Tomi.
"saya jamin aman seratus persen, pak." balasku yakin.
"oke, kalau gitu. Mari kita langsung ke rumah mu aja." ucap pak Tomi.
"tapi aku ingin, malam ini, pak Tomi juga menginap di rumahku. Aku benar-benar ingin menghabiskan malam ini, hanya berdua bersama pak Tomi." ucapku meminta.
"kalau itu yang kamu inginkan, Jun. Saya pasti bersedia. Lagi pula malam ini adalah malam terakhir bagi kita." balas pak Tomi lagi.
Kami pun kemudian melanjutkan langkah kami, menuju rumah ku, yang hanya tinggal beberapa meter lagi.
Sesampai di rumah, aku pun segera mempersilahkan pak Tomi masuk.
Rumah tempat tinggalku itu, yang merupakan rumah warisan dari almarhum orangtua ku, yang saat ini aku dan keluarga kakak tertua ku tempati itu, hanyalah sebuah rumah sederhana. Sebuah rumah yang terbuat dari papan, yang di olah langsung dari hutan.
Sebuah rumah panggung, dengan tiang-tiang penyangga yang terbuat dari kayu. Rumah-rumah penduduk di sini, memang rata-rata semuanya rumah panggung.
Rumah ku itu, hanya ada satu kamar tidur, dan itu sudah di tempati oleh kakak ku dan suaminya.
Sementara aku hanya tidur di ruang tengah, biasanya bersama kedua anak kakakku.
Namun untuk malam ini, aku hanya sendirian di rumah ini. Karena itu, aku pun nekat membawa pak Tomi untuk menginap di rumahku malam ini.
Aku ingin malam terakhir kami, benar-benar menjadi malam yang sempurna. Sesempurna rasa cinta ku kepada pak Tomi.
"kita tidurnya di sini aja ya pak Tomi." ucapku kepada pak Tomi, sambil mulai berbaring di lantai papan yang hanya beralaskan tikar pandan.
Sebuah bantal kumuh aku serahkan kepada pak Tomi, sebagai sandaran kepalanya. Kemudian aku pun mengambil dua buah selimut untuk kami berdua.
Pak Tomi pun turut berbaring di samping ku. Setelah tentu saja ia membuka baju seragam tentara nya.
Rumah kami memang hanya di terangi oleh lampu kecil yang terbuat dari kaleng bekas yang di beri sumbu dan juga minyak tanah.
Aku sengaja meletakkan lampu itu, di sebalik dinding kamar, agar cahayanya tidak terlalu menerangi kami berdua.
Dalam cahaya redup itu, aku dapat melihat tubuh kekar pak Tomi yang sudah bertelanjang dada. Ia hanya memakai sebuah celana pendek. Sementara aku hanya memakai kain sarung.
Aku segera melingkarkan tangaku di dada bidang pak Tomi. Aku merasa hangat dan damai.
"aku sangat menyayangi pak Tomi.." bisik ku.
"aku juga sayang sama kamu. Juned." balas pak Tomi turut berbisik.
"tapi esok pak Tomi sudah tidak di sini lagi." ucapku lagi.
"saya memang harus pergi, Jun. Saya gak mungkin selamanya di sini." balas pak Tomi, suaranya berat.
"tapi aku belum siap berpisah dengan pak Tomi." ucapku dengan suara sedikit bergetar.
"kita harus realistis, Jun. Kita tak mungkin bisa bersama selamanya." ucap pak Tomi.
"lalu apa arti semua ini, pak Tomi. Apa arti kebersamaan kita selama tiga malam ini?" suaraku semakin lirih. Hati ku pilu.
"saya juga tidak mengerti, apa sebenarnya yang terjadi diantara kita saat ini, Jun. Tapi yang pasti, aku merasa bahagia bisa mengenal kamu. Aku benar-benar merasakan kesempurnaan hidup saat bersama kamu. Namun sekali lagi, kita harus realistis. Kita harus menerima kenyataan, bahwa hubungan kita hanya bisa terjadi selama tiga malam." ucap pak Tomi.
"apa pak Tomi tidak akan pernah datang ke sini lagi?" tanya ku pilu.
"aku tidak bisa menjanjikan apa-apa padamu, Jun. Jarak tempat aku tinggal dengan desa mu ini sangat jauh. Aku takut aku tidak bisa memenuhi janji ku. Dan aku tak ingin memberi kamu harapan apa pun. Jadi lebih baik kamu tidak berharap, karena itu hanya akan membuat kamu semakin terluka." balas pak Tomi, suaranya mulai serak.
"tapi aku sangat mencintai pak Tomi. Aku sangat membutuhkan pak Tomi. Aku tak bisa hidup tanpa pak Tomi." ucapku terbata.
"kamu pasti, Jun. Kita baru kenal selama beberapa hari. Karena itu, kamu pasti bisa untuk melupakan saya." balas pak Tomi lagi.
Kali ini aku terdiam. Sebenarnya banyak yang ingin aku utarakan. Namun rasanya saat ini semua itu percuma. Apa pun yang akan aku sampaikan, pak Tomi tetap akan pergi esok hari.
Jadi dari pada aku menghabiskan malam ini dengan kesedihan, lebih baik aku menghabiskannya dengan keindahan.
Karena itu, aku pun memulai aksi ku. Pak Tomi pun sangat mengerti, dia memberi aku kesempatan yang sangat besar malam itu.
"aku milik kamu malam ini, Juned." ucap pak Tomi, menyambut kehadiran ku.
"dan aku tidak akan melepaskan pak Tomi malam ini. Tidak sedetik pun." balasku tegas.
Pak Tomi tersenyum. Aku membalas tersenyum. Tatapan kami bertemu dalam remang cahaya malam.
Dan aku siap menghabiskan malam ini dengan sempurna.
Pak Tomi juga sepertinya lebih bersemangat dari malam-malam sebelumnya. Selain karena ini adalah malam terakhir kami, malam ini kami juga melakukannya di rumah. Di tempat yang jauh lebih aman, dari pada di hutan.
Bahkan malam ini, kami melakukannya lebih dari satu kali. Lebih lama dan lebih berkesan.
Pak Tomi seakan ingin membuat hubungan kami yang hanya terjadi selama tiga malam ini, jadi punya kesan yang mendalam. Seakan kesan itu, akan bertahan selamanya. Seakan kami telah berhubungan cukup lama.
Aku pun merasakan hal itu, aku benar-benar terkesan. Sungguh sebuah pengalaman yang teramat indah bagi ku. Aku melakukannya, seolah-olah ini adalah hal terakhir yang ingin aku lakukan dalam hidup ini. Aku tak menginginkan apa pun lagi setelah ini.
Dan malam itu pun berlalu dengan penuh keindahan. Penuh kesan dan penuh makna.
****
Pagi pun akhirnya datang. Meski pun kami berdua jadi agak sedikit terlambat bangun, karena pertempuran kami tadi malam.
Setelah mandi dan sarapan, kami pun segera menuju tenda tempat rombongan pak Tomi berada.
Mereka ternyata sudah membuka tenda tersebut, dan sudah bersiap-siap untuk pergi.
Banyak masyarakat yang hadir di sana, untuk melepaskan kepergian mereka.
Pak Tomi segera membereskan barang-barangnya. Aku ikut membantunya.
"kapan kita akan bertemu lagi, pak Tomi?" tanyaku, beberapa saat sebelum pak Tomi dan rombongannya benar-benar pergi.
Aku dan pak Tomi berada sedikit dari keramaian, untuk bisa ngobrol berdua.
"seperti yang aku katakan, Jun. Aku tak ingin menjanjikan kamu apa-apa. Namun seandainya, aku punya kesempatan, aku pasti akan mengunjungi kamu." balas pak Tomi.
Untuk selanjutnya kami pun saling terdiam. Rasanya tak ada lagi kalimat yang bermakna saat ini.
Kepergian pak Tomi benar-benar membuat aku kecewa. Aku seperti kehilangan semangat.
Namun aku memang harus melepaskannya. Aku harus merelakan kepergiannya.
Dan akhirnya pak Tomi dan rombongannya pun benar-benar pergi. Aku merasakan mata ku mulai berkaca. Ku perhatikan pak Tomi yang dari kejauha. Ia dan rombongannya mulai melangkah menjauh meninggalkan desa kami.
Tak sadar, aku pun menangis. Air mata ku jatuh begitu saja, melihat pak Tomi yang terus melangkah menjauh dan semakin lama semakin jauh dan hilang.
Ingin rasanya saat itu, aku berteriak memanggil namanya, lalu berlarian mengejarnya.
Namun aku cukup sadar, kalau hal itu jelas tidak mungkin aku lakukan saat ini.
Karena itu, aku pun memutar tubuku dan mulai melangkah untuk kembali ke rumahku.
Sesampai di rumah, aku pun menangis tersedu. Berat rasanya melepaskan orang yang aku cintai. Berat rasanya berpisah dari orang yang aku sayangi.
Meski pun hubunganku dengan pak Tomi baru terjalin selama beberapa malam. Namun kesan yang ia berikan sangat melekat di hatiku. Apa lagi pak Tomi adalah laki-laki pertama dalam hidup ku.
Pak Tomi adalah orang pertama, yang mengajarkan aku banyak hal. Yang memberikan aku kesan yang indah. Kesan yang tidak akan pernah aku lupakan seumur hidupku.
Namun pada akhirnya aku memang harus menerima kenyataan yang ada.
Kenyataan bahwa pak Tomi memang bukan tercipta untuk aku miliki selamanya.
Kenyataan bahwa pak Tomi hanya menjadikan aku sebuah persinggahan.
Karena setelah bertahun-tahun, pak Tomi tidak pernah sekali pun datang menemui ku lagi.
Aku tahu, pak Tomi memang tidak berjanji akan datang kembali.
Tapi, jika ia memang mencintaiku, ia seharusnya bisa meluangkan waktunya untuk sekedar mengunjungi ku.
Namun kenyataannya, ia tak pernah datang sama sekali. Bahkan hingga bertahun-tahun.
Aku pun mulai belajar untuk melupakannya, dan tak pernah lagi berharap ia akan datang.
Aku kembali mencoba menjalani kehidupan ku.
Dan sekarang sudah lebih dari lima belas tahun berlalu. Namun semua kejadian itu tetap melekat erat di hatiku. Aku selalu mengingatnya, dan aku memang tidak ingin melupakan hal tersebut.
Karena bagi ku, pak Tomi adalah laki-laki pertama yang berhasil memberikan aku sebuah keindahan cinta.
Pak Tentara yang gagah itu, adalah laki-laki pertama, yang mampu merebut hati ku.
Dan begitulah kisah ku bersama pak tentara yang kekar itu terjadi. Semua kisah itu, selama ini hanya aku simpan sendiri, dan hanya di sinilah tempat aku mencurahkannya.
Terima kasih sudah menyimak kisah ini sampai selesai, semoga terhibur.
Sampai jumpa lagi, dan salam sayang selalu buat kalian semua..
****
Komentar
Posting Komentar
Terima kasih