"aku sangat mencintai kamu, Zul..." ucapku pelan, sambil ku genggam jari jemari Zul dengan erat.
Zul membalas genggaman ku, "aku juga sangat mencintai kamu, Bas.. Tapi..." Zul seperti sengaj menggantung kalimat nya.
Ia kemudian terlihat menghela napas berat.
"kamu kan tahu, Bas. Kalau aku sudah punya istri dan anak. Bahkan saat kita memulai semua ini, kamu juga sudah tahu kalau waktu itu aku sudah menikah. Dan semestinya kamu sudah tahu, konsekuensi dari hubungan kita ini.." ucap Zul lagi.
"aku tidak bisa selalu bersama kamu, Bas. Prioritas ku tetap keluarga ku. Aku harap kamu bisa mengerti hal itu.." Zul melanjutkan ucapannya, seakan ingin aku benar-benar mengerti.
"iya... Zul... Aku ngerti, tapi... ini cuma tiga hari, loh. Masa' sih, kamu gak mau meluangkan waktu untuk ku?" balasku akhirnya.
"istri ku pasti akan curiga, Bas. Dan aku tidak mau mengambil resiko itu. Lagi pula apa salahnya sih, kamu pergi sendirian atau bareng teman mu yang lain?" ucap Zul lemah.
"aku cuma pengen pergi berdua sama kamu, Zul. Sudah berbulan-bulan aku merencanakan ini semua, mengumpulkan uang, dan mempersiapkan semuanya.. Aku hanya pengen pergi liburan berdua bersama kamu, Zul. Menikmati indahnya cinta kita.." aku berucap kemudian.
"aku gak punya alasan yang tepat untuk minta izin pada istri ku, Bas. Jika aku mengatakan yang sebenarnya, ia pasti akan curiga, dan tidak akan memberi aku izin. Apa lagi, sejak kami menikah, empat tahun yang lalu, kami bahkan belum pernah pergi liburan sejauh itu dan selama itu."
"sekarang tiba-tiba saja, aku pergi liburan bersama orang lain.. Sudah pasti istri ku tidak akan mengizinkannya. Dan lagi pula, kondisi keuangan kami saat ini, juga tidak sedang baik-baik saja.." balas Zul panjang lebar.
"aku ini pacar kamu, Zul. Bukan orang lain.." ucapku sedikit protes.
"tapi bagi istri ku, kamu tetap orang lain, Bas. Bahkan bukan orang yang ia kenal. Akan terasa aneh, jika tiba-tiba aku pamit pada istri ku, untuk pergi jalan-jalan bersama orang yang tidak ia kenal.." balas Zul cepat.
"kenapa kamu gak coba cari alasan lain aja?" tanya ku pelan.
"apa alasannya?" Zul justru balik bertanya.
"yah.. bilang aja, kalau kamu mau balik kampung atau apa lah gitu.." balas ku.
"kalau aku bilang mau balik kampung, istri ku pasti mau ikut, karena kami kan memang satu kampung. Kalau aku buat alasan pergi sama teman-teman, pasti istri ku bakal nanya, sama siapa, kemana, berapa lama dan dari mana uangnya. Lalu aku harus jawab apa? Lagi pula, aku gak biasa berbohong sama istri ku.." ucap Zul, dengan nada yang tak beraturan.
"tapi kamu bohong soal hubungan kita.." balasku spontan.
"yah.. gak mungkin lah, aku cerita tentang hubungan kita.." Zul membalas dengan sedikit protes.
"jadi keputusan nya, kamu tetap gak mau pergi jalan-jalan dengan ku?" ucapku akhirnya.
"bukan gak mau, Bas. Tapi memang gak bisa... Kamu harusnya ngerti, dong.." suara Zul sedikit melemah.
"ya udah.. kalau gitu, saya pergi nya sama Toni aja.." ucapku kemudian.
"siapa Toni?" Zul bertanya dengan nada penasaran.
"bukan siapa-siapa, hanya teman aja, kok." balasku berlagak cuek.
"kamu jangan macam-macam ya, Bas.." nada suara Zul sedikit mengancam.
"habis mau gimana lagi? Kamu saya ajak gak bisa. Terpaksa saya cari kawan lain, dong.." balasku lagi, masih dengan nada cuek.
"tapi dia bukan pacar kamu yang lain, kan?" tanya Zul lagi.
"pacar aku cuma kamu, Zul. Jadi kamu gak perlu khawatir. Saya gak mungkin macam-macam, kok. Kamu tenang aja. Yang penting, kamu beri saya izin, untuk pergi liburan bersama Toni.." ucapku sedikit meyakinkan Zul.
"oke.. saya beri kamu izin, tapi kamu jangan coba macam-macam ya.." balas Zul sedikit memelas.
****
Aku dan Zul memang sudah pacaran lebih dari setahun. Kami bertemu lewat sebuah aplikasi. Meski pun dari awal, aku sudah tahu, kalau Zul sudah menikah dan sudah punya anak, tapi aku tetap bersedia menjalin hubungan dengannya.
Zul adalah seorang laki-laki berwajah tampan, dengan postur tubuh yang cukup atletis. Zul bekerja sebagai seorang driver ojek online. Dia sudah menikah dan juga sudah punya satu orang anak saat ini.
Aku sendiri adalah seorang karyawan di sebuah perusahaan swasta. Aku belum menikah. Usia ku sendiri sudah hampir 30 tahun. Tapi aku memang belum berencana untuk menikah. Apa lagi sejak aku pacaran dengan Zul, seluruh perhatian ku hanya tertuju padanya.
Namun menjalin hubungan dengan seseorang yang sudah menikah, ternyata tidak seindah yang aku harapkan. Harus lebih sabar, harus lebih pengertian. Karena tidak banyak waktu yang bisa kami habiskan berdua. Zul lebih mementingkan keluarga kecilnya dari pada aku.
Aku mencoba mengerti, dan tidak terlalu menuntut banyak pada Zul. Selama ia masih punya waktu untuk ku, itu sudah cukup untuk membuat aku merasa bahagia.
Tapi, kali ini, aku benar-benar membutuhkan Zul, untuk bisa ikut bersama ku pergi liburan. Karena sudah lama aku tidak pergi berliburan. Dan aku ingin sekali, pergi liburan berdua bersama Zul.
Namun karena Zul tidak bisa ikut, meski telah berbagai cara aku lakukan untuk membujuknya. Akhirnya aku memutuskan untuk pergi bersama Toni.
Toni adalah teman kerja ku. Kami sudah lama saling kenal. Bahkan Toni sudah terang-terangan menyatakan perasaannya padaku. Namun karena aku sudah terlanjur pacaran bersama Zul, aku pun terpaksa menolak Toni. Selain, karena memang aku tidak punya perasaan apa-apa padanya.
Tapi Toni tidak pernah menyerah. Ia selalu berusaha untuk mendekati ku. Memberi aku kejutan-kejutan dengan hadiah-hadiah yang membuat aku, merasa tidak enak hati untuk menolaknya.
"tumben, kamu ngajak aku liburan?" ujar Toni, saat kami sudah di pesawat.
"pacar kamu gak cemburu?" lanjutnya sedikit bertanya.
"karena dia gak bisa ikut, makanya aku ajak kamu, Ton. Dan aku sudah izin kok sama dia.." balasku.
"terus dia ngasih izin?" tanya Toni lagi.
"iya.. tapi aku gak boleh macam-macam.." balasku pelan.
"emangnya kita gak bakal macam-macam nih?" goda Toni.
"yah... tergantung... kalau kamu bisa bikin aku jadi macam-macam, kenapa gak?" balasku ikut menggoda.
****
Beberapa jam kemudian, sampai lah aku dan Toni, ke sebuh kamar hotel, yang berada di dekat sebuah pantai nan indah dan eksotik. Kamar hotel itu, memang sudah aku booking untuk beberapa hari. Aku memang berencana menghabiskan waktu liburan di pantai tersebut.
Suasana pantai yang indah, dingin dan terasa begitu nyaman, membuat aku benar-benar menikmati liburan tersebut. Meski aku selalu merasa ada yang kurang, karena tidak ada Zul di samping ku.
"kamu bisa anggap aku sebagai pacar kamu, untuk beberapa hari ke depan kok, Bas. Dari pada kamu terus memikirkan orang yang tidak ada di sini, bukankah lebih baik, kamu menikmati orang yang jelas-jelas bersama kamu saat ini.." ucap Toni, saat kami sudah berada di hotel kembali, setelah tadi kami berjemur sejenak di pantai.
"tapi kamu mau janji, kan? Kalau kamu gak bakal cerita ini sama Zul, atau sama siapa pun. Aku gak ingin Zul tahu, kalau kita pernah tidur bersama.." balas ku akhirnya.
"iya.. aku janji.." balas Toni terdengar meyakinkan.
"oke.. malam ini, aku jadi milik kamu seutuhnya..." ucapku kemudian.
"ternyata kamu bisa juga mendua ya?!" ucap Toni tiba-tiba.
"habisnya aku kesal sih, Zul gak mau aku ajak liburan. Padahal aku ingin sekali menghabiskan waktu berdua dengannya di sini.." balasku dengan nada kesal.
"ya udah.. aku akan menghibur kamu selama kita di sini.. Aku akan berikan ken!k-m*tan yang luar biasa untuk kamu, Bas. Kaena aku benar-benar menginginkan kamu.." ucap Toni berusaha merayu ku.
Dan pada akhirnya aku hanya bisa pasrah, ketika akhirnya Toni memulai aksinya pada ku. Aku berusaha men!k-m*ti hal tersebut. Membayangkan bahwa Zul lah yang melakukan hal tersebut pada ku.
Toni berhasil membawa aku berlayar menuju pelabuhan yang indah. Ia memberi aku pengalaman mengayuh biduk-biduk cinta, dalam suasana nan romantis. Hingga akhirnya, kami pun sama-sama berlabuh di sebuah dermaga yang penuh keindahan.
****
Selama lebih kurang tiga hari tiga malam, aku dan Toni menghabiskan waktu berdua. Toni benar-benar mampu memberikan yang terbaik untuk ku. Aku merasa bahagia dengan semua itu.
Meski, jujur saja, ada rasa bersalah dalam hati ku terhadap Zul. Biar bagaimana pun aku telah menduakannya. Aku telah mengkhianti cinta kami.
Tapi bukankah, Zul sendiri juga sudah punya istri?
Bukan kah dari awal sebenarnya Zul sudah mengkhianati ku? Atau justru sebenarnya ia telah mengkhianati istrinya? Dan aku hanya selingkuhan baginya?
Namun apa pun itu, aku mencoba melupakan hal tersebut. Dan Toni sendiri sudah berjanji, kalau ia tidak akan pernah menceritakan hal tersebut kepada siapa pun, terutam kepada Zul.
Aku tahu, aku salah, telah mengkhianati Zul. Tapi itu semua terjadi, karena Zul tidak mau aku ajak ikut dengan ku untuk pergi berliburan berdua.
Lagi pula, kalau pun seandainya Zul tahu, dan ia berhak untuk marah. Namun aku sudah siap untuk kehilangannya. Aku sudah siap untuk melepaskannya. Karena meski pun aku sangat mencintainya, namun rasanya terlalu berat bagiku, jika terus harus berbagi dirinya dengan orang lain, sekali pun itu adalah istrinya sendiri.
Mungkin menerima kehadiran Toni dalam hidup ku, akan lebih baik bagi ku. Setidaknya, meski pun aku belum bisa mencintainya, Toni tidak terikat dengan siapa pun. Dia bebas untuk menghabiskan waktu bersama ku, kapan pun dan di mana pun.
Kini.. aku hanya berharap, semoga aku bisa membuat keputusan yang terbaik saat ini.
Yah.. Semoga saja..
****
Komentar
Posting Komentar
Terima kasih