Langsung ke konten utama

Adsense

Muridku ganteng, muridku sayang.

Sebagai seorang guru, aku memang di tuntut untuk bisa menjadi contoh bagi orang lain, terutama bagi murid-murid ku. Aku di tuntut menjadi seseorang yang hampir tidak pernah melakukan kesalahan. Dan tentu saja, tidak mudah untuk melakukan hal tersebut. Karena aku hanya manusia biasa.

Namun terlepas dari itu semua. Aku juga punya kehidupan pribadi. Aku juga harus menjalani kehidupan pribadi ku sebagai seorang manusia biasa.

Aku menjadi seorang guru sudah hampir tiga tahun lamanya, setidaknya sejak aku lulus kuliah. Aku memang kuliah jurusan pendidikan, karena sejak dulu aku memang bercita-cita untuk menjadi seorang guru.

Karena itulah, setelah mendapat gelar S1 ku, aku pun mengirim lamaran ke beberapa sekolah sesuai dengan jurusan kuliah ku.

Hingga akhirnya aku di terima di sebuah sekolah menengah atas, sebagai seorang guru olahraga. Tentu saja aku masih seorang guru honorer, dengan gaji yang pas-pasan.

Aku kost di sebuah rumah kost, tak jauh dari sekolah tempat aku mengajar. Setidaknya bisa aku tempuh hanya dengan berjalan kaki ke sekolah.

Selama tiga tahun menjadi guru olahraga di SMA tersebut, aku merasa semuanya berjalan baik-baik saja. Meski pada awalnya aku cukup kagok, karena harus berhadapan dengan siswa-siswa SMA yang tentu saja jarak usia mereka hanya beda beberapa tahun dengan ku.

Namun beriring berjalannya waktu, aku pun mulai terbiasa dengan semua itu. Aku mulai menikmati profesi ku sebagai seorang guru.

Setiap hari menghadapi para siswa-siswa yang mulai beranjak dewasa tersebut, terkadang sering membuat aku harus mengurut dada melihat kelakuan mereka. Tapi aku memang di tuntut untuk sabar, dalam menghadapi kelakuan anak muda jaman sekarang.

Sampai suatu saat, aku bertemu seorang siswa baru. Ia pindahan dari SMA lain. Saat ini ia duduk di kelas 3 SMA. Dan ternyata usianya sudah lebih dari 19 tahun, karena sering tinggal kelas. Namanya Armaiga Chandra, saya memanggil Chandra.

Chandra ternyata seorang anak yang nakal, ia sudah sering pindah-pindah sekolah. Ia selalu berbuat masalah pada setiap sekolah yang pernah ia singgahi. Hal itu aku ketahui dari laporan guru BP di sekolah kami. Karena itu guru BP meminta aku untuk mengawasi Chandra secara khusus.

Usut punya usut, akhirnya aku tahu, kenapa Chandra sering berbuat ulah selama ini. Ternyata dia adalah sosok seorang anak yang kurang mendapat perhatian dari kedua orangtuanya.

Kedua orangtuanya sudah bercerai beberapa tahun yang lalu. Keduanya pun bahkan sudah menikah lagi dengan orang lain. Hal itulah yang membuat Chandra merasa frustasi. Dia jadi tidak terkendali. Chandra adalah korban dari perceraian orangtua nya.

Untuk itu, aku pun berusaha untuk bisa mendekati Chandra, terutama saat jam pelajaran ku. Aku ingin mengenalnya lebih dekat, dan aku berharap aku bisa mengubahnya menjadi lebih baik.

Aku berusaha memperlakukan Chandra sebaik mungkin. Aku ingin ia merasa di perhatikan, agar ia tak lagi merasa kekurangan kasih sayang.

"kenapa pak Damar begitu perhatian kepada saya?" tanya Chandra suatu hari padaku. Suaranya terdengar ketus. Seperti biasa, Chandra memang jarang terlihat ramah.

"saya selalu perhatian kepada murid-murid saya.." balasku diplomatis.

"pak Damar gak usah pura-pura. Saya tahu saya di perlakukan beda. Karena saya anak yang bermasalah.." ucap Chandra lagi, masih terdengar ketus.

"kamu bukan anak yang bermasalah, Chand. Kamu hanya butuh sebuah motivasi, agar bisa lebih baik.." balasku berusaha setenang mungkin.

"aku tidak butuh motivasi.. yang aku butuhkan itu kasih sayang..." ucap Chandra, kali ini terdengar sedikit serak.

"kalau kamu butuh kasih sayang, kamu gak harus cari perhatian gitu dong.." balasku sedikit sinis.

"aku gak pernah cari perhatian dari bapak.." Chandra membalas sengit.

"kamu sering bikin ulah di sekolah ini, bahkan di sekolah-sekolah sebelumnya.. Apa hal itu bukan disebut sebagai bentuk cari perhatian?" ucapku sedikit tajam.

"terserah bapak mau menilai aku bagaimana. Bapak gak pernah tahu, apa yang telah aku lewati.." Chandra berucap dengan nada lirih.

"aku seorang yatim, yatim piatu malah." timpalku tiba-tiba, mencoba membuat Chandra mengerti, bahwa penderitaan bukan hanya milik dia. "ibuku meninggal saat aku masih berusia 10 tahun, lima tahun kemudian bapak ku pun meninggal, usia ku masih 15 tahun waktu itu, dan aku sudah menjadi seorang yatim piatu."

"aku menyesali semuanya. Aku menyesali takdir ku menjadi seorang yatim piatu. Aku menyesali kepergian kedua orangtua ku. Aku menyesali kepergian mereka yang begitu cepat. Mereka pergi di saat aku masih sangat membutuhkan mereka."

"tapi ternyata penyesalan itu, tidak membawa aku kemana-mana. Aku merasa aku hanya seorang pecundang. Seseorang yang hidup hanya mengandalkan orangtuanya. Karena itu akhirnya aku sadar, meski pun aku besar tanpa orangtua, aku harus bisa menjadi orang yang berguna bagi orang lain." cerita ku panjang lebar, meski aku tak begitu yakin, kalau Chandra akan peduli.

"mungkin lebih baik tumbuh tanpa orangtua, dari pada punya orangtua tapi terasa gak ada.." ucap Chandra tiba-tiba, nadanya mulai terdengar melemah.

"tidak ada orangtua di dunia ini yang ingin melihat anaknya menderita.." timpalku pelan.

"lalu mengapa mereka harus bercerai?" suara Chandra meninggi lagi.

"karena mungkin itu adalah yang terbaik bagi mereka.." balasku tidak begitu yakin.

"meski mereka harus mengorbankan aku sebagai anak mereka? Orangtua macam apa itu?" ucapan Chandra terdengar kasar.

"mereka gak mengorbankan kamu, Chandra. Setidaknya mereka masih ada untuk kamu hingga sekarang, kan?" balasku berat.

"tapi aku sangat membenci mereka.." suara Chandra tajam.

"kamu boleh membenci mereka, Chandra. Tapi kamu jangan membenci hidup mu, apa lagi sampai membenci dirimu sendiri." balasku berusaha sebijak mungkin.

Kali ini Chandra tidak membalas. Aku tidak tahu apa yang ada dalam pikiran Chandra saat ini. Entah ia bisa menerima semua ucapanku barusan, entah ia sebenarnya tidak peduli dengan semua itu.

****

"kita mau kemana?" tanya Chandra datar, saat suatu siang aku mengajaknya pergi, sepulang sekolah.

"aku mau mengajak kamu ke tempat dimana aku pernah tumbuh..." balas ku sedikit misterius.

"maksud pak Damar?" tanya Chandra terdengar heran.

"nanti kamu juga bakal tahu.." balasku lagi masih dengan sedikit misterius.

Aku dan Chandra memang sudah mulai dekat. Usaha ku untuk bisa mendekati Chandra memang sudah mulai membuahkan hasil. Chandra dan aku jadi sering ngobrol sekarang. Chandra juga sudah mulai jarang berbuat masalah di sekolah.

Aku tidak tahu, apa sebenarnya yang membuat Chandra berubah. Aku juga tidak peduli akan hal tersebut, yang penting bagiku Chandra bisa berubah, dan hal itu cukup membuat aku merasa senang.

Setelah menempun perjalanan hampir satu jam, dengan menggunakan motor ku, kami pun akhirnya sampai ke sebuah panti asuhan.

"sejak kedua orangtua ku meninggal, di sinilah aku kemudian tinggal dan tumbuh bersama para yatim piatu lainnya. Dari sini aku membangun semua mimpi ku." ucapku sedikit bercerita, sebalum kami masuk ke dalam panti asuhan tersebut.

Sesampai di dalam panti kami di sambut oleh ibu Marta, yang merupakan pemilik panti asuhan tersebut, sekaligus ibu yang telah membesarkan ku selama ini. Ibu Marta sangat berjasa dalam hidup ku. Karena itu, aku selalu menyempatkan diri untuk mengunjungi panti asuhan ini, setidaknya sekali dalam seminggu.

Aku memperkenalkan Chandra kepada ibu Marta, dan juga kepada semua orang yang tinggal di panti asuhan tersebut. Termasuk kepada anak-anak yatim piatu yang ada di sana.

Aku hanya ingin Chandra belajar banyak hal di sini. Aku ingin Chandra menyadari, bahwa setidaknya dia masih punya orangtua, sementara para anak yatim di sini sudah kehilangan orangtua mereka sejak lama.

"jadi apa maksud pak Damar mengajak aku ke tempat tadi?" tanya Chandra saat kami sudah menuju arah pulang.

"tergantung.." balasku singkat.

"maksud pak Damar?" Chandra sedikit mengerutkan kening.

"ya.. tergantung dari pelajarang apa yang kamu dapatkan selama berada di sana.." balasku pelan.

Chandra terdiam kembali. Mungkin ia mulai mengerti dengan apa yang aku maksud.

"kenapa pak Damar harus membandingkan kehidupan ku dengan kehidupan seorang yatim piatu? Bukankah itu merupakan dua hal yang berbeda?" ucap Chandra, setelah ia terdiam beberapa saat.

"kisah hidupmu dengan kisah hidupku memang jauh berbeda, Chandra. Tapi aku hanya ingin kamu tahu, bahwa hidup tanpa orangtua itu sangatlah sulit. Jadi selagi kamu masih punya orangtua, seperti apapun keadaan mereka, kamu jangan pernah membenci mereka. Karena saat mereka sudah tiada nanti, kamu pasti akan menyesali semuanya.." balasku menjelaskan.

"aku tidak ingin membahas tentang orangtua ku saat ini, pak. Jadi kita ngobrol tentang hal lain aja ya.." ucap Chandra kemudian.

Aku pun menyetujui hal tersebut. Karena percuma saja, kami membahas hal tersebut saat ini. Sepertinya Chandra memang masih sangat terpukul, akan perceraian kedua orangtuanya.

*****

Hari-hari pun terus berlalu. Aku dan Chandra kian dekat dan akrab. Beberapa bulan lagi, Chandra juga akan lulus dari SMA ini. Chandra juga sudah banyak berubah sekarang. Dia mulai rajin belajar.

Aku yakin, salah satu penyebab perubahan sifat Chandra, adalah karena usia nya yang memang sudah mulai dewasa. Selain tentu saja, atas usaha ku yang pantang menyerah untuk bisa mengubahnya.

"aku boleh tinggal di sini, pak?" tanya Chandra suatu sore ia datang ke tempat kost ku.

"kenapa?" tanya ku penuh tanya.

"mama akan pindah ke luar kota bersama suami barunya, dan aku di minta untuk tinggal sementara bersama papa, sampai aku lulus SMA. Tapi aku gak mau tinggal sama papa, istri baru papa orangnya angkuh, aku gak suka.." ucap Chandra menjelaskan.

"tapi apa mama atau papa kamu mengizinkan kamu untuk tinggal di sini, Chand?" tanyaku kemudian.

"aku gak perlu izin mereka untuk tinggal di mana pun aku suka.." balas Chandra terdengar ketus.

"tapi, Chand..." kalimat ku tergantung.

"pak Damar ingin aku tetap sekolah, kan? Jadi izinkan aku tinggal bersama bapak, karena kalau tidak, aku tidak mau sekolah lagi.." potong Chandra cepat, dengan sedikit mengancam.

Kali ini aku terdiam. Sepertinya keputusan Chandra untuk tinggal bersama ku sudah bulat. Jadi tak ada alasan apa pun bagi ku lagi untuk bisa menolak hal tersebut.

"oke..." balasku akhirnya, "tapi kamu harus janji, untuk tidak membuat masalah di sini. Dan kamu harus ikuti semua peraturan ku.." lanjut ku.

"siap, pak." balas Chandra dengan nada sedikit bercanda, sambil ia memperlihatkan senyum puasnya.

Jadilah mulai saat itu, Chandra tinggal bersama ku di kamar kost yang kecil itu. Di kamar kost itu, hanya ada satu ranjang kecil, hingga kalau tidur, kami pun mau tidak mau harus saling berdempetan.

****

"pak Damar kenapa belum menikah?" tanya Chandra suatu malam, sesaat sebelum kami tertidur.

"karena aku memang belum pengen nikah.." balasku asal.

"belum pengen nikahnya karena apa? Pasti karena pak Damar gak suka perempuan kan?" Chandra bertanya lagi, entah ia sedang bergarau, atau sebenarnya ia sedang menggali jati diri ku yang sebenarnya.

"kamu ngomong apaan sih, Chand? Aku pasti suka perempuan lah.." bantah ku sedikit sengit.

"kenapa bapak jadi tersinggung seperti itu? Santai aja kali.. " ucap Chandra, "tapi sepertinya emang bapak gak pernah saya lihat dekat dengan perempuan selama ini." lanjutnya.

"itu karena aku lebih fokus dengan pekerjaan ku..." balasku beralasan.

"tapi bukankah sudah saatnya bapak memikirkan tentang berumah tangga, kan usia bapak sudah 28 tahun. Hidup bapak juga sudah lumayan mapan. Bapak mau tunggu apa lagi?" ucap Chandra selanjutnya.

Kali ini aku tidak mempedulikan ucapan Chandra barusan. Aku memang tidak punya penjelasan pasti akan hal tersebut.

"itu bukan urusan kamu, Chandra. Kamu sekolah aja yang benar, sebentar lagi ujian kan?" ucapku akhirnya, mencoba mengalihkan pembicaraan.

"tapi aku pengen tahu dulu, kenapa pak Damar belum nikah?" balas Chandra sedikit ngotot.

"kenapa kamu harus tahu alasan saya?" aku balik bertanya.

"karena... karena jujur saja, aku merasa aku mulai menyayangi pak Damar. Perhatian dan kasih sayang yang pak Damar berikan selama ini padaku, sungguh membuat aku merasa nyaman. Dari hari ke hari perasaan itu semakin tumbuh dengan subur di hatiku."

"ingin sekali rasanya, aku bisa memiliki pak Damar, dan menjadi pendamping hidup pak Damar selamanya. Jadi kalau pak Damar belum menikah karena memang tidak tertarik pada perempuan, aku siap kok, pak. Menjalin hubungan yang serius dengan pak Damar.." ucap Chandra panjang lebar dan sangat blak-blakan.

Aku pun hanya bisa terdiam mendengar hal tersebut. Sungguh aku tidak menyangka sama sekali, kalau Chandra akan berucap demikian pada ku.

Lalu seperti apakah kelanjutan dari kisah ini?

Mungkinkah aku akan menjalin hubungan dengan murid ku sendiri? Meski sebenarnya Chandra sudah dewasa, karena ia sudah berusia 19 tahun lebih.

Simak kelanjutannya di channel ini ya, atau bisa langsung klik link nya di deskripsi video ini.

Terima kasih sudah menyimak video ini sampai selesai, semoga terhibur.

Sampai jumpa lagi pada part berikutnya, salam sayang untuk kalian semua.

****

Part 2

"jadi gimana pak Damar? Apa bapak mau menerima cinta ku?" Chandra bertanya masih dengan blak-blakan.

"aku ini guru kamu loh, Chand. Gak mungkin kan aku pacaran sama murid ku sendiri.." balasku ragu.

"kalau kita memang saling suka, apa salahnya? Toh hubungan kita juga bukan untuk di umbar-umbar agar diketahui orang banyak. Dan lagi pula, aku ini sudah 19 tahun lebih loh, pak. Beberapa bulan lagi aku juga bakal lulus SMA. Jadi aku ini bukan anak kecil lagi.." ucap Chandra terdengar sangat percaya diri.

Sebenarnya secara fisik, Chandra memang sangat menarik. Dia tampan dan gagah. Dari awal mengenal Chandra aku memang sudah tertarik padanya. Namun karena Chandra adalah murid ku, aku selalu berusaha menepis semua rasa kagum ku padanya selama ini.

Aku memang bukan seperti laki-laki pada umumnya. Aku memang lebih punya rasa ketertarikan kepada sesama laki-laki, sejak dulu. Sejak aku remaja. Namun selama ini, aku selalu berhasil memendam semua itu. Aku tak pernah berani untuk mengungkap jati diri ku yang sebenarnya kepada siapa pun.

Aku hanya bisa memendam semua itu sendirian.

Tapi sekarang... Chandra dengan begitu blak-blakan mengungkapkan perasaan sukanya padaku. Aku tak ingin menolaknya. Tapi...

"maaf, Chand. Untuk saat ini, lebih baik kamu fokus sama sekolah mu aja dulu. Nanti kalau kamu sudah lulus, kita bicarakan hal ini lagi ya.." ucapku akhirnya, dengan sedikit diplomatis.

Chandra memperlihatkan wajah kecewa nya. Dia seperti tidak senang dengan kalimat ku barusan.

"oke.. aku akan sabar menunggu sampai aku lulus SMA. Tapi pak Damar harus janji, kalau aku sudah lulus nanti, pak Damar harus menerima cinta ku." ucap Chandra akhirnya, setelah untuk beberapa saat ia terdiam.

"aku akan janji, akan menerima cinta mu, jika kamu bisa lulus dengan hasil yang memuaskan. Dan juga aku ingin kamu kuliah setelah itu. Tapi sebelumnya aku ingin tahu, apa sebenarnya yang membuat kamu jatuh cinta padaku?" balasku dengan sedikit bertanya.

"aku jatuh cinta pada pak Damar, karena pak Damar selama ini, sudah sangat baik padaku, pak Damar juga penuh perhatian dan sangat pengertian. Selain itu, pak Damar juga sosok yang tampan dan manis." Chandra membalas dengan nada serius.

Terus terang aku merasa bahagia dengan semua itu. Tapi aku harus tetap menyimpan rapi perasaan ku tersebut. Mengingat sampai saat ini, Chandra masih berstatus murid ku. Dan aku juga ingin memberi tantang pada Chandra, agar ia bisa lulus dengan hasil terbaik.

****

Hari-hari pun terus berlalu. Chandra semakin betah tinggal di kost ku. Dia juga lebih sering menghabiskan waktu nya untuk belajar, demi mendapatkan nilai terbaik.

Terus terang aku merasa cukup tersentuh dengan perjuangan Chandra tersebut. Dia sepertinya benar-benar serius dengan perasaannya padaku.

Hingga akhirnya, beberapa bulan kemudian, Chandra pun dinyatakan lulus dengan hasil terbaik.

"selamat ya, Chand." ucapku padanya.

"terima kasih, pak." balas Chandra terdengar senang. "dan ini artinya kesempatan ku untuk bisa memiliki pak Damar, semakin besar." lanjutnya.

"iya.. aku pasti akan menepati janji ku, Chand. Tapi aku punya satu permintaan lagi sama kamu." balasku.

"permintaan apa lagi, pak?" tanya Chandra bingung.

"mulai sekarang, kamu jangan panggil aku bapak lagi ya.. Karena kamu sekarang bukan murid ku lagi. Dan aku juga risih harus di panggil bapak, oleh pacarku sendiri. Aku kan belum terlalu tua.." balasku sedikit menjelaskan.

"oh.. jadi sekarang kita sudah resmi pacaran kan, pak eh.. bang Damar yang manis.." ucap Chandra sedikit menggoda.

"kamu udah berani merayu ya sekarang..." aku berucap dengan nada sedikit manja.

"merayu pacar sendiri kan gak salah dong..." balas Chandra, sambil ia meraih jemari ku.

Dan aku merasa sangat bahagia saat ini. Aku juga tak malu-malu lagi mengungkapkan perasaan ku kepada Chandra.

"tapi kamu jadi kuliah, kan, Chand?" tanya ku di sela-sela keromantisan kami.

"ya.. jadi dong, bang. Kan itu memang menjadi syarat agar aku bisa mendapatkan cinta bang Damar." balas Chandra terdengar yakin.

*****

Hari-hari pun kembali berlalu. Namun hari-hari yang kami lewati saat ini, sungguh terasa indah. Chandra tetap memilih untuk tinggal satu kost dengan ku, meski ia harus kuliah di sebuah kampus yang cukup jauh dari tempat kost tersebut.

"aku hanya ingin menghabiskan hari-hari bersama bang Damar." begitu alasan Chandra, ketika ku tanya mengapa ia tak cari tempat kost yang lebih dekat dengan kampusnya.

"abang juga ingin selalu bersama kamu, Chandra." balasku penuh perasaan, "tapi bagaimana dengan orangtua kamu?" lanjutku bertanya.

"mama udah pindah ke luar kota bersama suami barunya, meski ia mengajak ku ikut pindah tapi aku menolak. Dan papa terlalu sibuk dengan istri barunya, apa lagi saat ini istri barunya, baru saja melahirkan seorang anak laki-laki. Jadi kehadiran ku sudah tidak di anggap."

"tapi aku sudah tidak peduli dengan semua itu. Yang penting mereka tetap bersedia membiayai kuliah ku dan juga membiayai hidup ku. Aku sekarang sudah cukup bahagia, hidup bersama bang Damar." jelas Chandra cukup panjang lebar.

"ya udah.. jika itu sudah menjadi keputusanmu. Aku pasti akan selalu mendukung apa pun yang menjadi pilihan hidupmu, Chand. Selama kita tetap bersama-sama.." balasku pelan.

Dan begitulah, hubungan cinta ku bersama Chandra, mantan murid ku itu, terus terjalin dengan indah. Kami saling mencintai dan saling menyayangi. Kami saling dukung satu sama lain. Hubungan kami bukan hanya sekedar hubungan pacaran biasa. Kami pacaran, bersahabat dan juga bersaudara.

Ikatan bathin kami semakin kuat. Ada saatnya kami seperti dua sahabat yang saling berbagi cerita. Ada saatnya Chandra kadang bersikap manja padaku, seperti seorang adik kepada kakaknya. Dan ada saatnya, kami saling bermesraan, seperti dua orang kekasih yang saling mencintai.

Aku yang adalah seorang yatim piatu yang di tinggal mati oleh kedua orangtua ku ketika aku masih kecil, sementara Chandra yang merupakan korban dari perceraian kedua orangtuanya, yang membuat ia merasa kehilangan kasih sayang. Kami dua lelaki yang merasa kesepian, kini bertemu dan menyatu dalam sebuah ikatan cinta yang indah.

Hidup kami terasa lengkap, bahkan terasa lebih lengkap, di bandingkan ketika kami masih punya orangtua.

Kami saling melengkapi, saling mengisi kekurangan masing-masing. Yang membuat kami terasa sempurna.

****

Hari-hari indah itu terus kami lewati bersama. Berbulan-bulan, hingga bertahun-tahun. Hingga Chandra lulus kuliah. Hingga ia bahkan sudah bekerja sekarang.

Chandra bekerja di sebuah perusahaan swasta. Ia bekerja di bagian personalia, dengan gaji yang cukup besar. Sementara aku tetap bertahan menjadi seorang guru olahraga.

Karena sudah bekerja dan memiliki penghasilan yang cukup besar, Chandra pun memutuskan untuk pindah ke sebuah apartemen. Sebenarnya Chandra mengajak ku untuk ikut pindah dengannya. Tapi aku dengan tegas menolak. Selain karena apartemen tersebut cukup jauh dari sekolah tempat aku mengajar, aku juga tidak ingin mengganggu kesibukan Chandra bekerja.

Sejak Chandra pindah dari kost ku, kami jadi semakin jarang bertemu. Chandra juga semakin sibuk dengan pekerjaannya. Aku mencoba untuk mengerti. Aku memang selalu memberi Chandra kebebasan. Aku tak ingin mengikatnya. Karena aku selalu percaya, bahwa kekuatan cinta akan selalu mempersatukan kami.

Namun semua keindahan cinta itu, perlahan kini mulai memudar. Berawal dari jarangnya kami bertemu dan bersama. Aku merasa kalau Chandra sudah mulai berubah. Dia semakin jarang mengabari ku. Setiap kali aku coba menghubunginya, ia tak pernah punya waktu untuk sekedar membalas pesan ku.

Semakin hari, hubungan ku dengan Chandra semakin hambar. Tak ada lagi waktu untuk kami bermesraan. Chandra sepertinya juga tidak terlalu memperdulikan ku lagi.

Hingga suatu hari ...

"aku ingin kita udahan, bang.." suara Chandra bergetar, ketika akhirnya ia datang ke kost ku.

"kenapa?" tanyaku dengan suara parau. Akhir-akhir ini, aku memang sering menangisi hubungan kami, yang tiba-tiba saja terasa pahit.

"karena.. karena aku akan menikah." balas Chandra, suaranya masih bergetar.

"kamu akan menikah? Dengan siapa?" tanyaku, berusaha menahan rasa sakit akibat goresan luka di hatiku, karena mendengar pengakuan Chandra barusan.

"dia perempuan yang di jodohkan oleh orangtua ku, bang." jelas Chandra lirih.

"orangtua kamu? Selama ini kemana aja mereka? Mengapa sekarang mereka datang, dan tiba-tiba meminta kamu untuk menikah?" tanyaku bertubi, sekedar meluahkan rasa kecewa ku.

"ini bukan hanya sekedar tentang keinginan orangtua ku, bang. Tapi ini juga tentang kodrat ku sebagai seorang laki-laki." balas Chandra pelan.

"kodrat? Kamu pikir, aku gak punya kodrat? Kamu pikir, aku masih melajang hingga usia ku sudah lebih dari 35 tahun ini, untuk apa? Aku juga punya kodrat, Chandra. Tapi aku berusaha mengabaikan hal tersebut, karena aku tidak ingin merusak cinta kita." ucapku dengan nada sedikit tinggi.

"tapi abang gak punya orangtua yang menuntut abang untuk segera menikah, bang. Sementara aku..?" balas Chandra sedikit ikut meninggi.

"kamu kan bisa menolak, Chand. Selama ini kedua orangtua mu tidak pernah peduli sama kamu, kenapa sekarang kamu jadi begitu patuh kepada mereka?" aku berusaha memelankan suara ku.

"tapi bukannya abang yang mengajari ku, untuk menjadi anak yang berbakti. Menjadi anak yang bisa membahagiakan orangtuanya, selagi mereka masih hidup. Aku tak ingin mengecewakan mereka, bang." balas Chandra.

"apa selama ini kamu pernah mengecewakan mereka? Gak, kan? Jadi apa salahnya, sekali ini aja, kamu menolak keinginan mereka?" ucapku lagi.

"untuk apa, bang? Untuk apa aku menolak keinginan mereka yang sebenarnya baik untuk ku?" balas Chandra lagi.

"aku kecewa sama kamu, Chandra. Bertahun-tahun aku mencoba menahan diri dari keinginan ku untuk menikah dan punya anak, hanya karena tidak ingin kamu terluka. Tapi nyata nya, kamu tidak mau melakukan hal yang sama untuk ku." ucapku, ketika aku tak tahu lagi harus berkata apa.

"maafkan aku, bang. Tapi aku gak punya pilihan lain.." hanya itu yang di ucapkan Chandra akhirnya.

Dan beberapa saat kemudian ia pun pamit. Sementara aku masih terpaku dalam kepatahhatian ku. Aku kecewa. Aku terluka. Parah.

Lalu bagaimanakah akhir dari kisah cinta ku ini?

Mungkinkah kami bisa kembali lagi seperti dulu?

Simak kelanjutan kisah ini di channel ini ya, atau bisa langsung klik link nya di deskripsi video ini.

Terima kasih sudah menyimak vidio ini sampai selesai, semoga terhibur.

Sampai jumpa lagi pada part berikutnya, dan salam sayang untuk kalian semua.

****


Simak kisah menarik lainnya :

Mertua ku tampan, mertua ku sayang

Semua karena si rentenir

Liku-liku cinta anak kampus

Aku, Dewa dan pak Arifin

Karena Nathan juga laki-laki

Mas Baron si pedagang pecah belah

Berondong tampan si tukang parkir

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita gay : Sang duda tetangga baruku yang kekar

 Namanya mas Dodi, ia tetangga baruku. Baru beberapa bulan yang lalu ia pindah kesini. Saya sering bertemu mas Dodi, terutama saat belanja sayur-sayuran di pagi hari. Mas Dodi cukup menyita perhatianku. Wajahnya tidak terlalu tampan, namun tubuhnya padat berisi. Bukan gendut tapi lebih berotot. Kami sering belanja sayuran bersama, tentu saja dengan beberapa orang ibu-ibu di kompleks tersebut. Para ibu-ibu tersebut serring kepo terhadap mas Dodi. Mas Dodi selalu menjawab setiap pertanyaan dari ibu-ibu tersebut, dengan sekedarnya. Saya dan mas Dodi sudah sering ngobrol. Dari mas Dodi akhirnya saya tahu, kalau ia seorang duda. Punya dua anak. Anak pertamanya seorang perempuan, sudah berusia 10 tahun lebih. Anak keduanya seorang laki-laki, baru berumur sekitar 6 tahun. Istri mas Dodi meninggal sekitar setahun yang lalu. Mas Dodi sebenarnya pindah kesini, hanya untuk mencoba melupakan segala kenangannya dengan sang istri. "jika saya terus tinggal di rumah kami yang lama, rasanya terla

Adik Iparku ternyata seorang gay (Part 1)

Aku sudah menikah. Sudah punya anak perempuan, berumur 3 tahun. Usia ku sendiri sudah hampir 31 tahun. Pernikahan ku baik-baik saja, bahkan cukup bahagia. Meski kami masih tinggal satu atap dengan mertua. Karena aku sendiri belum memiliki rumah. Lagi pula, rumah mertua ku cukup besar. Aku tinggal dengan istri, anak dan kedua mertua ku, serta adik ipar laki-laki yang baru berusia 21 tahun.   Aku bekerja di sebuah perusahaan kecil di kota ini, sebagai seorang karyawan swasta. Gaji ku lumayanlah, cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga kecil kami. Mertua ku sendiri seorang pedagang yang cukup sukses. Dan istri ku tidak ku perbolehkan bekerja. Cukuplah ia menjaga anak dan mengurus segala keperluan keluarga. Aku seorang laki-laki normal. Aku pernah dengar tentang gay, melalui media-media sosial. Tapi tak pernah terpikir oleh ku, kalau aku akan mengalaminya sendiri. Bagaimana mungkin seorang laki-laki bisa merasakan kenikmatan dengan laki-laki juga? Aku bertanya-tanya sendiri mendengar ka

Cerita gay : Nasib cinta seorang kuli bangunan

Namaku Ken (sebut saja begitu). Sekarang usiaku sudah hampir 30 tahun. Aku akan bercerita tentang pengalamanku, menjalin hubungan dengan sesama jenis. Kisah ini terjadi beberapa tahun silam. Saat itu aku masih berusia 24 tahun. Aku bekerja sebagai kuli bangunan, bahkan hingga sekarang. Aku kerja ikut mang Rohim, sudah bertahun-tahun. Sudah bertahun-tahun juga, aku meninggalkan kampung halamanku. Orangtuaku hanyalah petani biasa di kampung. Kehidupan kami memang terbilang cukup miskin. Karena itu, aku hanya bisa sekolah hingga SMP. Setelah lulus dari SMP, aku mulai bekerja serabutan di kampung. Hingga akhirnya aku bertemu dengan mang Rohim, seorang laki-laki paroh baya, yang sudah sangat berpengalaman di bidang pertukangan. Aku ikut mang Rohim merantua ke kota dan ikut bekerja dengannya sebagai kuli bangunan. Sebagai seseorang yang memiliki kehidupan ekonomi yang pas-pasan, aku memang belumm pernah pacaran, sampai saat itu. Apa lagi sejak aku ikut mang Rohim bekerja. Tempat kerja kami y

Iklan google