Nama ku Ali Saputra, biasa di panggil mas Ali. Saat ini aku sudah berusia 40 tahun lebih. Aku sudah menikah dan juga sudah punya dua orang anak.
Anak pertama ku perempuan, sekarang sudah duduk di kelas 6 SD, sedangkan anak bungsu ku, laki-laki, sudah duduk di kelas 2 SD.
Rumah tangga ku sebenarnya baik-baik saja. Aku, istri ku dan anak-anak ku, hidup cukup bahagia. Kehidupan kami secara ekonomi juga cukup mapan.
Aku bekerja sebagai salah seorang guru, di sebuah SMP yang ada di desa tempat aku dan keluarga ku tinggal. Sedangkan istri ku adalah seorang ibu rumah tangga biasa. Selain itu, kami juga punya beberapa hektar kebun sawit, yang kami kelola sendiri.
Aku bekerja sebagai seorang guru sudah bertahun-tahun, bahkan
jauh sebelum aku dan istri ku menikah. Sejak lulus kuliah, orang tua ku
memang tidak memperbolehkan aku untuk bekerja di luar desa kami. Karena
itulah, aku pun memutuskan untuk melamar pekerjaan di SMP yang ada di desa kami tersebut.
Orang tua ku juga mewariskan beberapa bidang tanah, untuk aku kelola menjadi kebun sawit. Dan sejak menikah dengan istri ku, kami pun berusaha mengumpulkan modal, untuk membuka usaha kebun sawit tersebut. Hingga sekarang kami sudah bisa menikmati hasilnya.
Aku dan istri ku sudah saling kenal sejak lama, bahkan sejak masih sama-sama SD. Tapi kami baru menjadi dekat, ketika aku sudah lulus kuliah, dan mulai bekerja menjadi seorang guru. Kami sempat pacaran selama beberapa tahun, sebelum akhirnya kami memutuskan untuk menikah.
Rumah tangga kami berjalan cukup baik, meski tentu saja, selalu saja ada masalah yang datang dalam kehidupan rumah tangga kami. Namun selama ini, kami selalu berhasil mengatasi nya. Apa lagi istri ku adalah sosok wanita yang cukup sabar dan penuh perhatian.
Namun ada sebuah rahasia dari masa lalu ku, yang selalu aku sembunyikan selama ini. Sebuah rahasia, yang tidak diketahui oleh siapa pun, baik istri ku mau pun keluarga besar ku. Rahasia itu aku simpan sendiri, sebagai bagian dari masa lalu ku.
Aku berusaha meninggalkan hal tersebut. Aku berusaha untuk melupakannya. Aku berusaha untuk berubah. Meski kadang hal itu tidak mudah. Beruntunglah aku tinggal di desa, dan jauh dari kota. Sehingga segala godaan akan hal tersebut, tidak terlalu sering datang.
Yah... aku adalah seorang gay. Sejak SMA hingga aku kuliah di kota, aku sudah hidup menjadi seorang laki-laki gay. Aku sudah lama berpetualang di dunia tersebut. Aku juga sudah beberapa kali mencoba pacaran dengan laki-laki, meski hubungan ku tak pernah bertahan lama.
Sejak lulus kuliah, dan mulai bekerja menjadi seorang guru, aku pun bertekad untuk meninggalkan dunia tersebut. Dunia yang sebenarnya tidak pernah aku ingin kan.
Apa lagi sejak orangtua ku terus memaksa ku untuk segera menikah. Aku pun berusaha, untuk bersikap dan bersifat sebagaimana layaknya seorang laki-laku normal. Hingga akhirnya, untuk pertama kalinya, aku mencoba berpacaran dengan perempuan. Dan perempuan itu lah yang sekarang menjadi istri ku.
Meski jujur saja, sejak pacaran sampai sekarang kami sudah punya dua anak, perasaan ku pada istri ku, biasa-biasa saja. Aku tak pernah benar-benar jatuh cinta padanya. Hidup ku memang penuh kepalsuan. Namun aku selalu berusaha untuk menikmati semua itu, dan selalu berusaha untuk pura-pura bahagia.
****
Sebagai sebuah desa yang letaknya cukup jauh dari kota, desa kami memang sering menjadi sasaran untuk dijadikan tempat kegiatan KKN bagi para mahasiswa dari berbagai kampus.
Hampir setiap tahun, selalu saja ada mahasiswa KKN yang datang ke desa kami. Baik itu dari universitas negeri mau pun dari universitas swasta. Ada yang melaksanakan KKN sampai dua bulan, namun tak jarang juga hanya beberapa minggu.
Sebagai seorang guru, tentu saja, aku sering berurusan
dengan para mahasiswa KKN yang datang ke desa kami tersebut, setiap
tahunnya. Karena biasanya, salah satu sasaran kegiatan mahasiswa KKN yang datang ke desa kami, adalah sekolah tempat aku mengajar.
Aku sudah terbiasa menghadapi mereka semua, berkenalan,
memberikan pelayanan yang terbaik, dan tentu saja bekerja sama dengan
mereka, untuk melakukan berbagai kegiatan yang mereka lakukan. Karena selain bekerja sebagai seorang guru, aku juga selalu aktif dalam kegiatan kepemudaan desa kami.
Selama ini, semua itu berjalan dengan baik. Aku selalu menganggap, semua mahasiswa KKN tersebut, baik itu yang laki-laki maupun yang perempuannya, hanya sebagai adik-adik atau pun teman-teman baru bagi ku.
Namun, untung tak dapat di raih, malang tak dapat di tolak. Siapa yang bakal tahu, apa yang akan terjadi ke depannya. Karena, terkadang hidup tidak selalu berjalan seperti yang kita inginkan. Dan hal itu lah yang terjadi dalam perjalanan hidup ku.
Berawal dari kedatangan serombongan mahasiswa KKN baru, yang berasal dari salah satu kampus ternama di kota. Mereka berjumlah 16 orang. Enam orang laki-laki dan sepuluh orang perempuan.
Seperti biasa, sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, kami pun menyambut kehadiran mereka dengan cukup antusias. Apa lagi para pemuda dan pemudi di desa kami. Kehadiran mahasiswa KKN cukup memberi suasana baru bagi kami.
Dan
sebagaimana biasanya juga, para mahasiswa KKN yang laki-laki biasanya ditempatkan di salah satu rumah petak kosong, yang memang berada di samping rumah kami. Sementara yang
perempuan selalu ditempatkan di salah satu rumah warga, yang juga berada tidak terlalu jauh dari situ.
Aku dan para mahasiswa KKN itu pun akhirnya berkenalan. Karena selain mereka tinggal di samping rumah ku, mereka juga punya program kerja untuk mengabdi di SMP tempat aku mengajar. Dan menurut cerita mereka, kegiatan KKN kali ini akan berlangsung selama dua bulan penuh.
Awalnya semua berjalan seperti biasa. Benar-benar biasa. Kami para guru tetap menjalankan rutinitas kami seperti biasa. Para mahasiswa tersebut, juga sudah mulai melakukan aktivitas mereka.
Mereka
saling berbagi tugas, ada yang membantu guru di sekolah SD dan SMP yang
ada di desa kami. Ada yang melakukan kegiatan di Mesjid, dan tentu saja
ada yang berada di kantor desa, untuk membantu beberapa pekerjaan di sana.
Dari situlah aku mengenal Ricko. Salah seorang mahasiswa KKN
tersebut. Kebetulan Ricko memang sering ditugaskan di SMP tempat aku mengajar. Selain tentunya, kami juga sering bertemu di rumah, karena tempat tinggalnya yang bersebelahan dengan rumah ku.
Selain memiliki wajah yang tampan, postur tubuh yang cukup atletis, Ricko juga terlihat pintar dan cukup aktif. Dia juga mudah akrab dengan siapa saja. Hampir semua kami para guru, sudah mengenal dan dikena oleh Ricko.
Aku bahkan dengan Ricko, sudah sering mengobrol. Meski pun awal-awalnya kami hanya mengobrol biasa. Obrolan basa-basi, antara dua orang yang baru saja saling kenal.
Namun lama kelamaan, obrolan kami mulai menjurus ke arah pribadi. Ricko cukup terbuka, bercerita tentang kehidupannya dan juga tentang keluarganya. Dan hal itu, membuat kami jadi semakin dekat dan akrab.
Ricko sudah tahu, kalau aku sudah menikah dan sudah punya anak. Tentu saja, aku yang bercerita padanya. Tapi sepertinya hal itu, tidak menyurutkan langkah kami, untuk lebih saling mengenal.
Entah mengapa, tiba-tiba aku
merasa nyaman, ngobrol bersama Ricko. Aku jadi betah berlama-lama di sekolah, hanya untuk sekedar menghabiskan waktu mengobrol berdua bersama Ricko. Bahkan di rumah pun, kami juga jadi sering ngobrol.
****
Waktu pun terus berlalu,
tanpa bisa di cegah atau pun di pacu. Semua berjalan sesuai kodratnya.
Kita hanya bisa berencana, tanpa selalu bisa merealisasikannya. Dan
begitulah kehidupan. Kadang semua yang terjadi di luar kendali kita, sebagai manusia biasa.
Sungguh, tidak pernah aku rencanakan sama
sekali, kalau aku akan mengenal Ricko dalam perjalanan hidupku. Aku juga
tidak menyangka sama sekali, kalau pada akhirnya aku akan jatuh cinta pada Ricko.
Yah, semua itu baru aku sadari, setelah lama kami
bersama. Kebersamaan kami telah mampu membelenggu hati ku. Merobohkan
pagar-pagar di hatiku, yang telah susah payah aku bangun selama ini,
setidaknya sejak aku memutuskan untuk meninggalkan dunia pelangi tersebut. Apa lagi sejak aku menikah, aku sudah tidak ingin terlibat lagi yang dengan yang namanya cinta sesama jenis.
Namun sekarang hati ku seakan terbuka begitu saja, untuk menerima kehadiran seorang Ricko di dalamnya. Dan anehnya, Ricko seperti sengaja memberikan aku harapan-harapan, yang membuat aku semakin sulit untuk melepaskan diri dari perasaan ku padanya.
Menurut ceritanya, Ricko adalah anak bungsu dari empat bersaudara, dan semua saudaranya perempuan. Ayahnya juga sudah lama meninggal dunia, sejak ia masih SD. Kerinduannya akan sosok seorang ayah, yang membuat ia jadi ingin dekat dengan ku. Setidaknya begitulah pengakuan Ricko padaku.
Sebagai seseorang yang sedang jatuh cinta, aku memang tidak selalu bisa menyembunyikan perasaan ku, terutama di depan Ricko. Aku sudah terlanjur sayang pada Ricko, dan keinginan untuk bisa memilikinya semakin tumbuh subur di hatiku.
Hingga suatu waktu, aku pun memberani kan diri, untuk menyatakan perasaan ku pada Ricko. Dan gayung pun bersambut. Meski pun Ricko tahu, kalau aku sudah menikah, dia tetap saja nekat menerima cinta ku.
Dari awal, aku memang sudah curiga, kalau Ricko juga menaruh perasaan padaku. Hal itu terlihat, dari cara ia menatap ku atau pun memperlakukan ku. Apa lagi saat kami, sering ngobrol berdua.
Kami pun akhirnya resmi berpacaran. Kami menjalin hubungan diam-diam. Meski pun di depan orang-orang, kami berusaha bersikap biasa saja, berlagak seperti tidak terjadi apa-apa di antara kami.
****
Pada suatu malam, istri dan anak-anak ku, sedang berada di rumah tante nya yang berada di desa tetangga, desa tersebut berjarak lebih kurang 15 km dari desa kami. Kebetulan saat itu, ada acara pesta pernikahan keluarga istri ku di sana.
Aku sengaja pulang cepat dan tidak ikut menginap di sana, karena harus menjaga rumah dan juga karena aku harus bekerja keesokan harinya. Setidaknya begitulah alasan ku pada istri ku waktu itu.
Karena hanya sendirian di rumah, terbersit di benak ku, untuk mengundang Ricko datang ke rumah ku. Aku pun mencoba mengirimkan pesan padanya.
Dan di luar dugaan ku, Ricko pun bersedia untuk datang. Dia beralasan kepada teman-temannya, kalau ia ada urusan tentang sekolah dengan ku.
Ia datang sendirian ke rumah ku. Aku pun mempersilahkan ia masuk. Kami ngobrol sejenak, sebelum akhirnya aku nekat mengajak Ricko masuk ke kamar ku. Dan Ricko pun tidak menolak sama sekali.
Di dalam kamar itulah, akhirnya semuanya terjadi. Tak ku sangka Ricko menyambut kehadiran ku dengan penuh harap. Ia menerima semua perlakuan ku padanya. Kami pun melakukan hal tersebut.
Aku mencoba membawa Ricko berlayar malam itu, mangayuh biduk-biduk cinta yang mulai tumbuh subur di antara kami berdua.
Dan aku pun akhirnya menyadari, kalaui ni bukan pertama kali bagi Ricko melakukan hal tersebut. Bahkan menurut ku, Ricko sudah terbiasa melakukannya. Semua itu dapat aku rasakan, dari caranya memperlakukan ku. Ia terlihat sudah berpengalaman.
Sejujurnya, aku sedikit merasa kecewa menyadari hal itu. Penilaian ku terhadap Ricko pun berubah. Ternyata Ricko bukan cowok baik-baik, seperti yang aku harapkan.
Aku merasa sedikit tertipu. Tapi aku tetap berpura-pura, kalau semuanya baik-baik saja. Aku tetap berpura-pura tidak menyadari hal tersebut. Apa lagi tindakan Ricko waktu itu, sungguh membuat aku merasa terkesan.
****
Hari-hari selanjutnya, hubungan ku dan Ricko kian erat dan tak terkendali. Kami selalu mencari-cari waktu dan mencuri-curi kesempatan, untuk kami bisa menghabiskan waktu berdua. Dan bahkan, pernah beberapa kali, aku nekat membawa Ricko ke kota, dengan menggunakan mobil ku. Tentu saja, tanpa di ketahui oleh siapa pun.
Meski pun aku tahu, kalau Ricko bukanlah cowok baik-baik seperti yang aku harapkan, tapi aku sudah tidak peduli lagi. Aku sudah terlanjur terlena dengan perasaan cinta ku pada Ricko. Saat ini, prioritas ku hanyalah Ricko. Aku hanya ingin menghabiskan waktu bersama Ricko. Aku hanya ingin menikmati indahnya cinta ku bersama Ricko. Hanya itu.
Hingga tak terasa, dua bulan pun berlalu, sejak Ricko datang ke desa kami. Hampir sebulan pula lamanya, sejak aku dan Ricko menjalin hubungan asmara.
Dan kini tibalah waktunya, bagi Ricko dan teman-teman KKN nya untuk segera pergi dari desa kami.
Pada malam perpisahan, aku dan Ricko pun kembali bertemu. Kali ini, kami bertemu di sebuah pondok, di tengah-tengah kebun sawit. Aku berharap, malam itu, akan menjadi malam paling indah bagi kami berdua, sebelum kami akan berpisah esok harinya.
"aku ingin kita putus, mas Ali.." begitu ucap Ricko, saat kami sudah duduk di dalam pondok tersebut.
"putus? Kenapa?" tanya ku sedikit heran, kening ku berkerut.
"karena memang sudah saatnya kita mengakhiri semua ini. Karena besok saya akan pergi dari desa ini.." balas Ricko, terdengar tenang.
"jadi kita putus begitu aja? Setelah semua yang kita lakukan bersama?" tanya ku lagi msih dengan nada heran.
"lalu apa yang mas Ali harapkan dari semua ini?" balas Ricko, "mas sendiri kan tahu, kalau mas sudah punya istri dan anak?" lanjutnya, "jadi hubungan kita ini gak mungkin bisa di lanjutkan lagi.." lanjutnya lagi.
"jadi kamu hanya memanfaatkan saya selama ini?" suara ku mulai gusar.
"selama ini, saya juga tidak meminta apa-apa dari mas Ali, kan? Jadi bagian mana menurut mas Ali, saya memanfaatkan mas Ali?" balas Ricko dengan penuh tanya.
"tapi aku sudah terlanjur jatuh cinta sama kamu, Ricko. Aku sayang banget sama kamu.." ucapku sedikit menghiba.
"itu bukan urusan saya, mas. Mas sendiri kan yang mulai?" balas Ricko santai.
"tapi kamu yang memberi aku peluang, Ricko. Kalau saja, dari awal kamu tidak memberi aku harapan, semua ini pasti tidak akan terjadi.." ucapku kemudian, masih dengan nada kesal.
"sudahlah, mas. Saya tidak mau berdebat lagi tentang hal ini. Bagi saya, hubungan kita sudah berakhir mulai malam ini.. terserah mas mau terima atau tidak.." balas Ricko, sedikit kasar.
Dan setelah berkata demikian, Ricko pun segera pergi meninggalkan ku sendirian dalam kekalutan yang tak menentu.
Aku hanya bisa termangu memikirkan semua itu. Sekali lagi, aku merasa tertipu. Betapa bodohnya aku selama ini, membiarkan semua itu terjadi.
***
Keesokan paginya, Ricko benar-benar pergi. Ia pergi dari desa kami, bahkan mungkin juga dari hidup ku. Dia pergi, tanpa meninggalkan pesan apa pun untuk ku. Sepertinya ia memang tidak punya perasaan apa-apa pada ku. Aku mungkin hanya sebuah pelarian bagi nya. Untuk mengisi kesepiannya.
Dan
ketika keesokan harinya lagi, aku coba menghubungi Ricko. Ternyata
nomornya sudah tidak aktif lagi. Bahkan di semua media sosialnya, ia
juga telah memblokir ku. Ricko benar-benar menghilang. Sialnya, aku tidak pernah tahu alamat rumahnya. Aku bahkan hampir tidak tahu, siapa Ricko sebenarnya.
Aku pikir, aku telah menemukan cinta sejati ku bersama Ricko. Tapi ternyata aku salah. Ricko hanya menjadikan aku sebagai sebuah persinggahan. Dia tidak pernah benar-benar ingin menetap. Sementara aku sudah terlanjur menganggapnya sebagai rumah.
Aku yang sudah bertahun-tahun tidak pernah lagi pacaran dengan laki-laki, tiba-tiba menemukan kebahagiaan baru bersama Ricko. Cinta ku tumbuh begitu dalam untuknya. Namun sayangnya, ia tidak punya harapan dan perasaan yang sama dengan ku.
Pada akhirnya, aku hanya bisa merelakan kepergian Ricko. Aku hanya bisa memupus harapan ku tentangnya. Aku harus bisa melanjutkan hidupku, meski tanpa ada dirinya lagi bersama ku. Aku akan belajar melupakan Ricko, melupakan semuanya. Karena hanya itu, yang bisa aku lakukan untuk saat ini.
Aku
hanya berharap, semoga semua kejadian ini, bisa memberi aku pelajaran
yang berarti dalam hidupku. Semoga aku tidak lagi melakukan kesalahan
yang sama di kemudian hari. Dan semoga aku tidak lagi bertemu dengan laki-laki seperti Ricko.
Yah... semoga saja.
****
Komentar
Posting Komentar
Terima kasih