Aku cukup heran, ketika Krisna tiba-tiba muncul di rumah ku suatu malam. Karena selain sudah cukup larut, aku juga tidak merasa tidak sedang menunggu paket darinya.
"maaf ya, bang Abe, saya ganggu abang malam-malam gini.." ucap Krisna memulai pembicaraan, ketika akhirnya ia aku persilahkan masuk.
Kami duduk di sofa ruang tamu rumah ku, setelah aku juga menyuguhkan segelas minuman dan beberapa makanan ringan di atas meja.
"saya sih gak apa-apa, Kris. Hanya saja, saya sedikit heran, kenapa kamu malam-malam datang kesini? Ada apa?" balas akhirnya dengan sedikit bertanya.
"saya cuma mau ngucapin terima kasih sama bang Abe. Operasi Bapak berjalan dengan lancar, dan sekarang beliau udah mendingan. Itu semua berkat bang Abe. Kalau saja Bapak tidak segera di operasi, mungkin kondisi beliau akan semakin parah.." jelas Krisna pelan.
"ah.. kamu jangan berlebihan seperti itu, Kris. Biasa aja, kok. Karena saya merasa mampu, makanya saya bantu. Dan kamu gak perlu merasa berhutang budi sama saya.." balasku.
"tapi bagi saya, bantuan abang itu benar-benar berarti buat saya dan keluarga. Saya merasa sangat berterima kasih pada bang Abe. Saya juga ak tahu, bagaimana cara membalas semua itu.." Krisna berucap lagi.
"saya turut senang mendengar kabar, kalau ayah kamu sudah pulih kembali, dan operasi nya juga berjalan lancar. Hal itu sudah cukup bagi saya, dan kamu gak harus melakukan apa pun, hanya untuk membalas semua itu..." balas ku lagi.
"saya tahu bang Abe orang baik, tapi uang yang abang pinjamkan itu cukup banyak, bang. Dan saya tidak yakin akan bisa menggantinya dalam waktu dekat ini. Karena itu, saya datang malam ini, untuk meminta pengertian pada bang Abe, tentang kondisi saya saat ini.." ucap Krisna kemudian.
"saya sangat mengerti keadaan kamu, Kris. Dan kamu tidak usah terlalu memikirkan hal tersebut. Kamu bisa bayar kapan aja, atau bahkan, jika kamu memang tidak mampu untuk membayarnya, saya ikhlas, kok..." balasku apa adanya.
"tapi, bang... saya tetap merasa tidak enak hati, karena punya hutang sebanyak itu sama bang Abe. Padahal kita baru saja saling kenal, dan kita juga tidak punya hubungan keluarga. Tapi abang selalu baik padaku. Aku akan rela melakukan apa saja, untuk membalas semua itu.." Krisna berucap sambil sedikit menarik napas berat.
"sebenarnya ada satu hal yang ingin aku sampaikan sama kamu, Kris. Mumpung kamu berada disini sekarang. Tapi, aku harap, kamu jangan marah, ya..." timpal ku akhirnya dengan nada sedikit berat.
"abang ngomong aja, saya pasti gak akan marah, kok.." ucap Krisna membalas.
Aku menarik napas beberap kali, sekedar menenangkan pikiran ku sendiri. Aku memang sudah berniat untuk menyatakan perasaan ku pada Krisna. Namun aku masih merasa bimbang. Aku takut, Krisna akan menjauh dari ku, jika ia tahu siapa aku sebenarnya.
"aku... aku ... suka sama kamu, Kris. Aku sayang banget sama kamu. Dan aku ingin kamu tahu, kalau kamu begitu berarti bagi ku. Aku cinta sama kamu, Kris. Meski pun aku tahu, itu sebuah kesalahan. Tapi aku tidak bisa lagi memendamnya.. Aku ingin kamu menajdi pacarku, Kris. Apa kamu bersedia?" ucapku akhirnya dengan suara sedikit terbata.
Untuk sesaat, suasana hening pun tercipta di antara kami. Aku tidak tahu apa yang ada dalam pikiran Krisna saat ini. Namun yang pasti, aku sedikit merasa lega, karena sudah mengutarakan perasaan ku pada Krisna.
****
"saya... saya benar-benar tidak tahu harus berkata apa saat ini, bang. Saya jadi bingung. Saya benar-benar tidak menyangka semua ini. Tapi jujur saja, aku tidak bisa menjawabnya sekarang.." Krisna berucap juga akhirnya, setelah cukup lama, ia terdiam.
"kamu gak harus jawab sekarang kok, Kris. Aku juga tahu, ini pasti berat buat kamu. Tapi setidaknya, sekarang kamu sudah tahu siapa aku sebenarnya. Dan kamu juga sudah tahu, bagaimana perasaan ku sama kamu..." ucapku membalas.
"iya, bang... aku memang butuh waktu untuk bisa menjawabnya. Biar bagaimana pun, hal ini cukup membuat aku merasa dilema. Di satu sisi, aku ini laki-laki normal, bang. Tidak mudah bagi ku untuk membalas perasaan abang padaku. Namun di sisi lain, abang sudah sangat baik padaku, dan juga sudah sangat banyak membantu ku selama ini.." ucap Krisna kemudian.
"maafkan abang ya, Kris. Telah menempatkan kamu di posisi seperti itu. Abang tidak bermaksud untuk membuat kamu menjadi merasa dilema dan bingung seperti saat ini. Tapi... abang juga tidak bisa lagi memendam perasaan abang. Karena abang sangat ingin bisa memilki Krisna.." ucapku pelan.
"abang janji, Kris. Apa pun keputusan mu nanti, abang akan berusaha untuk menerimanya dengan ikhlas. Namun asal kamu tahu aja, abang sangat sayang sama Krisna. Dan abang janji, abang akan selalu membuat Krisna bahagia.." lanjutku lagi.
"saya percaya, abang pasti akan menerima apa pun keputusan saya nanti. Tapi... saya juga tidak mau menjadi orang yang tidak tahu terima kasih.. Dan hal itu yang membuat aku merasa berat untuk memutuskan semua ini.." balas Krisna.
"sekali lagi abang minta maaf, dan abang harap Krisna gak marah sama abang.." ucapku kemudian.
"iya, bang. Saya gak marah, kok.. Hanya saja saya butuh waktu..." balas Krisna.
"dan kalau boleh, saya mau pamit pulang dulu, bang. Sudah larut soalnya.." lanjut Krisna akhrinya.
"iya.. gak apa-apa... kamu pulang aja... dan hati-hati di jalan, ya.. Tapi kalau kamu mau nginap di sini juga gak apa-apa, kok..." ucapku membalas, sambil sedikit menawarkan.
"saya pulang aja, bang. Karena harus gantian jaga Bapak di rumah sakit.." balas Krisna.
"oh, ayah kamu masih di rumah sakit?" tanya ku.
"iya, bang. Kata dokter bapak harus nginap dulu di rumah sakit selama beberapa hari ke depan, untuk mendapatkan perawatan sehabis operasi kemarin.." jelas Krisna.
"oh, ya udah.. titip salam aja buat beliau, ya..." timpalku akhirnya.
Lalu kemudian, Krisna pun segera berdiri dan melangkah keluar. Sementara aku masih termangu penuh tanda tanya.
Mungkinkah Krisna mau meneriam cinta ku? Meski pun itu hanya karena ia merasa berhutang budi padaku.
Atau .. mungkin ia akan menjauh dari ku?
****
Tiga minggu berlalu, tanpa kabar apa pun dari Krisna. Aku pun merasa enggan untuk menghubunginya atau sekedar mengirim pesan padanya. Aku takut, Krisna tidak akan membalasnya.
Aku juga sudah coba pesan barang secara online, agar Krisna bisa punya kesempatan untuk mangantar paket ke rumah ku, dan dengan begitu aku pun bisa bertemu dengannya secara langsung.
Namun sudah dua kali, aku pesan barang, selalu saja kurir lain yang mengantarkan paketnya ke rumah ku. Bukan Krisna.
Aku jadi semakin yakin, kalau Krisna pasti sudah menolak ku. Ia pasti tidak ingin lagi bertemu dengan ku. Bahkan mungkin ia juga jijik untuk melihat ku saat ini. Dan aku merasa sedikit kecewa.
Pada akhirnya aku hanya bisa pasrah. Membiarkan waktu berlalu begitu saja. Melewati hari-hari ku, tanpa berharap apa pun lagi dari Krisna. Mungkin Krisna memang sengaja menjauhi ku. Mungkin ia tidak ingin lagi bertemu dengan ku. Dan aku harus membiasakan diri, tanpa menunggu Krisna mengantarkan paket lagi ke rumah ku.
Aku sudah terlanjur berjanji pada diriku dan juga kepada Krisna, untuk ikhlas menerima apa pun keputusan yang Krisna ambil dalam hal ini. Meski pun aku berharap, setidaknya Krisna bisa menyampaikan langsung penolakannya pada ku. Bukan malah menghilang seperti ini.
****
"saya minta maaf, bang. Sudah hampir sebulan ini, saya tidak pernah lagi datang kesini.." begitu ucap Krisna mengawali pembicaran kami. Saat pada akhirnya, ia datang juga ke rumah ku, setelah beberapa minggu ia menghilang tanpa kabar.
"ternyata saya butuh waktu sangat lama, untuk bisa mengambil keputusan yang terbaik dalam hal ini. Selama beberapa minggu ini, saya terus berpikir, bang. Mempertimbangkan segala sesuatunya. Seperti yang saya katakan dari awal, hal ini cukup membuat aku merasa sangat dilema. Hal ini cukup berat bagi ku, bang..." Krisna melanjutkan ucapannya.
"Namun sebelum aku menyatakan keputusan ku, apa aku boleh bertanya satu hal sama bang Abe?" Krisna menutup kalimatnya dengan sebuah pertanyaan.
"apa yang ingin kamu tanyakan, Kris?" tanyaku balik.
"jika aku menerima cinta bang Abe, apa bang Abe mau berjanji dua hal padaku?" tanya Krisna lagi, yang membuat aku merasa sedikit penasaran.
"janji apa?" tanyaku dengan rasa penasaran.
"pertama, aku ingin abang berjanji untuk menjaga rahasia ini, sampai kapan pun. Dan yang kedua, aku ingin abang berjanji, akan melepaskan ku, jika suatu saat aku bisa melunasi semua hutang ku pada bang Abe.." balas Krisna dengan nada bergetar.
"aku bisa memenuhi janji yang pertama... tapi untuk janji yang kedua, sepertinya cukup berat bagi ku.." balasku tanpa sadar.
"kenapa?" tanya Krisna dengan nada heran.
"karena aku ingin memiliki kamu selamanya, Kris." balasku apa adanya.
"tapi abang tahu, kan? Kalau hubungan antara dua orang laki-laki itu, tidak akan bisa bertahan selamanya. Pada saatnya nanti, sebagai laki-laki normal, aku juga pengen menikah, punya istri dan anak... Dan aku gak pengen selamanya terjebak dalam hubungan terlarang itu.." ucap Krisna sedikit sengit.
"oke.. kalau itu sudah menjadi keputusan mu, aku akan menerimanya. Aku akan memenuhi kedua janji tersebut. Aku tidak akan memaksa mu untuk tetap bertahan. Jika kamu memang tidak merasa bahagia dengan ku nantinya, aku akan melepaskan mu. Sekali pun nantinya kamu belum mampu membayar hutang mu padaku." balasku akhirnya.
"kalau abang memang bisa memenuhi kedua janji tersebut, maka aku akan menerima cinta abang. Aku bersedia menjadi pacar bang Abe. Karena hanya itu satu-satunya cara, agar aku bisa membalas semua jasa bang Abe selama ini padaku.." ucap Krisna kemudian.
"oke... apa pun alasan kamu, yang pasti mulai saat ini, kita pacaran, kan?" ucapku bertanya.
"iya.. mulai malam ini, aku resmi menjadi milik abang seutuhnya..." balas Krisna cukup yakin.
"terima kasih, Kris. Atas kesempatan yang kamu berikan padaku. Aku janji, tidak akan membuat kamu kecewa, dan aku yakin, kamu tidak akan pernah menyesali keputusan mu ini.." ucapku akhirnya.
Dan begitulah, awal dari hubungan ku dan Krisna di mulai. Meski aku sadar, masih butuh banyak perjuangan dan pengorbanan, untuk benar-benar bisa meluluhkan hari Krisna.
****
Komentar
Posting Komentar
Terima kasih