Langsung ke konten utama

Adsense

Dilema cinta si penjaga toko

Setelah lulus SMA, aku pun memutuskan untuk pergi merantau ke kota. Aku tidak bisa kuliah, karena kedua orangtuaku tidak mampu membiayainya. Mengingat mereka hanyalah petani biasa, dan juga kedua adik-adik ku masih butuh biaya banyak untuk sekolah mereka.

Karena itulah aku memutuskan untuk pergi merantau. Selain untuk mencari pengalaman, aku juga ingin sekali mendapatkan pekerjaan di kota, agar aku bisa membantu kedua orangtua ku.

Di kota aku punya seorang kenalan, yang aku kenal melalui media sosial. Namanya mas Dion. Kami sudah sering mengobrol melalui telepon. Mas Dion lah sebenarnya yang mengajak aku untuk datang ke kota. Kebetulan mas Dion memang tinggal sendirian di kota. Ia juga seorang perantau.

Mas Dion bekerja sebagai seorang office boy di sebuah gedung perkantoran. Ia bekerja sebagai OB sudah hampir enam tahun. Mas Dion tinggal sendiri di sebuah kamar kost.

Sesampai di kota, aku langsung menuju tempat kost mas Dion, sesuai dengan alamat yang telah ia berikan pada ku.

"Galih? Akhirnya kamu sampai juga kesini..." sapa mas Dion, ketika akhirnya aku sampai di tempat kostnya. Mas Dion segera mempersilahkan aku masuk ke kamar kost nya yang kecil.

"iya nih, mas Dion. Makasih udah mau menampung saya disini.." balasku, sesaat setelah aku berada di dalam kamar kost tersebut.

"udah.. santai aja. Kamu anggap aja seperti rumah sendiri. Cuma ... ya.. beginilah keadaannya.." ucap mas Dion membalas.

"gak apa-apa, mas Dion. Yang penting untuk sementara, aku sudah punya tempat tinggal." balasku pelan.

"ya udah.. kamu istirahat aja dulu, pasti kamu capek kan, sehabis perjalanan jauh.." ucap mas Dion.

"iya, mas.." balasku.

Lalu selanjutnya, aku pun merebahkan tubuhku di atas ranjang. Aku memang merasa lelah, setelah hampir dua hari dua malam aku berada di dalam bis. Aku ingin beristirahat sejenak sebelum aku menyususun rencana tentang apa yang akan aku lakukan ke depannya.

*****

Keesokan harinya, aku pun mulai berkeliling kota, untuk mencari pekerjaan. Sementara mas Dion sudah berangkat kerja sejak pagi tadi.

Dengan hanya mengandalkan ijazah SMA, ternyata sangat sulit pekerjaan besar ini. Semua tak semudah seperti yang aku bayangkan.

Berbagai tempat telah coba aku datangi, mulai dari restoran, kafe, minimarket dan berbagai tempat lainnya. Namun tak satu pun pekerjaan yang aku dapat.

"kamu harus sabar Galih. Memang tidak mudah mencari pekerjaan di kota besar ini, apa lagi cuma mengandalkan ijazah SMA." ucap mas Dion, ketika malamnya kami kembali lagi ke kost.

"lagi pula, ini kan baru hari pertama kamu mencari pekerjaan, jadi ya... santai aja.." lanjut mas Dion.

"tapi aku gak enak loh, mas. Kalau terlalu lama numpang sama mas Dion.." balasku lemah.

"kalau untuk itu, kamu gak usah terlalu memikirkannya. Selama kamu betah tinggal di sini, saya gak ada masalah. Saya malah senang, jadi ada teman untuk ngobrol.." ucap mas Dion lagi.

"tadi saya juga udah tanya-tanya sama atasan saya, siapa tahu ada lowongan di tempat saya bekerja. Tapi kata atasan saya, saat ini memang belum ada lowongan." mas Dion berucap lagi.

"iya, mas. Gak apa-apa. Besok saya akan coba lagi.." balasku pelan.

Mas Dion tersenyum ramah. Dia menatap ku beberapa saat.

"kamu masih ada uang, untuk besok?" tanya mas Dion kemudian.

"masih, mas.." balasku singkat.

"kalau kamu butuh uang atau butuh apa-apa, kamu ngomong aja sama saya, gak usah sungkan, ya.." ucap mas Dion lagi.

"iya, mas.." balasku lagi.

Mas Dion memang sangat baik padaku. Aku jadi semakin merasa tidak enak. Tapi, hanya mas Dion satu-satunya orang yang aku kenal di kota ini saat ini. Jadi mau tidak mau, aku memang harus menerima semua kebaikannya padaku.

"mas Dion, memang belum menikah, ya?" tanyaku mencoba mengalihkan pembicaraan.

"seperti yang pernah saya katakan, Galih. Saya ini masih lajang.." balas mas Dion.

"kenapa mas Dion belum menikah?" tanyaku lagi.

Aku memang sedikit penasaran, kenapa mas Dion belum menikah, padahal ia sudah berumur tiga puluh tahun lebih. Ia juga sudah punya pekerjaan tetap.

Tapi ternyata mas Dion hanya terdiam. Sepertinya ia memang enggan untuk menjawab pertanyaan ku tersebut. Aku memang cukup lancang mempertanyakan hal tersebut kepada mas Dion, karena itu aku pun tidak berkata apa-apa lagi.

****

Lebih dari seminggu aku jadi pengangguran. Uang ku pun sudah habis semuanya. Sekarang hanya mas Dion satu-satunya harapanku untuk tempat aku mengadu.

Mas Dion lah yang membiayai hidup ku saat ini. Selain tempat tinggal dan makan, mas Dion juga memberi aku sejumlah uang, untuk aku bisa terus mencari pekerjaan.

Hingga setelah hampir sepuluh hari, aku berkeliling kota mencari pekerjaan, akhirnya aku pun mendapatkan pekerjaan. Sebuah toko olahraga bersedia menerima aku bekerja disana, sebagai pelayan tentunya.

Toko olahraga itu tidak terlalu besar. Pemiliknya seorang laki-laki muda. Namanya mas Andra. Dia masih lajang, usianya juga masih sekitar 28 tahun. Selama ini mas Andra hanya bekerja sendiri menjaga toko tersebut. Karena itulah ia butuh seorang karyawan untuk membantunya. Kebetulan sekali aku melamar pekerjaan di toko tersebut.

Tanpa banyak pertimbangan, mas Andra pun menerima ku bekerja di sana. Tentu saja aku merasa sangat senang, meski gaji yang mas Andra janjikan tidaklah seberapa. Namun setidaknya, saat ini aku sudah punya pekerjaan.

Toko itu buka setiap hari, dari jam tujuh pagi dan tutup jam enam sore.

Karena belum mempunyai uang yang cukup, aku masih harus menumpang di kost mas Dion. Mas Dion juga tidak keberatan akan hal tersebut.

"supaya kamu bisa lebih hemat, sebaiknya kamu tetap tinggal di sini. Karena kalau kamu kost sendirian, nanti uang gaji kamu, malah hanya cukup untuk bayar kost aja." ucap mas Dion menawarkan.

Sebenarnya ada benarnya juga, apa yang diucapkan mas Dion. Jika aku kost sendiri, tentunya uang gaji ku hanya akan cukup untuk bayar kost dan untuk makan aku sehari-hari. Sementara aku sangat ingin bisa mengirim uang ke kampungku, untuk membantu orangtua ku.

Tapi jika aku tetap tinggal bersama mas Dion, aku merasa tidak enak hati. Mas Dion sudah sangat baik padaku selama ini, dan aku tidak ingin lagi membebaninya.

"tapi apa itu tidak merepotkan, mas Dion?" ucapku akhirnya.

"saya gak merasa di repotkan, kok. Saya malah senang kalau kamu tetap mau tinggal bersama saya." balas mas Dion terdengar jujur.

"baiklah, mas. Tapi ... kenapa mas Dion begitu baik sama saya?" aku berujar lagi.

"karena aku merasa nyaman saat bersama kamu, Galih. Aku senang bisa mengenal kamu. Kamu pemuda yang baik, sopan, dan kamu juga sangat tampan dan gagah.." balas mas Dion pelan.

"mas Dion juga laki-laki yang baik, mas Dion juga tampan dan gagah. Saya juga merasa nyaman saat bersama mas Dion. Saya merasa beruntung bisa mengenal mas Dion." balasku apa adanya.

"aku sebenarnya juga suka sama kamu, Galih. Aku sayang sama kamu. Jadi aku harap, kamu tetap tinggal di sini ya..." mas Dion berucap dengan penuh harap.

"tapi aku tidak ingin selamanya menjadi beban mas Dion.." balasku.

"bagiku kamu bukan beban, Galih. Kamu adalah laki-laki terindah yang pernah aku kenal. Aku ingin selamanya, kita tetap tinggal bersama. Karena aku merasa bahagia bisa menghabiskan waktu bersama kamu.." ucap mas Dion penuh perasaan.

"apa itu berarti, kalau kita bisa menjalin hubungan yang lebih dalam lagi?" tanyaku akhirnya.

"jika kamu memang bersedia, aku tentu saja tidak akan keberatan, Galih, karena aku memang sangat menyayangi kamu." balas mas Dion.

"jadi mulai sekarang, kita pacaran?" tanyaku sekedar meyakinkan diriku sendiri.

"iya, Galih. Aku memang telah jatuh cinta pada mu. Jadi kamu mau kan, kita pacaran?" mas Dion justru balik bertanya.

"tentu saja aku mau, mas. Aku juga sangat mencintai mas Dion." balasku apa adanya.

"tapi aku hanya pemuda kampung dan hanya seorang laki-laki miskin, mas. Apa mas Dion mau punya pacar seorang laki-laki miskin seperti saya ini?" aku melanjutkan ucapan ku, dengan sedikit bertanya.

"aku juga seorang laki-laki miskin yang berasal dari kampung, Galih. Jadi apa bedanya. Lagi pula, itu semua tidak penting bagiku, yang penting kita bisa saling menyayangi, saling mencintai dan bisa saling menerima kekurangan masing-masing." balas mas Dion.

****

Sejak saat itu, aku dan mas Dion pun resmi berpacaran. Setiap malam kami menghabiskan waktu berdua, men!km4ti indahnya cinta kami.

Aku dan mas Dion berangkat kerja setiap paginya, dan pulang ketika hari sudah sore. Hanya saat malam hari lah, kami punya kesempatan untuk bertemu dan saling melepaskan rindu.

Hari-hari yang kami lalui terasa begitu indah dan penuh warna. Aku memang sangat mencintai mas Dion. Selain dia sudah sangat baik padaku selama ini. Mas Dion memang sangat menarik secara fisik.

Wajahnya tampan, dengan hidungnya yang mancung. Rahangnya kokoh. Dagunya membela dibagian tengah. Matanya tajam, namun terlihat sangat indah. Itu adalah mata terindah yang pernah aku lihat.

Tubuhnya atletis dan gagah. Bahunya kokoh dan kekar. Benar-benar sosok laki-laki yang sempurna. Siapa pun yang melihatnya, pasti akan terpesona. Dan aku sungguh beruntung, bisa mendapatkan mas Dion. Aku beruntung bisa mendapatkan cintanya. Aku tidak akan pernah melepaskannya, walau dengan alasan apa pun.

Namun hidup adalah perjalanan. Hidup adalah misteri. Kita tidak pernah bisa menebak apa yang akan terjadi ke depannya. Sekuat apa pun kita bertahan dengan keadaan yang kita inginkan, pada akhirnya, takdir jua lah yang akan menentukan semuanya.

Kisahku bersama mas Dion belum berakhir. Masih banyak rintangan, halangan dan hambatan yang akan kami hadapi ke depannya.

Lalu mampukah kami mempertahankan hubungan kami, sementara begitu banyak hal yang harus kami hadapi ke depannya?

Dan rahasia apa yang tersimpan dari kehidupan mas Dion yang sebenarnya?

Benarkah mas Dion bukan seperti yang aku kenal saat ini?

Simak kelanjutan kisah ini di channel ini ya, atau bisa langsung klik link nya di deskripsi video ini.

Terima kasih sudah menyimak video ini sampai selesai, semoga terhibur.

Sampai jumpa lagi pada part berikutnya, salam sayang untuk kalian semua.

****


Part 2

Setahun aku dan mas Dion berpacaran. Semua berjalan dengan indah. Kami merasa bahagia dengan cinta yang hadir diantara kami.

Namun kebahagiaan itu, ternyata tidak bertahan selamanya. Kebahagiaan itu harus mengalami kendala, karena ternyata mas Dion bukan seperti yang aku pikirkan selama ini.

"jadi selama ini mas Dion membohongi saya?" tanyaku, saat suatu malam kami ngobrol di kamar kost.

"saya tidak membohongi kamu, Galih. Semua perasaan saya selama ini sama kamu, itu benar-benar nyata. Aku benar-benar mencintai kamu. Tapi..." mas Dion sengaja menggantung kalimatnya.

"kenapa dari awal mas Dion tidak jujur sama saya, kalau mas Dion ternyata sudah menikah dan sudah punya anak?" tanyaku lagi dengan suara berat.

"untuk hal itu saya minta maaf, Galih. Saya hanya takut, jika saya jujur dari awal, kamu tidak akan mau menerima saya." jelas mas Dion.

"saya memang sudah menikah dan sudah punya anak, tapi saya tidak pernah mencintai istri saya. Karena itu, saya memilih untuk pergi merantau dan meninggalkan istri dan anak saya. Tapi sekarang, anak saya sedang sakit di kampung, karena itu saya harus pulang ke kampung sekarang." lanjut mas Dion lagi menjelaskan.

"lalu apa mas Dion akan kembali lagi kesini?" aku bertanya lagi.

"aku tidak bisa berjanji untuk hal itu, Galih. Menurut kabar yang aku dapat, sakit anakku cukup parah. Sekali pun aku kembali lagi kesini, itu pasti masih cukup lama. Jadi jika kamu tidak mau menunggu ku, juga tidak apa-apa. Aku tidak akan mengikat kamu." jelas mas Dion lagi.

"aku tidak tahu, mas. Apa aku masih bisa menunggu mas Dion kembali. Aku masih merasa kecewa, setelah mengetahui kalau mas Dion ternyata sudah menikah dan sudah punya anak. Aku tidak masalah, kalau mas Dion harus pulang kampung. Tapi aku belum bisa menerima kenyataan, kalau orang yang aku cintai ternyata sudah menikah." ucapku dengan nada sendu.

"karena itu aku tidak ingin mengikat kamu, Galih. Aku akan memberi kamu kebebasan. Namun asal kamu tahu aja, kalau aku benar-benar mencintai kamu. Dan aku berharap, kita masih bisa terus bersama. Aku juga tidak mungkin lagi kembali pada istriku. Aku pulang ke kampung, hanya demi anak ku." balas mas Dion terdengar serius.

"tapi mas Dion masih mungkin kembali pada istri mas Dion, setidaknya demi anak mas Dion." ucapku tanpa sadar.

"seperti yang aku katakan, aku tidak mungkin kembali lagi pada istriku, walau dengan alasan apa pun. Tapi aku juga tidak mungkin mengabaikan anak ku." balas mas Dion terdengar yakin.

Aku menarik napas panjang. Berat rasanya menerima kenyataan tersebut. Selama ini mas Dion telah membohongi ku. Ia yang mengaku kalau masih lajang, ternyata ia sudah menikah dan bahkan sudah punya anak. Meski sekarang ia tak lagi hidup bersama istrinya.

Selama ini ternyata, mas Dion masih terus mengirimi istrinya uang, untuk membantu biaya hidup anaknya. Dan aku tidak pernah mengetahui hal tersebut.

Mas Dion memang sudah berpisah dari istrinya. Tapi tetap saja, ia telah berbohong akan hal tersebut. Dan aku tidak bisa menerima hal tersebut begitu saja. Apa lagi sekarang, mas Dion akan pulang ke kampungnya, untuk menengok anaknya. Dan bisa saja, ia akan kembali lagi pada istrinya.

"sekali lagi, Galih. Aku memang harus pulang ke kampung. Namun aku berjanji aku pasti akan kembali lagi kesini, meski tidak dalam waktu dekat ini. Dan sekali lagi, aku tidak akan mengikat kamu, dan aku tidak akan meminta kamu untuk menunggu. Kamu bebas." mas Dion berucap kembali.

Kali ini aku masih tetap terdiam. Aku tidak tahu lagi harus mengatakan apa. Rasanya saat ini dunia ku hancur. Aku kecewa. Dan sepertinya aku memang harus siap kehilangan mas Dion.

Padahal aku sangat mencintainya. Aku sangat menyayanginya. Aku telah serahkan seluruh jiwa dan raga ku untuknya. Aku mencintainya sepenuh hatiku. Tapi sekarang, rasanya hal itu sudah tidak utuh lagi. Hatiku retak. Dan aku merasa sakit.

*****

Mas Dion akhirnya benar-benar pergi. Dan aku mulai merasa kehilangan. Selama ini, mas Dion selalu ada untuku. Tapi sekarang, aku harus membiasakan diriku, untuk bisa hidup sendiri.

Aku masih bekerja di toko olahraga tersebut. Aku masih mencoba menjalani hari-hari ku seperti biasa.

"saya perhatikan akhir-akhir ini, kamu jadi sering melamun. Kamu lagi ada masalah?" tanya mas Andra, si pemilik tokoh.

"gak kok, mas. Saya lagi kangen kampung aja.." balasku sedikit berbohong.

"kangen kampung atau lagi kangen seseorang?" pancing mas Andra.

Aku dan mas Andra memang sudah dekat dan akrab. Kebersamaan kami setiap hari, telah membuat kami saling kenal pribadi masing-masing. Mas Andra memang selama ini selalu memperlakukan ku dengan baik.

Aku bukan hanya seorang penjaga toko baginya. Tapi aku sudah dianggapnya sebagai teman ngobrol. Aku senang bisa mengenal mas Andra. Selain baik, ia juga sangat perhatian padaku.

"aku gak punya seseorang yang harus aku kangenin, mas." balasku akhirnya, berbohong lagi. Aku juga tidak mungkin menceritakan tentang mas Dion pada mas Andra. Selama ini mas Andra memang sering memancingku tentang hubungan asmara ku, tapi aku tidak pernah jujur padanya tentang hal tersebut.

"kalau begitu, masih ada peluang dong, buat saya.." ucap mas Andra tiba-tiba.

"maksudnya, mas?" tanyaku kurang paham, dan sekedar meyakinkan kalau mas Andra tidak sedang menggodaku.

"maksudnya, kamu... kamu mau gak jadi pacarku?" terang mas Andra sangat jelas.

Kali ini aku terdiam. Aku benar-benar menyangka kalau mas Andra akan berkata demikian. Selama ini, mas Andra memang sangat baik danpenuh perhatian padaku.

"aku... aku gak bisa jawab sekarang, mas." ucapku sedikit terbata.

"kenapa? Apa karena kamu sudah punya pacar?" mas Andra bertanya lagi.

"bukan, mas. Bukan karena itu." balasku tidak yakin. Karena biar bagaimana pun, aku memang masih punya hubungan dengan mas Dion. Meski mas Dion sudah pergi lebih dari sebulan, dan ia juga telah memberi aku kebebasan.

"lalu karena apa?" mas Andra bertanya penuh rasa ingin tahu.

"karena aku belum yakin dengan perasaanku sendiri, mas Andra." jawabku, kali ini cukup jujur.

Aku memang belum yakin dengan perasaanku terhadap mas Andra. Karena selama ini aku tidak pernah memikirkan hal tersebut. Selama ini, yang ada dalam pikiranku cuma mas Dion. Sekarang setelah aku tahu, kalau mas Andra mencintaiku, aku justru menjadi bingung.

Sebenarnya aku masih berharap mas Dion akan kembali lagi kesini, dan kami masih bisa terus bersama seperti biasa. Tapi sudah lebih dari sebulan mas Dion pergi, dan dia tak pernah sekali pun mengabari ku. Mas Dion bisa saja sudah kembali lagi sama istrinya.

Secara fisik, mas Andra memang tidak setampan mas Dion, dia juga tidak sekekar mas Dion. Mas Andra cukup kurus. Ia juga tidak terlalu tampan. Namun ia sangat baik padaku. Dia juga penuh perhatian padaku selama ini.

"ya udah... kamu gak harus jawab sekarang, kok. Saya akan beri kamu waktu untuk memikirkan ini semua.." ucap mas Andra akhirnya.

*****

Aku jadi dilema. Antara bertahan dengan kesetiaanku kepada mas Dion, yang mungkin saja tidak akan kembali lagi kesini. Atau menerima cinta tulus mas Andra, yang selama ini sudah sangat baik padaku.

Mas Andra memang datang disaat yang tepat. Ia datang di saat aku sedang merasa sedih. Saat aku sedang butuh seseorang untuk bersandar. Kehadirannya telah mampu membuatku sedikit terhibur.

Dan setelah aku tahu kalau ia mencintaiku. Aku semakin merasa, kalau aku memang membutuhkannya. Bukan saja karena ia sosok laki-laki yang baik. Tapi juga karena saat ini, hatiku benar-benar sedang rapuh, dan aku butuh seseorang untuk menemaniku.

Karena itu, akhirnya beberapa hari kemudian, aku pun menerima cinta mas Andra. Aku dan mas Andra akhirnya pacaran. Dan aku dapat merasakan, bahwa betapa mas Andra sangat bahagia dengan semua itu.

Pelan namun pasti, hatiku pun mulai terbuka untuk mas Andra. Luka yang ditorehkan oleh mas Dion, kini mulai membeku. Kekecewaanku mulai terobati, dengan kehadiran mas Andra. Meski mas Andra tidak setampan dan segagah mas Dion, tapi setidaknya cintanya untuk ku sangat besar.

Aku dapat merasakan, betapa besarnya cinta mas Andra untukku. Jika harus di bandingkan dengan besarnya cinta mas Dion selama ini padaku, sepertinya cinta mas Andra sedikit lebih besar. Dan aku sangat menyukainya.

Kini hari-hari ku kembali terasa indah. Aku sudah sangat jarang memikirkan mas Dion lagi. Yang ada dalam pikiranku saat ini, hanyalah mas Andra. Setidaknya mas Andra punya cinta yang lebih besar untukku.

"bagaimana kalau mulai sekarang, kamu tinggal di toko ku ini aja, Galih?" tawar mas Andra suatu sore, sebulan setelah kami jadian. "kamu gak perlu lagi, bolak-balik dari kost kamu kesini." lanjutnya.

"emangnya boleh aku tinggal disini bersama mas Andra?" tanyaku ragu.

"kamu kan pacarku sekarang, Galih. Jadi jelas bolehlah. Lagi pula, aku juga sangat ingin kamu tinggal disini bersama ku. Supaya kita bisa lebih sering menghabiskan waktu bersama." balas mas Andra terdengar yakin.

"baiklah mas, mulai besok saya akan pindah kesini. Itung-itung untuk menghemat biaya juga. Karena dengan pindah kesini, aku tidak perlu membayar uang kost dan juga membayar ongkos untuk kesini lagi." ucapku akhirnya membalas.

****

Sejak saat itu, aku dan mas Andra pun tinggal satu atap. Jika siang kami akan bekerja sama menjaga toko. Dan saat malam, kami akan bekerja sama untuk mendayung cinta menuju lautan keindahan.

Hari-hari pun semakin terasa indah bagiku. Kini aku tak lagi memikirkan mas Dion. Aku semakin tidak berharap, kalau ia kembali lagi kesini. Karena jika ia kembali lagi, aku justru akan merasa bersalah padanya.

Tapi ternyata harapanku tidak sepenuhnya terjadi, saat akhirnya mas Dion tiba-tiba datang menemuiku di toko. Beruntunglah saat itu, mas Andra tidak sedang berada di toko.

"jadi kamu tinggal di sini sekarang?" tanya mas Dion.

"iya, mas. Yang punya toko menawarkan aku untuk tinggal disini. Jadi untuk menghemat biaya aku pun menyetujuinya. Lagi pula, terlalu banyak kenangan di kost sana. Aku takut, kalau aku tidak akan bisa melupakan mas Dion." jelasku pelan.

"jadi apa sekarang kamu sudah bisa melupakan ku?" tanya mas Dion kemudian.

"mas Dion terlalu indah untuk dilupakan, mas. Tapi bukan berarti aku masih berharap kita bisa kembali lagi." balasku ringan.

"iya, aku tahu. Dan aku pantas untuk menerimanya." ucap mas Dion sedikit pilu.

"lalu bagaimana kabar anak mas Dion?" tanyaku mencoba mengalihkan pembicaraan.

"dia sudah sembuh seperti sedia kala. Karena itu aku bisa kembali lagi kesini." balas mas Dion.

"dan bagaimana dengan istri mas Dion?" tanyaku lagi, sekedar ingin tahu.

"sekarang kami sudah resmi bercerai. Jadi aku sudah resmi menjadi duda.." balas mas Dion, terdengar seperti orang yang merasa lega.

Dan selanjutnya pembicaraan kami pun terputus, karena ada seorang pembeli yang masuk ke toko.

Lalu seperti apakah liku-liku perjalanan cintaku selanjutnya?

Akankah aku kembali lagi kepada mas Dion?

Dan bagaimana pula kelanjutan hubunganku dengan mas Andra?

Simak kisah selanjutnya di channel ini ya, atau bisa langsung klik link nya di deskripsi video ini.

Terima kasih sudah menyimak video ini sampai selesai, semoga terhibur.

Sampai jumpa lagi di part berikutnya, salam sayang untuk kalian semua...

****


Part 3 

"sampai saat ini aku masih mencintai kamu, Galih." suara mas Dion terdengar berat, ketika akhirnya kami membuat janji bertemu di sebuah taman.

"tapi aku bukan Galih yang dulu lagi, mas. Sekarang aku sudah bersama orang lain.." balasku jujur.

"secepat itu kamu melupakan aku, Galih?" suara mas Dion terdengar bergetar.

"bukankah mas Dion sendiri yang memberikan aku kebebasan, saat mas Dion memutuskan untuk pergi dulu? Jadi aku tidak ingin menunggu sesuatu yang tidak pasti, karena itu aku pun mulai membuka hatiku untuk kehadiran laki-laki lain." balasku pelan.

"tapi kenapa harus secepat itu?" mas Dion bertanya lagi.

"selama ini mas Dion tidak pernah sekali pun memberi kabar. Aku pikir, mas Dion sudah kembali lagi dengan istri mas Dion. Jadi bukan salahku, kalau akhirnya aku memilih untuk menerima kehadiran cinta lain." balasku lagi.

Kali ini mas Dion terdiam cukup lama. Aku malah jadi tidak tega melihatnya. Sepertinya ia memang terlihat sangat kecewa. Namun biar bagaimana pun, aku memang harus jujur pada mas Dion.

"jika kamu memang sudah bahagia sekarang, aku tidak akan pernah mengganggu kamu lagi, Galih. Mungkin sudah saatnya aku harus belajar untuk bisa melupakan kamu. Karena aku selalu percaya, cinta tidak selamanya harus bersama.." mas Dion berucap kembali, suaranya terdengar pilu.

"maafkan saya, mas." hanya itu yang akhirnya terucap dari bibirku yang kering. Aku memang tidak tahu lagi harus berkata apa saat ini.

Seandainya saja aku tahu, kalau mas Dion akan kembali lagi, tentu saja aku tidak akan membiarkan mas Andra masuk begitu saja ke dalam kehidupan ku.

Kini semua telah terjadi. Aku dan mas Andra sudah menjalin hubungan asmara, bahkan sudah berbulan-bulan. Sementara saat ini mas Dion hadir kembali, masih dengan cintanya yang sama. Namun aku memang harus tetap memilih, meski harus ada yang terluka.

"kamu gak perlu minta maaf, Galih. Kamu gak salah dalam hal ini. Aku yang salah. Aku yang terlalu takut, untuk meminta kamu menunggu ku. Aku takut, aku tidak bisa menepati janji ku. Karena itu aku memberi kamu kebebasan waktu itu. Namun sekarang aku justru menyesali semuanya.." mas Dion mengeluarkan suara lagi.

Aku masih terdiam. Aku tidak tahu pasti, siapa yang salah dalam hal ini.

Salahkah aku jika harus berpaling dari mas Dion, yang pernah mengisi hari-hari indahku, lalu kemudian ia pergi dan memberikan aku kebebasan.

Salahkah mas Dion, yang pergi dan memberikan aku kebebasan, lalu sekarang ia kembali lagi, setelah aku sudah bersama mas Andra.

Atau salahkah mas Andra yang hadir di saat yang tepat, dengan cintanya yang begitu sempurna untukku?

Aku benar-benar tidak tahu harus menyalahkan siapa. Satu-satunya yang mungkin salah dalam hal ini, hanyalah cinta kami yang salah berlabuh.

****

"siapa laki-laki yang bersama kamu tadi malam?" mas Andra bertanya dengan nada sedikit keras.

"dia teman ku, mas." balasku pelan.

"teman atau teman? Dan kenapa kalian harus bertemu di taman?" suara mas Andra masih terdengar keras.

"kami hanya kebetulan bertemu di situ, mas. Lagi pula dari mana mas Andra tahu, kalau tadi malam aku berada di taman?" balasku sedikit bertanya.

"tadi malam kamu keluar diam-diam dan tanpa izin. Aku jadi curiga. Karena itu, aku mengikuti kamu." jelas mas Andra. "dan aku lihat, kalian ngobrol cukup lama. Jadi wajar kan, kalau saya curiga kalian ada apa-apanya." lanjutnya.

"dia hanya temanku, mas. Dan gak ada apa-apa diantara kami." balasku sedikit sengit.

"kalau gak ada apa-apa, kenapa kalian mengobrol begitu lama dan kenapa harus di taman?" mas Andra meninggikan suara lagi.

Kali ini aku terdiam. Aku benar-benar tidak bisa meyakinkan mas Andra, kalau aku dan mas Dion sekarang memang hanya sekedar berteman.

"kamu jangan bohong sama aku, Galih. Lebih baik kamu jujur sekarang, dari pada aku mengetahuinya dari orang lain." mas Andra berucap lagi.

"kenapa mas Andra sekarang jadi posesif seperti ini?" tanyaku berusaha setenang mungkin. Aku memang tidak berniat untuk menceritakan tentang mas Dion pada mas Andra. Karena bagiku, kisahku bersama mas Dion sudah berlalu.

"karena aku sangat mencintai kamu, Galih. Dan aku tidak rela jika kamu dekat-dekat dengan orang lain." balas mas Andra tegas.

"sekali lagi saya tegaskan, mas. Aku dan mas Dion tidak ada apa-apa. Saat ini, aku hanya mencintai mas Andra, dan aku tidak mungkin berpaling lagi dari mas Andra." ucapku berusaha terdengar meyakinkan.

"oh, jadi namanya Dion. Sejak kapan kamu mengenalnya?" mas Andra terdengar sangat cemburu.

"sudahlah, mas. Gak perlu dibahas juga kan.." balasku berusaha menenangkan mas Andra.

"kalau kalian memang cuma berteman, apa salahnya kita bahas. Kecuali kalau kalian memang ada apa-apanya.." ucap mas Andra lagi.

"lalu aku harus bagaimana untuk membuktikan kalau kamu cuma berteman?" tanyaku membalas.

Kali ini mas Andra terdiam. Namun raut wajahnya masih terlihat sangat kesal. Sepertinya ia belum bisa menerima semua penjelasan ku.

*****

"kenapa kamu harus berbohong padaku?" tanya mas Andra dengan suara kasar.

"maksud mas Andra?" tanyaku heran.

"kamu dan Dion pernah pacaran kan dulu? Dion itu mantan pacar kamu kan?" suara mas Andra bergetar.

"dari mana mas Andra tahu?" aku justru balik nanya.

"aku tidak bisa terima penjelasan kamu, karena itu aku mencoba menemui Dion secara langsung. Dan Dion pun mengakui semuanya. Dia juga mengakui, kalau hingga saat ini, ia masih mencintai kamu." jelas mas Andra.

"tapi aku sudah tidak mencintainya, mas. Bagiku mas Dion hanyalah masa lalu. Aku juga tidak berniat untuk kembali lagi padanya." balasku yakin.

"tapi kenapa kamu harus berbohong? Kenapa kamu gak cerita aja dari awal?" mas Andra bertanya lagi.

"karena.. karena menurut saya, hal itu sudah tidak penting lagi untuk di bahas. Karena bagi saya semuannya sudah berlalu. Jadi menurut saya, mas Andra gak perlu tahu. Seperti saya yang sudah tidak peduli dengan masa lalu mas Andra. Bahkan mas Andra gak pernah cerita sedikit pun tentang masa lalu mas Andra. Saya tidak pernah mempermasalahkan hal itu." balasku dengan suara bergetar.

"tapi aku paling tidak suka dibohongi.." suara tegas mas Andra membalas.

"aku gak bohong, kok. Aku dan mas Dion sekarang memang cuma berteman." balasku ikut tegas.

"tapi Dion masih mencintai kamu, Galih." ucap mas Andra tiba-tiba pelan.

"dan itu hak dia. Dan aku juga berhak untuk menolak." balasku.

"tapi mungkin cinta Dion untuk kamu lebih besar, Galih. Dia rela meninggalkan istri dan anaknya, demi bisa bersama kamu lagi." ucap mas Andra lirih.

"maksud mas Andra apa sih sebenarnya?" tanyaku dengan kening sedikit berkerut.

"apa kamu tidak ingin kembali lagi sama dia? Setidaknya kamu bisa menghargai pengorbanannya.." ucap mas Andra lagi.

"tapi aku sudah bersama mas Andra. Dan aku tidak butuh orang lain lagi.." balasku pelan.

"tapi Dion membutuhkan kamu, Galih." suara mas Andra tercekat.

"lalu bagaimana dengan mas Andra sendiri? Apa mas Andra rela kalau aku kembali lagi dengan mas Dion?" aku bertanya dengan hati-hati.

"aku tidak pernah rela kamu menjadi milik orang lain, Galih. Tapi aku juga tidak ingin menjadi orang yang berbahagia diatas penderitaan orang lain. Aku akan memberi kamu kebebasan untuk memilih, Galih. Dan apa pun keputusanmu, selama hal itu bisa membuat kamu bahagia, aku ikhlas melepaskanmu.." suara mas Andra terdengar sangat parau.

Aku justru jadi bingung sekarang. Sejujurnya, aku memang belum seutuhnya bisa melupakan mas Dion. Biar bagaimana pun, mas Dion adalah pacar pertama ku. Dan selama ini dia juga sangat baik padaku. Bahkan, seperti kata mas Andra, mas Dion rela meninggalkan istri dan anaknya, hanya untuk bisa kembali lagi padaku.

Namun di sisi lain, mas Andra juga punya cinta yang sangat besar untukku. Dia juga sangat baik padaku selama ini. Meski mas Andra orangnya memang sedikit posesif.

****

"kamu yakin dengan keputusan kamu, Galih?" mas Dion bertanya dengan nada serius.

"iya, saya yakin, mas." balasku tegas.

"lalu bagaimana dengan Andra? Apa ia bisa menerima keputusan kamu tersebut?" mas Dion bertanya lagi.

"dia terlihat kecewa sih. Tapi seperti yang ia katakan, selama aku bahagia dengan keputusanku, dia bakal ikhlas kok, melepaskan aku.." balasku pelan.

"lalu bagaimana dengan pekerjaan mu di tokonya? Apa kamu masih bisa bekerja di sana?" tanya mas Dion.

"sebenarnya mas Andra masih ingin aku tetap bekerja di tokonya. Tapi justru aku yang merasa tidak enak. Karena itu, mungkin aku harus mencari pekerjaan lain. Selama mas Dion masih mau menampung ku, untuk tinggal lagi di kost mas Dion lagi." jelasku kemudian.

"aku pasti mau lah, Galih. Tapi aku cuma ingin tahu, apa alasan kamu sebenarnya untuk memilih kembali lagi padaku, dan melepaskan Andra?" balas mas Dion bertanya.

"ada beberapa alasan sih, mas. Namun yang pasti, mas Dion adalah pacar pertama ku. Jadi aku tidak bisa begitu saja melupakan mas Dion. Selain itu, pengorbanan mas Dion untuk bisa bersama cukup besar, dan aku harus menghargai itu." ucapku apa adanya.

"terima kasih ya, Galih. Sudah memilih aku. Aku merasa sangat bahagia saat ini. semoga kali ini, cinta kita akan bertahan selamanya.." balas mas Dion penuh perasaan.

"iya, mas. Semoga saja.." balasku mengaminkan ucapan mas Dion barusan.

Dan demikianlah kisah cintaku bersama dua cowok tampan dan gagah tersebut, mas Dion dan mas Andra.

Terima kasih sudah menyimak kisah ini dari awal sampai akhir, semoga terhibur.

Sampai jumpa lagi pada kisah-kisah menarik lainnya, salam sayang selalu untuk kalian semua.

*****

Simak kisah menarik lainnya :

Muridku tampan, muridku sayang 

Mertua ku tampan, mertua ku sayang

Semua karena si rentenir

Liku-liku cinta anak kampus

Aku, Dewa dan pak Arifin

Karena Nathan juga laki-laki

Mas Baron si pedagang pecah belah

Berondong tampan si tukang parkir

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita gay : Sang duda tetangga baruku yang kekar

 Namanya mas Dodi, ia tetangga baruku. Baru beberapa bulan yang lalu ia pindah kesini. Saya sering bertemu mas Dodi, terutama saat belanja sayur-sayuran di pagi hari. Mas Dodi cukup menyita perhatianku. Wajahnya tidak terlalu tampan, namun tubuhnya padat berisi. Bukan gendut tapi lebih berotot. Kami sering belanja sayuran bersama, tentu saja dengan beberapa orang ibu-ibu di kompleks tersebut. Para ibu-ibu tersebut serring kepo terhadap mas Dodi. Mas Dodi selalu menjawab setiap pertanyaan dari ibu-ibu tersebut, dengan sekedarnya. Saya dan mas Dodi sudah sering ngobrol. Dari mas Dodi akhirnya saya tahu, kalau ia seorang duda. Punya dua anak. Anak pertamanya seorang perempuan, sudah berusia 10 tahun lebih. Anak keduanya seorang laki-laki, baru berumur sekitar 6 tahun. Istri mas Dodi meninggal sekitar setahun yang lalu. Mas Dodi sebenarnya pindah kesini, hanya untuk mencoba melupakan segala kenangannya dengan sang istri. "jika saya terus tinggal di rumah kami yang lama, rasanya terla

Adik Iparku ternyata seorang gay (Part 1)

Aku sudah menikah. Sudah punya anak perempuan, berumur 3 tahun. Usia ku sendiri sudah hampir 31 tahun. Pernikahan ku baik-baik saja, bahkan cukup bahagia. Meski kami masih tinggal satu atap dengan mertua. Karena aku sendiri belum memiliki rumah. Lagi pula, rumah mertua ku cukup besar. Aku tinggal dengan istri, anak dan kedua mertua ku, serta adik ipar laki-laki yang baru berusia 21 tahun.   Aku bekerja di sebuah perusahaan kecil di kota ini, sebagai seorang karyawan swasta. Gaji ku lumayanlah, cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga kecil kami. Mertua ku sendiri seorang pedagang yang cukup sukses. Dan istri ku tidak ku perbolehkan bekerja. Cukuplah ia menjaga anak dan mengurus segala keperluan keluarga. Aku seorang laki-laki normal. Aku pernah dengar tentang gay, melalui media-media sosial. Tapi tak pernah terpikir oleh ku, kalau aku akan mengalaminya sendiri. Bagaimana mungkin seorang laki-laki bisa merasakan kenikmatan dengan laki-laki juga? Aku bertanya-tanya sendiri mendengar ka

Cerita gay : Nasib cinta seorang kuli bangunan

Namaku Ken (sebut saja begitu). Sekarang usiaku sudah hampir 30 tahun. Aku akan bercerita tentang pengalamanku, menjalin hubungan dengan sesama jenis. Kisah ini terjadi beberapa tahun silam. Saat itu aku masih berusia 24 tahun. Aku bekerja sebagai kuli bangunan, bahkan hingga sekarang. Aku kerja ikut mang Rohim, sudah bertahun-tahun. Sudah bertahun-tahun juga, aku meninggalkan kampung halamanku. Orangtuaku hanyalah petani biasa di kampung. Kehidupan kami memang terbilang cukup miskin. Karena itu, aku hanya bisa sekolah hingga SMP. Setelah lulus dari SMP, aku mulai bekerja serabutan di kampung. Hingga akhirnya aku bertemu dengan mang Rohim, seorang laki-laki paroh baya, yang sudah sangat berpengalaman di bidang pertukangan. Aku ikut mang Rohim merantua ke kota dan ikut bekerja dengannya sebagai kuli bangunan. Sebagai seseorang yang memiliki kehidupan ekonomi yang pas-pasan, aku memang belumm pernah pacaran, sampai saat itu. Apa lagi sejak aku ikut mang Rohim bekerja. Tempat kerja kami y

Iklan google