"maaf, Fer. Aku gak bisa datang.." Suara berat mas Anton terdengar melalui ponsel ku.
"kenapa?" tanya ku setengah marah.
"anak ku sakit, Fer. Aku gak mungkin meninggalkan ia berdua saja bersama ibunya di rumah." jelas mas Anton, terdengar sedikit lemah.
"tapi mas Anton udah janji bakal menyusul saya kesini. Saya udah ambil hotel loh, mas.." ucapku dengan nada sedih.
"iya... saya tahu, tapi saya benar-benar minta maaf, Fer. Saya gak bisa datang kali ini.." balas mas Anton, "maafkan saya, ya. Saya harap kamu bisa mengerti keadaan saya saat ini.." lanjutnya setengah menghiba.
Tanpa berkata apa-apa lagi, aku langsung menutup ponsel ku. Aku benar-benar kecewa. Ini bukan pertama kalinya mas Anton membatalkan janjinya dengan ku. Sejak ia menikah, dan sejak anak pertamanya lahir, mas Anton memang semakin sulit ditemui. Selalu saja dia punya alasan untuk menghindari ku.
Padahal dulu sebelum menikah dia berjanji akan selalu meluangkan waktu untuk ku. Padahal kami pacaran sudah hampir lima tahun. Kami pacaran jauh sebelum mas Anton memutuskan untuk menikah.
****
Aku memain-mainkan ponsel ku, sekedar menghilangkan kejenuhan ku. Di dalam kamar hotel ini, aku terdiam sendiri. Tidak tahu harus berbuat apa saat ini.
Sebenarnya aku dan mas Anton sudah sepakat untuk bertemu di kota padang ini, di hotel ini. Jauh-jauh aku dari kota Bukittinggi datang sendirian kesini, hanya agar aku bisa menghabiskan waktu berdua bersama mas Anton, tanpa diganggu siapa pun.
Tapi kenyataannya, untuk kesekian kalinya, mas Anton membatalkan janjinya. Dan aku sangat kecewa padanya.
Untuk menghilangkan kekecewaan dan kejenuhan ku, aku mencoba berselancar di dunia maya. Aku membuka akun Blued-ku, yang sudah hampir setengah tahun tidak pernah aku buka.
Aku melihat ada banyak cowok-cowok gay yang berada di sekitar hotel tempat aku menginap. Awalnya aku mencoba mengabaikan hal tersebut, tujuan ku membuka akun tersebut, hanya sekedar untuk menghibur diri.
Namun beberapa menit kemudian, sebuah pesan masuk. Dari seseorang yang berjarak hanya sekitar 500 meter dari tempat ku.
Hanya pesa say hello, sebagai basa-basi. Aku membalas dengan emoticon senyum.
Akun itu bernama Roni, gambar profilnya cukup menarik, dan sepertinya itu gambar asli.
"boleh kenalan?" pesan selanjutnya, "sepertinya kita berdekatan, saya juga lagi butuh teman untuk ngobrol.." lanjut pesan itu lagi.
Dengan sedikit malas, aku coba membalas pesan tersebut, "boleh aja.." balasku singkat.
Dan obrolan kami pun berlanjut, dari aplikasi blued pindah ke WA.
Lelaki yang mengaku bernama Roni tersebut, bahkan kemudian menelpon ku. Kami pun ngobrol panjang lebar. Sedikit rasa kesepian ku terobati.
Sampai akhirnya, Roni menawarkan diri untuk datang ke kamar ku.
Mulanya aku ragu. Tapi kemudian aku pun mempersilahkan Roni untuk datang. Sekedar mengobrol apa salahnya? Bathin ku.
******
Roni berdiri di ambang pintu kamarku, wajahnya lumayan tampan, meski belum mampu menandingi ketampanan wajah mas Anton, pacarku.
Tubuh Roni cukup jangkung, mungkin sekitar 180 cm. Badannya kurus, tapi berotot dan terlihat tegap.
Secara keseluruhan, Roni cukup menarik secara fisik.
"kamu jauh lebih tampan dari yang aku bayangkan.." ucap Roni memulai pembicaraan, yang membuatku jadi sedikit tersipu.
"kamu juga tampan.." balasku apa adanya.
"jadi... saya boleh masuk, kan?" tanya Roni, karena ia masih berdiri di ambang pintu.
"iya.. boleh, masuk aja.."tawarku akhirnya.
Roni pun melangkah masuk sembari menutup pintu kamar. Ia duduk di sampingku, di sisi ranjang.
Kami berjabat tangan sebentar.
"kamu orang sini?" tanya ku berbasa-basi.
"tidak, saya hanya sekedar berkunjung ke kota ini, lagi liburan.." balas Roni, "kamu sendiri?" tanya nya melanjutkan.
"aku... aku juga lagi liburan.." balasku sedikit berbohong.
"jadi gimana?" tanya Roni selanjutnya.
"gimana apanya?" tanya ku lugu.
"kamu gak suka terikat, kan?" tanya Roni lagi.
"hmmm... tergantung sih.." balasku dalam keraguan. Aku juga gak mungkin cerita tentang mas Anton pada Roni. Untuk apa. Gak ada gunanya juga, kan? aku membathin sejenak.
"kamu sendiri gimana?" tanya ku melanjutkan.
"aku seorang yang suka berpetualang. Suka pindah-pindah tempat, dan jujur saya gak suka terikat, terutama dengan laki-laki." balas Roni, terdengar tegas.
"jadi kamu lebih suka singgah, dari pada menetap?" tanyaku tanpa sadar.
"yah... karena hubungan di dunia seperti kita ini, tidak akan yang bertahan lama..." jelas Roni yakin.
Saya dan mas Anton sudah pacaran hampir lima tahun, apa itu masih belum bisa dibilang lama? tanyaku di dalam hati.
"kamu punya pacar?" tanya Roni tiba-tiba.
Aku menggeleng ringan. Untuk pertama kalinya aku berbohong, sejak aku pacaran dengan mas Anton.
"baguslah.." Roni berucap lagi, "setidaknya tidak ada yang perlu saya khawatir kan, jika saya harus berlama-lama di sini.." lanjutnya.
"ya.." angguk ku, entah untuk tujuan apa.
Kekecewaan ku terhadap mas Anton, membuatku jadi sedikit membuka diri, akan kehadiran Roni malam itu.
Pembicaraan kami pun terus berlanjut. Semakin lama semakin terdengar akrab. Namun, aku yakin, sebagian besar dari cerita kami penuh dengan kebohongan. Bahkan aku sendiri tidak yakin, kalau Roni adalah nama aslinya.
Namun di saat-saat seperti ini, asli atau palsu tidak lagi menjadi penting. Kebohongan hanya menjadi senjata, untuk bisa memanfaatkan kesempatan yang ada.
Dan terjadilah hal tersebut, atas dasar suka sama suka.
Aku meluahkan segala kekecewaan ku terhadap mas Anton, melalui Roni. Dan Roni pun, seakan menjadikan aku seseorang yang istimewa malam itu. Mungkin kami memang saling memanfaatkan. Tapi yang pasti, apa pun alasannya, aku sangat menikmati hal tersebut.
Meski pun aku tahu, kalau Roni hanya sekedar singgah. Esok ia hanya akan menjadi sebuah cerita.
*****
Pagi itu, setelah mandi dan sarapan, aku pun segera check out dari hotel tersebut. Aku tidak tahu dimana keberadaan Roni saat itu. Mungkin ia masih di kamarnya. Karena tadi malam, setelah ronde ketiga, Roni memutuskan untuk pamit, dan kembali ke kamarnya.
Aku meninggalkan hotel itu dengan perasaan campur aduk. Antara bahagia, senang, kecewa, takut dan merasa bersalah.
Namun yang pasti, kejadian tadi malam, hanyalah sebuah selingan dalam hidupku. Sekali lagi, Roni hanya singgah, bukan menetap. Dan aku harus terima kenyataan itu.
Setidaknya, aku tidak terlalu kecewa malam itu. Meski pun mas Anton tidak bisa datang, aku masih bisa merasakan sesuatu yang luar biasa, bersama Roni.
Kejadian itu, akan tetap aku simpan di dalam memori kenanagan ku. Mungkin waktu akan menghapus nama Roni dalam ingatan ku. Tapi rasa itu akan tetap ada.
Seperti yang sering kali orang katakan, "lupa nama, ingat rasa." dan itu yang terjadi antara aku dan Roni.
Dalam khayalan ku menuju pulang, sambil menyetir, tiba-tiba hp ku berdering. Di layar terpajang nama mas Anton.
Sebenarnya, aku enggan mengangkatnya, tapi itu sudah kelima kalinya mas Anton menghubungi ku pagi itu.
"ada apa?" tanya ku dingin.
"gimana rasanya Roni?" tanya mas Anton, yang membuat ku sedikit terperanjat, aku menginjak rem mobil ku tiba-tiba.
"Roni? Roni siapa?" tanya ku pura-pura tidak tahu.
"yang tadi malam bersama kamu.." balas mas Anton.
Aku diam. Otak ku mulai berpikir dan bertanya, dari mana mas Anton tahu, bathin ku berat.
"kamu gak perlu bingung." mas Anton berucap lagi, "aku yang menyuruh Roni untuk datang menemui kamu.." lanjutnya, yang membuatku akhirnya memarkir mobil ku di pinggir jalan.
"kenapa?" tanya ku mulai paham.
"karena aku sadar, aku sudah terlalu sering membuat kamu kecewa. Jadi memang mungkin lebih baik, kita tidak usah bertemu lagi.." jelas mas Anton.
"kalau mas ingin putus dari ku, bukan begini caranya, mas." suara ku bergetar, menahan perih.
"maaf, Fer. Aku pikir, kamu masih setia padaku. Aku tak menyangka, kalau kamu akan begitu mudahnya tergoda dengan lelaki yang baru saja kamu kenal." ucap mas Anton.
"Roni itu lelaki bayaran. Aku sengaja membayarnya, untuk menggoda kamu. Dan ternyata itu berhasil. Yang membuat aku semakin yakin, untuk meninggalkan kamu. Karena sepertinya, kamu baik-baik saja tanpa aku.." lanjut mas Anton lagi, yang membuat hatiku semakin sakit.
"kamu jahat, mas.." suaraku lemah, air mata ku jatuh tiba-tiba, hatiku hancur.
"yah... aku jahat. Dan aku ingin kamu membenci ku, Fer. Agar kamu lebih mudah untuk melupakan aku." balas mas Anton.
Lalu kemudian, ia pun menutup telponnya.
Aku masih sedikit terisak. Sakit sekali rasanya. Tapi.... aku memang harus melupakan mas Anton. Karena aku tidak ingin menyiksa diriku lebih lama lagi, jika tetap bertahan untuk mencintainya.
Semoga aku mampu..
Ya.... semoga saja..
*****
Komentar
Posting Komentar
Terima kasih