Sudah hampir enam bulan aku dan Boby menjalin hubungan asmara. Rasanya aku merasa sangat bahagia. Hari-hari yang aku lalui jadi penuh makna. Aku jadi punya tujuan. Hampir setiap hari, aku selalu meluangkan waktu untuk bertemu dan ngobrol bersama Boby.
"aku punya tawaran buat kamu, Bob.." ucapku suatu malam, saat untuk kesekian kalinya kami bertemu lagi di rumah ku.
"tawaran apa, bang?" tanya Boby terdengar sedikit manja.
"aku ingin kamu tinggal bersama ku di sini. Di rumah ini. Jadi kamu gak perlu lagi nge-kost." jelasku pelan.
"abang yakin, mau ajak aku tinggal bersama di sini?" Boby membalas dengan sedikit bertanya.
"iya, Bob. Abang yakin.." balas ku serius.
"tapi.. saya orangnya susah ngontrol diri. Takutnya nanti abang malah kewalahan mel4-y*ani saya, karena saya tidak peduli waktu, kalau lagi 'pengen'.. he..he..." ucap Boby, dengan nada sedikit bercanda.
"itu lah yang saya ingin kan, Bob. Jadi kalau kita lagi sama-sama 'pengen', akan lebih gampang buat kita menyalurkannya. Gak harus nunggu kamu datang dulu ke sini. Dan saya pasti gak bakal kewalahan kok, memenuhi keinginan kamu tersebut, karena saya juga jadi sedikit maniak, jika bersama kamu.." balas ku, setengah bercanda.
"baiklah, bang. Jika itu yang abang inginkan. Mulai besok, saya akan pindah ke sini." ucap Boby akhirnya.
"terima kasih ya, Bob." balasku, "sudah mau pindah ke sini.." lanjutku.
"saya yang harusnya terima kasih sama abang, karena mau menampung saya di sini. Dengan begitu, saya gak perlu lagi repot-repot membayar kost setiap bulannya. Kecuali ... kalau saya tinggal di sini, abang juga minta bayaran, he..he.." ucap Boby membalas lagi.
"bayarnya cukup sama hati dan kesetiaan kamu aja, Bob.. ha.. haa..." balasku, dengan di akhiri sebuah tawa riang.
Betapa bahagia rasanya hati ku, karena akhirnya Boby mau tinggal serumah dengan ku. Dengan begitu, aku jadi semakin punya banyak waktu dengan nya. Aku jadi semakin punya banyak kesempatan, untuk mencurahkan segala kasih sayang ku untuknya.
Lagi pula, dengan Boby tinggal bersama ku, aku tak perlu lagi merasa khawatir, jika ia akan di ambil orang lain. Atau pun jika ia akan bermain api di belakang ku. Aku akan jadi lebih mudah untuk sekedar mengetahui, kegiatan Boby setiap harinya.
"kalau soal kesetiaan, abang gak usah cemaskan hal tersebut. Selama abang masih setia padaku, aku juga pasti akan selalu setia pada abang..." balas Boby kemudian.
***
Dan keesokan harinya, Boby pun akhirnya pindah ke rumah ku. Meski jarak rumah ku dari tempatnya bekerja, jadi cukup jauh, tapi hal itu tidak membuat Boby mengurungkan permintaan ku tersebut.
Kini hari-hari ku semakin penuh warna. Aku berusaha memperlakukan Boby dengan baik. Memberikan seluruh perhatian dan kasih sayang ku padanya. Aku ingin Boby merasa beruntung bisa hidup bersama ku.
Demikian juga Boby, ia selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk ku. Ia tidak pernah menolak apa pun yang aku minta padanya. Semua yang ia lakukan begitu tulus. Aku jadi semakin menyayanginya.
"aku sangat menyayangi abang. Aku tidak akan pernah meninggalkan abang, walau apa pun yang akan terjadi nantinya..." ucap Boby suatu saat.
"aku juga sangat menyayangi kamu, Bob. Dan aku akan selalu berusaha untuk menjaga cinta kita.." balasku penuh perasaan.
Cinta memang indah. Apa lagi, jika cinta yang tumbuh di hati kita, berbalas dengan cinta yang sama. Hidup bersama orang yang kita cintai dan mencintai kita, adalah sebuah keindahan yang luar biasa. Semuanya terasa sempurna. Rasanya aku tidak butuh-butuh siapa-siapa lagi dalam hidup ini. Kehadiran Boby telah menyempurnakan hidup ku.
Aku jadi lupa dengan kodrat ku sebagai seorang laki-laki. Aku jadi lupa dengan keinginan orangtua ku, untuk aku segera menikah. Aku jadi lupa segalanya. Aku hanya ingin menikmati setiap detik waktu ku bersama Boby. Karena hal itu sangat indah. Begitu indah.
Detik-detik yang kami lalui bersama, terasa begitu sempurna. Setiap dekapan hangat Boby, selalu memberi ketenangan pada jiwa ku yang rapuh. Hanya bersama Boby aku merasa utuh. Lengkap. Tanpa cela.
Hati ku sudah di penuhi dengan cinta ku padanya. Tak ada lagi cela untuk siapa pun bisa masuk ke dalamnya. Sudah ku kunci pintu hati ku, hanya untuk mencintai Boby seorang. Ku lakukan segalanya, untuk membuat ia tetap bahagia. Tak akan aku biarkan, senyum indahnya itu memudar. Boby adalah pelabuhan terakhir ku.
****
Hari-hari terus berlalu dengan segala keindahannya. Tak terasa sudah hampir lima tahun, aku dan Boby menjalin hubungan dan tinggal serumah. Hubungan kami berjalan dengan baik. Tidak pernah ada masalah di antara kami. Karena kami memang benar-benar saling mencintai.
Namun seperti yang pernah aku katakan dari awal, hidup ini penuh misteri. Hidup ini tidak pernah bisa di tebak. Apa yang terjadi, kadang di luar kendali kita sebagai manusia. Kita hanya bisa berencana, namun pada akhirnya, takdir yang akan menentukan semuanya.
Tiba-tiba ibu ku jatuh sakit di kampung, sakit yang cukup parah. Aku terpaksa pulang kampung selama beberapa hari. Dan ibu ku punya satu permintaan padaku, satu permintaan yang sebenarnya sudah lama ia sampaikan padaku. Ia ingin aku segera menikah, sebelum ajal datang menjemputnya.
Sebuah permintaan yang sangat berat bagi ku. Aku tidak mungkin meninggalkan Boby. Aku tak sanggup hidup tanpa dirinya. Tapi.. aku juga tidak mungkin menolak keinginan ibu ku. Apa lagi itu adalah permintaan terakhirnya. Aku tidak mau menjadi anak yang durhaka.
Keluarga besar ku sudah punya calon sendiri untuk ku, seorang gadis kampung, tapi cukup berpendidikan. Seorang gadis cantik, yang usianya terpaut jauh lebih muda dari ku.
"sekarang kamu sudah 35 tahun sekarang, nak. Apa lagi yang kamu tunggu?" ucap ibu ku waktu itu.
Yah.. sekarang aku memang sudah berusia 35 tahun. Aku juga sudah punya kehidupan yang mapan. Tak ada lagi alasan bagiku, untuk menolak keinginan ibu ku tersebut.
"selama ini kamu selalu punya alasan untuk menolak keinginan ibu, tapi kali ini, ibu mohon, kamu menikah ya, nak. Biar ibu bisa pergi dengan tenang nantinya.." lanjut ibu ku lagi.
"ibu jangan ngomong seperti itu.. Saya pasti akan memenuhi keinginan ibu.. yang penting sekarang, ibu sehat dulu.." balasku dengan nada berat.
"ibu akan sehat, kalau kamu mau segera menikah..." ucap ibu kemudian.
"iya, bu..." balasku setengah ragu, "tapi aku butuh waktu beberapa hari, untuk kembali ke kota, bu. Ada beberapa hal yang harus aku selesaikan dulu di sana. Nanti aku pasti kembali lagi ke sini. Dan ibu bisa mengatur pertunangan ku segera, kalau aku sudah kembali lagi ke kampung nantinya.." lanjutku akhirnya.
Dan begitulah, aku sengaja meminta waktu untuk kembali ke kota. Namun aku juga berjanji, akan kembali ke kampung, dan menerima perjodohan tersebut. Hanya untuk membuat ibu ku merasa senang. Biar bagaimana pun, aku harus menyampaikan hal ini dulu, kepada Boby.
****
Sepulang dari kampung, aku pun menceritakan hal tersebut pada Boby. Selama ini, aku tidak pernah membahas hal tersebut bersama Boby. Tapi kali ini, aku harus menyampaikannya.
"maafkan aku, Bob. Aku sudah tidak punya alasan lagi untuk menolak permintaan ibu ku.. Aku harap kamu mengerti.." ucapku mengakhiri cerita ku pada Boby.
"lalu bagaimana dengan hubungan kita, bang?" tanya Boby dengan suara sedikit parau.
"kita akan tetap bersama-sama, Bob. Sekali pun aku sudah menikah nanti nya.." balasku.
"itu jelas gak mungkin, bang. Aku juga gak mau jadi penghalang untuk pernikahan abang. Aku memang sangat mencintai abang, karena aku tidak akan sanggup harus berbagi diri abang dengan orang lain, sekali pun itu adalah istri abang.." ucap Boby lagi, suaranya benar-benar parau.
"tapi aku gak bisa hidup tanpa kamu, Bob. Aku sangat membutuhkan kamu." ucapku lagi.
"kalau memang abang harus menikah, kita memang harus berpisah, bang. Abang gak bisa egois, abang gak bisa memiliki semuanya dalam waktu bersamaan. Aku tidak akan memaksa abang untuk memilih. Tapi... jika abang memang tidak bisa menolak perjodohan tersebut, aku yang memilih untuk mundur, bang.." Boby berucap dengan mata berkaca-kaca.
"aku tahu ini berat, bang. Bukan saja bagi abang, tapi juga bagi ku. Sampai kapan pun, aku tidak pernah rela abang menikah dengan orang lain. Namun, aku juga sadar, aku ini siapa? Kita mungkin memang saling mencintai, bang. Tapi... Kita tidak akan pernah bisa melawan takdir. Kita tidak akan pernah mengubah kodrat kita sebagai seorang laki-laki.." Boby berucap lagi.
"lalu bagaimana dengan nasih cinta kita, Bob? Apa semua akan berakhir bergitu saja? Setelah semua yang kita lalui bersama selama ini?" tanya ku, lebih kepada diri ku sendiri.
"pada akhirnya semua memang harus berakhir, bang. Dan kita harus bisa terima itu. Kita harus bisa saling merelakan. Meski pun semua itu akan terasa sangat menyakitkan. Tapi setidaknya, kita pernah merasakan bahagia yang utuh bersama-sama. Kita pernah menghabiskan waktu berdua, selama bertahun-tahun. Mungkin memang sudah saatnya, semua itu harus berakhir.." balas Boby kemudian.
Kali ini aku terdiam. Aku tidak tahu harus berkata apa lagi. Jika Boby bisa menerima hal tersebut, kenapa aku harus merasa kecewa?
Apa yang aku harapkan sebenarnya?
Apa mungkin aku berharap, kalau Boby berusaha mencegah ku? Untuk membuktikan betapa ia sangat mencintai ku?
Atau aku berharap, kalau Boby tidak akan meninggalkan ku, sekali pun aku sudah menikah nantinya?
Tentu saja hal itu sangat berat bagi Boby, aku bisa memposisikan diri ku dengan posisi Boby saat ini. Ia tak sepatutnya aku salahkan dalam hal ini.
Tapi aku juga tidak bisa berbuat apa-apa saat ini. Di satu sisi, aku sangat mencintai Boby, aku tidak ingin kehilangan dirinya. Namun di sisi lain, aku juga tidak mau jadi anak durhaka, aku juga tidak punay alasan lagi, untuk menolak keinginan ibu ku.
****
Sepulang kerja sore itu, aku menemukan secarik kertas bertuliskan tinta hitam, di atas meja kerja ku. Tulisan Boby.
"maafkan aku, bang. Aku harus pergi. Aku gak mau, menjadi orang yang menghalangi keinginan orangtua abang. Aku gak mau, menjadi alasan bagi abang, untuk menolak keinginan orangtua abang."
"biar bagaimana pun, abang memang harus segera menikah. Bukan saja, karena itu adalah keinginan terakhir ibu abang. Tapi sebagai laki-laki abang memang harus menikah, karena begitulah kodrat kita."
"aku memang sangat mencintai abang. Rasanya aku gak sanggup melanjutkan hidup ku, tanpa abang. Aku gak bisa hidup tanpa ada abang di sisi ku. Tapi.. aku juga sadar, cinta kita ini adalah sebuah kesalahan."
"karena itu, aku memilih untuk pergi, bang. Aku gak bakal sanggup, jika harus melihat abang hidup bersama orang lain. Jadi lebih baik aku pergi, sebelum semua itu benar-benar terjadi."
"sekali lagi, maafkan aku, bang. Mungkin kisah cinta kita, memang harus berakhir sampai di sini. Terima kasih, untuk semua waktu yang abang habiskan bersama ku. Terima kasih, untuk semua cinta yang abang curahkan untuk ku."
"meski pun saat ini aku sedang terluka. Setidaknya, aku pernah merasakan bahagia yang utuh. Aku pernah merasakan bahagia, karena pernah hidup bersama orang yang aku cintai dan juga mencintai ku. Itu lah kebahagiaan paling sempurna dalam hidup ku, bang."
"kini saatnya, aku harus merelakan abang hidup dengan orang lain. Kini saatnya, aku belajar, hidup tanpa abang lagi. Aku tidak akan pernah melupakan abang. Biar bagaimana pun, aban adalah cinta paling sempurna dalam hidup ku."
"sekali lagi, terima kasih ya, bang. Sudah memberi aku kesempatan, untuk bisa merasakan semua keindahan itu, untuk bisa merasakan bahagia yang sesungguhnya. Aku berharap, abang akan selalu bahagia, meski tak lagi bersama ku.."
Berlinang air mata ku membaca isi catatan Boby tersebut. Hati ku merasa sangat trenyuh. Aku merasa kecewa dan patah. Tapi.. aku juga tidak mungkin menyalahkan Boby, karena memilih untuk pergi. Aku tahu, betapa terlukanya ia saat ini.
Namun begitulah cinta. Ada saatnya bahagia, ada saatnya terluka. Bagiku dan bagi Boby, cinta kami adalah sebuah sejarah dalam perjalanan hidup kami masing-masing. Semua memang harus berlalu. Karena tidak ada hubungan cinta yang abadi antara dua orang laki-laki, meski pun cinta kami akan tetap abadi di hati kami.
Kini, aku hanya berharap, semoga aku mampu menjalani hari-hari ku, meski tanpa Boby lagi. Semoga aku mampu memenuhi keinginan orangtua ku, untuk segera menikah.
Dan aku selalu berharap, semoga.. Boby juga menemukan kebahagiaannya yang lain.
Yah.. semoga saja.
****
Komentar
Posting Komentar
Terima kasih