Langsung ke konten utama

Adsense

Oh.. My boyfriend

"aku minta maaf, Den.." suara ku sedikit serak.

"ini bukan hanya soal maaf memaafkan, Jay. Ini soal hubungan kita. Ini soal perasaan. Kalau kamu tidak bisa menjaga perasaan ku, bagaimana hubungan kita bisa dilanjutkan?" Deny membalas, suaranya sedikit keras.

"iya.. aku tahu, karena itu aku minta maaf. Dan aku janji, aku tidak akan mengulanginya lagi. Lagi pula, kejadian tersebut tidak sepenuhnya aku sengaja. Aku tidak menyangka sama sekali, jika istri ku akan datang saat itu..." ucapku sedikit menjelaskan.

"tapi setidaknya, jika kamu bisa menjaga perasaan ku, kamu tidak harus semesra itu dengan istri mu, saat aku masih berada disana." Deny membalas lagi.

"yah.. mau gimana lagi, di depan orang-orang aku memang harus terlihat mesra bersama istri ku. Aku hanya tidak ingin orang-orang curiga." bela ku lagi.

"terserah kamu aja, Jay. Aku capek. Mungkin untuk sementara kita tidak usah bertemu dulu. Aku pengen sendirian.." ucap Deny kemudian.

"kamu jangan gitu dong, Den. Kenapa kamu jadi egois gini?" suara ku sedikit meninggi.

"apa? Aku egois? Gak salah, Jay? Kamu jangan coba-coba memutar fakta ya, Jay. Disini aku yang tersakiti, bukan kamu.." balas Deny, suaranya ikut meninggi.

"tapi bukankah dari awal, kita sudah sepakat tentang semua ini. Kenapa sekarang kamu mengungkitnya lagi?" suaraku masih tinggi.

"kesepakatan kita adalah bahwa kamu tetap akan menjalani kehidupan rumah tangga kamu, bahwa kamu akan tetap menjadi suami bagi istri mu. Dan aku rela jadi yang kedua buat kamu. Tapi bukan berarti kamu bebas bermesraan di depan ku. Kamu juga harus bisa menjaga perasaan ku, dong." suara Deny kian tinggi.

"pokoknya sekarang, aku pengen menyendiri. Dan kita gak usah ketemu dulu, untuk sementara waktu." Deny melanjutkan ucapannya, suaranya mulai mereda.

"sampai kapan?" tanyaku dengan suara berat.

"sampai aku yakin, kalau kamu masih mencintai ku.." balas Deny terdengar tegas.

Lalu kemudian, Deny pun segera berdiri dan pergi meninggalkan ku sendirian.

Sementara aku hanya bisa menatap kepergiannya, tanpa bisa berkata apa-apa lagi.

Jadi ceritanya, kemarin lusa, kami berdua menghadiri sebuah pesta ulang tahun salah seorang teman kami. Aku tidak tahu, kalau istri ku juga di undang ke pesta tersebut. Ternyata pacarnya teman kami tersebut, adalah teman istri ku.

Karena kebetulan bertemu di pesta tersebut, aku dengan sangat terpaksa harus mengdampingi istriku. Karena hampir semua orang yang hadir di pesta tersebut, sudah tahu, kalau kami sudah menikah beberapa bulan yang lalu.

Sebagai pasangan yan baru menikah, aku berusaha untuk terlihat mesra di depan orang-orang. Tapi ternyata hal itu cukup membuat Deny merasa cemburu dan sakit hati.

Hingga Deny akhirnya mengajak aku ketemuan, dan terjadilah pertengkaran tersebut.

Deny adalah pacarku. Kami sudah pacaran lebih dari dua tahun. Selama dua tahun tersebut, hubungan kami baik-baik saja.

Deny adalah seorang manager di sebuah perusahaan yang cukup besar di kota kami. Dan kebetulan aku juga seorang karyawan di perusahaan tersebut. Karena itulah kami pun saling kenal, dan kemudian saling tertarik. Lalu kami sepakat untuk menjalin hubungan asmara.

Deny bukan cinta pertam ku, dan juga bukan pacar pertama ku. Aku sudah sangat lama melanglang buana di dunia pelangi. Begitu juga Deny.

Namun dari semua laki-laki yang pernah aku pacari, hanya Deny yang terbaik. Hubungan kami juga terbilang cukup langgeng dan bertahan lama. Aku belum pernah pacaran dengan laki-laki lebih dari setahun sebelumnya. Tapi dengan Deny, kami mampu mempertahankan hubungan kami dengan baik.

Hingga pada suatu saat, aku dengan sangat terpaksa, harus menerima perjodohan dari kedua orangtua ku. Karena kebetulan aku adalah anak tunggal. Dan kedua orangtua sangat ingin aku segera menikah. Mengingat usia ku sudah 28 tahun waktu itu. Apa lagi aku juga sudah punya pekerjaan tetap.

Istri ku juga seorang wanita karir. Dia juga terpaksa menikah dengan ku. Semua hanya untuk memenuhi keinginan kedua orangtua kami. Meski kami tidak saling cinta.

Namun sebagai pasangan yang sudah menikah. Kami berdua, berusaha untuk tetap menjalankan kewajiban kami sebagai sepasang suami istri. Tapi kami berkomitmen, untuk menunda memiliki anak, sampai kami benar-benar yakin, akan perasaan kami masing-masing.

Awalnya Deny tidak bisa menerima semua itu. Ia tidak ingin aku menikah. Namun aku berusaha keras untuk meyakinkannya, bahwa pernikahan ku hanyalah untuk memenuhi keinginan orangtua ku. Dan kami akan tetap terus berhubungan seperti biasa.

"aku janji, Den. Aku akan selalu mengutamakan kamu. Aku tidak akan pernah membuat kamu kecewa. Aku akan selalu menjaga perasaan kamu.." begitu ucapku, dalam upaya ku untuk meminta restu dari Deny waktu itu.

"tapi kamu pasti tidak akan punya banyak waktu lagi bersama ku, Jay. Kita akan semakin jarang bertemu." balas Deny serak.

"kita masih bisa bertemu setiap hari, Den. Di tempat kerja, saat makan siang, atau pada malam-malam seperti biasanya. Gak ada yang akan berubah, Den. Semuanya akan tetap sama." jelasku.

"tapi... kamu.. kamu akan tidur bersama istri mu, Jay. Dan itu yang tidak bisa aku terima.." balas Deny sedikit tergagap.

Kali itu, aku terdiam. Yah.. mau tidak mau, aku memang harus tidur bersama istri ku. Tapi...

"pokoknya kalau kamu tetap menikah, kita putus.." kali ini, Deny berucap dengan tegas.

"kamu jangan gitu dong, Den. Kamu jangan membuat aku berada dalam pilihan yang sulit." balasku tertahan.

"apa nya yang sulit sih, Jay? Kamu hanya tinggal pilih aku, atau tetap menikah.." ucap Deny lagi.

"aku ini anak tunggal, Den. Jadi wajar, kalau orangtua ku ingin aku segera menikah. Dan aku tidak ingin jadi anak yang durhaka. Aku harus menuruti keinginan mereka. Setidaknya untuk membuat agar mereka tidak curiga, tentang siapa aku sebenarnya. Jadi... aku mohon, Den. Kamu bisa mengerti keadaan ku saat ini.." balasku sedikit menghiba.

Kali ini Deny terdiam. Suasana hening tercipta untuk beberapa saat. Aku diam. Deny diam. Kami saling membisu.

****


"oke.. aku izinkan kamu menikah. Tapi.. aku ingin kamu tetap seperti dulu. Aku ingin kamu bisa menjaga perasaan ku, seperti apa pun keadaannya..." akhirnya Deny pun berucap, setelah sangat lama kami hanya saling terdiam.

"aku janji, Den. Aku gak akan berubah. Aku akan selalu menjaga perasaan kamu. Menjaga cinta kita.." balasku penuh perasaan.

Dan begitulah, aku pun akhirnya menikah. Sementara aku dan Deny tetap menjalin hubungan seperti biasa. Aku berusaha keras untuk menjaga perasaan Deny. Sampai kejadian di malam pesta ulang tahun teman ku tersebut terjadi. Hingga Deny memutuskan untuk kami tidak bertemu sementara waktu.

Di kantor, Deny selalu berusaha menghindari ku. Kami tidak pernah lagi saling tegur sapa. Kami tidak pernah lagi makan siang berdua, seperti biasa. Tiba-tiba semuanya berubah. Dan aku merasa kecewa akan sikap Deny tersebut.

Pernah beberapa kali aku coba menghubungi Deny, tapi ia tidak pernah mengangkat telpon ku. Beberapa kali juga, aku coba mengirim pesan padanya, tapi ia tidak pernah membalasnya. Separah itukah keadaannya?

****

Tiga bulan berlalu, semenjak aku dan Deny tidak pernah berhubungan lagi. Tiba-tiba sebuah pesan datang dari Deny. Ia mengajak aku ketemuan di sebuah hotel seperti biasa.

"aku mau ngomong penting sama kamu.." begitu ucap Deny mengawali pembicaraan kami, saat kami sudah sama-sama berada di dalam kamar hotel.

"ya.. banyak yang harus kita bicarakan, Den. Aku juga tidak ingin kita selamanya seperti ini. Kita harus memperjelas hubungan kita selanjutnya.." ucapku membalas.

Deny terlihat menarik napas beberapa kali, lalu kemudian ia pun berucap,

"aku sudah memikirkan semuanya, Jay. Aku sudah mempertimbangkan semuanya. Selama tiga bulan terakhir ini, aku terus memikirkan hal tersebut. Dan akhirnya aku sampai pada suatu keputusan, bahwa.... hubungan kita tidak mungkin lagi bisa dilanjutkan.." pelan suara Deny berucap, namun cukup membuat aku merasa terluka.

"maksud kamu, hanya karena kejadian di pesta malam itu, lalu kamu ingin mengakhiri hubungan kita begitu saja? Tega kamu, Den.." balasku sedikit histeris.

"masalahnya bukan cuma itu, Jay. Selagi kamu masih berstatus suami orang, hubungan kita tidak akan pernah aman. Aku juga tidak bisa selamanya mampu menahan rasa cemburuku, setiap kali membayangkan kamu tidur bersama istri mu."

"aku tersiksa, Jay. Setiap kali membayangkan hal tersebut. Awalnya aku pikir, aku bakal kuat. Tapi ternyata aku gak sekuat itu. Aku sakit, Jay. Sakit sekali rasanya. Aku sudah coba bertahan selama berbulan-bulan. Aku berusaha untuk menguatkan hati ku. Tapi... semakin lama, perasaan itu semakin menyiksa ku. Dan aku sudah tidak sanggup lagi menahannya."

"sampai akhirnya aku benar-benar melihat betapa mesranya kamu bersama istri mu, Jay. Jika di depan ku saja, kamu berani seperti itu, aku tidak bisa membayangkan betapa mesranya kalian berdua saat di rumah. Sakit, Jay. Dan aku sudah tidak tahan lagi. Karena itu, aku ingin kita mengakhiri hubungan ini, sebelum aku semakin tersiksa karena nya.."

Begitu penjelasan Deny panjang lebar padaku, yang membuat aku merasa terhenyak. Ada rasa bersalah yang tiba-tiba aku rasakan. Aku tidak menyangka sama sekali, jika Deny akan seterluka itu.

"aku tahu, sebagai seorang suami, kamu punya kewajiban yang harus kamu jalankan terhadap istri kamu. Dan aku juga tahu, kalau aku tidak punya hak apa-apa terhadap dirimu, Jay. Aku juga tidak ingin membuat kamu harus memilih, aku atau istri mu. Karena itu, aku memilih mundur, Jay. Dan itu demi kebaikan kita berdua.." Deny berucap kembali.

"biar bagaimana pun, pada kenyataannya, hubungan seperti hubungan kita ini, tidak akan pernah bertahan untuk selamanya. Pada saatnya, kita memang harus saling merelakan. Dan aku rasa, inilah saatnya untuk kita saling melepaskan. Meski pun sampai saat ini, aku masih mencintai kamu, Jay.." Deny melanjutkan ucapannya.

Sementara aku hanya terdiam. Benar-benar diam. Aku benar-benar tidak tahu, harus berkata apa saat itu. Bukan hal ini yang aku harapkan sebenarnya. Aku sangka, dengan Deny mengajak ku ketemuan, hubungan kami akan pulih kembali. Tapi ternyata...

"mungkin setelah ini, kita tidak akan pernah bertemu lagi, Jay. Aku sudah mengajukan mutasi ke perusahaan, dan sudah diterima. Aku akan pindah ke salah satu kantor cabang, yang berada di kota lain. Jadi kamu gak perlu khawatir, kita tidak bertemu lagi di kantor, dan kami bisa bekerja dengan tenang, dan menjalankan kehidupan mu sebagai seorang suami, sebagaimana layaknya seorang laki-laki normal." tiba-tiba Deny berucap lagi.

"kenapa kamu harus mengambil keputusan sepihak sih, Den. Seharusnya kita bisa bicarakan ini dulu. Mungkin ada jalan yang lebih baik dari ini.." aku membalas juga akhirnya.

"ini adalah yang terbaik bagi kita berdua, Jay. Lagi pula, aku gak perlu izin apa-apa dari kamu, untuk membuat keputusan dalam hidup ku. Dan ini sudah menjadi keputusan ku. Aku menyampaikan ini, hanya sekedar agar kamu tahu. Hanya agar kamu tidak menganggap aku lelaki pengecut, yang menghilang tanpa kabar.." ucap Deny sedikit menjelaskan.

"mudah bagi kamu, Den. Untuk mengambil keputusan seperti itu.." balasku serak.

"ini gak mudah bagiku, Jay. Ini sama sulitnya, saat kamu memutuskan untuk menikah. Tapi aku memang harus membuat pilihan.. terutama untuk kebaikan kita berdua.. jadi aku harap kamu bisa mengerti.." jelas Deny kemudian.

****

Setelah kepergian Deny, hidupku jadi terasa sedikit berat. Aku jadi kehilangan semangat. Aku sudah terlalu terbiasa, melewati hari-hari bersamanya. Aku sudah terlalu terbiasa menghabiskan waktu bersamanya, terutama saat di kantor. Aku merasa kehilangan dirinya saat ini.

Tapi aku harus menghargai keputusannya. Aku harus menerima semua itu, meski pun terasa begitu sakit. Munkin ini adalah konsekuensi dari hubungan kami. Mungkin ini adalah konsekuensi dari keputusan ku untuk menerima perjodohan dari orangtua ku.

Mungkin memang sudah saatnya aku menjalankan hidupku sesuai kodrat yang telah di tentukan untuk ku. Menjadi seorang suami dan mungkin juga menjadi seorang ayah nantinya. Aku harus menerima semua itu.

Aku tidak sepenuhnya menyalahkan Deny dalam hal ini. Aku tidak membencinya karena ini. Aku mencoba memaklumi keputusannya. Dan seperti katanya, mungkin ini adalah yang terbaik untuk kami berdua.

Aku hanya berharap, Deny bisa menemukan kebahagiaannya. Aku hanya berharap, semoga aku bisa melanjutkan hidupku, meski tanpa Deny lagi di sisi ku.

Yah.. semoga saja...

****

Simak kisah lainnya :

Si petugas pemadam kebakaran (part 2)

Si petugas pemadam kebakaran (part 1)

Anak pembantu ku yang gagah

Pak Tentara yang gagah

Cowok sahabat ku yang tampan

Cinta lelaki biasa

Karyawan minimarket tampan

Cinta untuk Bara

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita gay : Sang duda tetangga baruku yang kekar

 Namanya mas Dodi, ia tetangga baruku. Baru beberapa bulan yang lalu ia pindah kesini. Saya sering bertemu mas Dodi, terutama saat belanja sayur-sayuran di pagi hari. Mas Dodi cukup menyita perhatianku. Wajahnya tidak terlalu tampan, namun tubuhnya padat berisi. Bukan gendut tapi lebih berotot. Kami sering belanja sayuran bersama, tentu saja dengan beberapa orang ibu-ibu di kompleks tersebut. Para ibu-ibu tersebut serring kepo terhadap mas Dodi. Mas Dodi selalu menjawab setiap pertanyaan dari ibu-ibu tersebut, dengan sekedarnya. Saya dan mas Dodi sudah sering ngobrol. Dari mas Dodi akhirnya saya tahu, kalau ia seorang duda. Punya dua anak. Anak pertamanya seorang perempuan, sudah berusia 10 tahun lebih. Anak keduanya seorang laki-laki, baru berumur sekitar 6 tahun. Istri mas Dodi meninggal sekitar setahun yang lalu. Mas Dodi sebenarnya pindah kesini, hanya untuk mencoba melupakan segala kenangannya dengan sang istri. "jika saya terus tinggal di rumah kami yang lama, rasanya terla

Adik Iparku ternyata seorang gay (Part 1)

Aku sudah menikah. Sudah punya anak perempuan, berumur 3 tahun. Usia ku sendiri sudah hampir 31 tahun. Pernikahan ku baik-baik saja, bahkan cukup bahagia. Meski kami masih tinggal satu atap dengan mertua. Karena aku sendiri belum memiliki rumah. Lagi pula, rumah mertua ku cukup besar. Aku tinggal dengan istri, anak dan kedua mertua ku, serta adik ipar laki-laki yang baru berusia 21 tahun.   Aku bekerja di sebuah perusahaan kecil di kota ini, sebagai seorang karyawan swasta. Gaji ku lumayanlah, cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga kecil kami. Mertua ku sendiri seorang pedagang yang cukup sukses. Dan istri ku tidak ku perbolehkan bekerja. Cukuplah ia menjaga anak dan mengurus segala keperluan keluarga. Aku seorang laki-laki normal. Aku pernah dengar tentang gay, melalui media-media sosial. Tapi tak pernah terpikir oleh ku, kalau aku akan mengalaminya sendiri. Bagaimana mungkin seorang laki-laki bisa merasakan kenikmatan dengan laki-laki juga? Aku bertanya-tanya sendiri mendengar ka

Cerita gay : Nasib cinta seorang kuli bangunan

Namaku Ken (sebut saja begitu). Sekarang usiaku sudah hampir 30 tahun. Aku akan bercerita tentang pengalamanku, menjalin hubungan dengan sesama jenis. Kisah ini terjadi beberapa tahun silam. Saat itu aku masih berusia 24 tahun. Aku bekerja sebagai kuli bangunan, bahkan hingga sekarang. Aku kerja ikut mang Rohim, sudah bertahun-tahun. Sudah bertahun-tahun juga, aku meninggalkan kampung halamanku. Orangtuaku hanyalah petani biasa di kampung. Kehidupan kami memang terbilang cukup miskin. Karena itu, aku hanya bisa sekolah hingga SMP. Setelah lulus dari SMP, aku mulai bekerja serabutan di kampung. Hingga akhirnya aku bertemu dengan mang Rohim, seorang laki-laki paroh baya, yang sudah sangat berpengalaman di bidang pertukangan. Aku ikut mang Rohim merantua ke kota dan ikut bekerja dengannya sebagai kuli bangunan. Sebagai seseorang yang memiliki kehidupan ekonomi yang pas-pasan, aku memang belumm pernah pacaran, sampai saat itu. Apa lagi sejak aku ikut mang Rohim bekerja. Tempat kerja kami y

Iklan google