Sejak aku mengerti cinta, aku selalu menanamkan keyakinan dalam hati ku, bahwa hanya ada satu cinta yang akan aku pelihara, dan tidak akan mencintai siapa pun, kecuali kekasih ku kelak.
Namun beriring berjalannya waktu, ternyata semua itu tidaklah mudah. Setidaknya tidak semudah yang aku bayangkan selama ini.
Dan beginilah kisah cinta ku. Sebuah kisah cinta yang sederhana sebenarnya. Namun bagiku, kisah ini adalah sebuah kisah yang penuh makna.
Kisah ini berawal dari perkenalan ku dengan seorang cowok berwajah teduh. Namanya Donny Kurniawan. Aku biasa memanggilnya Donny.
Kami berkenalan lewat media sosial awalnya. Di mulai dari saling like status, saling komen, lalu kemudian berlanjut ngobrol di massager. Saling tukang nomor ponsel, kemudian saling telpon-telponan, hingga akhirnya kami sepakat untuk saling bertemu.
Dari pertemuan pertama aku mulai merasa tertarik dengan Donny. Selain memiliki wajah yang tampan dengan senyumnya yang manis, Donny juga memiliki tubuh yang kekar. Secara fisik Donny memang terlihat sempurna.
Sejak pertemuan pertama itu, kami jadi semakin sering bertemu. Jadi sering jalan bareng, makan bareng atau sekedar nonton di bioskop berdua.
Pertemuan-pertemuan itu semakin membuat aku merasa tertarik dengan Donny. Aku mulai mengaguminya. Bahkan aku mungkin juga telah jatuh cinta padanya. Donny memang selalu baik padaku. Ia juga sangat perhatian.
"aku mau ngomong sama kamu, Ben." ucap Donny suatu malam, saat kami ngobrol berdua di sebuah bangku taman.
"kamu mau ngomong apa, Don?" tanya ku pelan.
"tapi kamu jangan marah ya..." ucap Donny kemudian.
"kenapa aku harus marah?" tanya ku heran.
"pokoknya kamu jangan marah. Itu aja!" balas Donny.
"oke..." ucapku singkat.
Untuk beberapa saat, Donny hanya terdiam. Ia terlihat menarik napas beberapa kali, kemudian menghempaskannya perlahan. Donny menatap ku.
"sebenarnya aku... aku suka sama kamu, Ben." suara Donny sedikit terbata. "aku sudah jatuh cinta sama kamu, bahkan sejak pertama kali kita bertemu. Kamu tampan dan gagah, Ben. Kamu juga baik." ucap Donny melanjutkan. "apa... kamu mau menjadi pacar ku?" lanjutnya lagi bertanya.
Kali ini aku yang terdiam. Jujur aku merasa bahagia mendengar hal tersebut. Sungguh tidak aku sangka, kalau Donny juga mencintai ku.
Aku menatap Donny beberapa saat, kemudian dengan pelan aku berucap, "aku juga cinta kamu, Donny. Dan aku juga mau menjadi pacar kamu."
Seketika raut kebahagiaan terlihat di mata Donny yang indah itu. Senyumnya mengembang.
"terima kasih, Ben." ucap Donny, sambil ia menyentuh tangan ku lembut.
"iya, Don.." balasku sambil membalas sentuhan tangan Donny pada jemari ku.
"aku merasa sangat bahagia, Ben. Semoga cinta kita bisa bertahan selamanya ya.." ucap Donny lagi.
"aku juga merasa bahagia, Don. Aku juga berharap, semoga cinta kita tidak hanya untuk sementara." balasku penuh perasaan.
****
Begitulah awalnya. Awal hubungan cinta ku bersama Donny. Seorang laki-aki tampan dengan senyumnya yang manis dan tubuhnya yang kekar.
Donny adalah seorang perantau. Sudah hampir lima tahun ia merantau di kota ini. Setidaknya sejak ia lulus SMA. Donny bekerja di sebuah konter ponsel, tak jauh dari kampus tempat aku kuliah.
Donny merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Kedua orangtua dan juga adik-adiknya berada di kota kecil yang cukup jauh dari kota tempat kami tinggal. Donny kost di sebuah rumah kost, yang berjarak hanya seratus meter dari tempat ia bekerja. Donny hanya berjalan kaki ke tempat kerjanya, hampir setiap hari.
Aku sering mampir ke tempat Donny bekerja. Sekedar untuk mengobrol dengannya. Terutama saat konter itu sedang sepi pelanggan.
Aku sendiri adalah anak tunggal dari seorang pengusaha kaya. Papa dan mama ku adalah pebisnis. Mereka sangat jarang berada di rumah. Sejak kecil aku lebih banyak menghabiskan waktu di rumah bersama para pembantu kami.
Secara materi kebutuhan hidupku memang selalu terpenuhi. Apa pun yang aku minta, papa dan mama ku selalu menurutinya. Aku punya mobil, ponsel mewah, dan berbagai fasilitas mewah lainnya. Namun terlepas dari semua kemewahan itu, hati ku selalu merasa sepi. Aku selalu merasa kurang perhatian dari kedua orangtua ku.
Dan semenjak bertemu Donny, aku sudah tidak merasa kesepian lagi. Donny mampu mengisi kekosongan hati ku. Melengkapi hidupku yang tak sempurna.
Saat ini aku sedang kuliah, sudah memasuki tahun ketiga. Usia ku memang masih 21 tahun, dua tahun lebih muda dari Donny, yang sudah berusia 23 tahun.
Hubungan ku dengan Donny pun terjalin dengan indah. Bahkan terasa sangat indah bagi ku. Aku selalu berjanji dalam hati ku, untuk tetap mencintai Donny sampai kapan pun, meski apa pun yang akan terjadi nantinya.
Namun ternyata semua itu tidak lah mudah. Semua ternyata tak berjalan seperti yang aku harapkan.
Ketika suatu saat, tiba-tiba Donny pamit untuk pulang ke kota kelahirannya.
"ayahku sakit keras, Ben. Jadi aku harus segera pulang." begitu ucap Donny waktu itu.
"iya, Don. Kamu pulang aja. Keluarga mu pasti sangat membutuhkan mu saat ini." balasku lemah.
Dan dengan perasaan berat, aku pun terpaksa melepaskan kepergian Donny. Meski Donny berjanji kalau ia akan segera kembali. Ia akan kembali lagi, saat ayahnya sudah sembuh kembali.
Namun setelah lebih dari sebulan, Donny tak jua kunjung kembali. Aku coba menghubunginya, tapi Donny tak mengangkat telepon ku. Sampai akhirnya ia mengirim pesan padaku.
"maaf, Ben. Aku belum bisa kembali ke sana sekarang. Ayah ku baru saja meninggal. Jadi aku mungkin masih agak lama di sini." begitu kira-kira bunyi pesan yang Donny kirimkan pada ku.
Aku mencoba mengerti. Saat ini Donny pasti tengah berduka. Ia pasti tidak ingin aku ganggu.
"iya, Don. Aku turut berduka cita ya.." balasku akhirnya.
Dan semenjak saat itu, aku tidak pernah lagi mendengar kabar dari Donny. Ia tidak bisa lagi aku hubungi. Nomornya sudah tidak pernah aktif. Akun media sosialnya juga sudah tidak bisa aku hubungi.
Entah apa yang terjadi pada Donny. Aku benar-benar tidak tahu. Entah Donny sengaja memutuskan hubungannya dengan ku. Atau mungkin telah terjadi dengan Donny di sana. Aku tidak bisa menyimpulkannya.
Namun yang pasti, aku telah kehilangan Donny. Aku telah kehilangan jejak orang yang aku cintai.
****
Hampir enam bulan Donny menghilang tanpa kabar. Hampir enam bulan ia pergi, dan tak pernah lagi kembali. Aku mulai merasa putus asa untuk menunggu Donny. Aku juga mulai merasa kehilangan semangat.
Hidup ku terasa hampa tanpa Donny. Enam bulan ini, aku lebih banyak menghabiskan waktu dengan menurung diri di dalam kamar sendirian. Aku patah hati. Aku kecewa.
Untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku bisa merasakan indahnya menjalani hari-hari bersama orang yang aku cintai, tapi semua harus berakhir dengan sangat menyakitkan bagi ku. Hubunganku dengan Donny berakhir begitu saja. Tanpa kata putus, tanpa ada penjelasan apa pun.
Aku mulai tidak percaya dengan yang namanya cinta sejati. Bisa saja Donny sengaja meninggalkan ku, karena ia sudah merasa bosan dengan hubungan kami. Bisa saja, Donny sudah bertemu dengan orang lain di kota kelahirannya. Lalu ia tidak ingin kembali lagi ke sini, dan tidak ingin bertemu dengan ku lagi.
Berbagai prasangka terus menghantui pikiran ku. Namun aku tidak bisa menyimpulkan apa-apa saat ini. Ingin rasanya aku menyusul Donny ke kota kelahirannya. Tapi aku tidak benar-benar tahu, dimana alamat Donny sebenarnya.
Donny memang pernah bercerita tentang kota kelahirannya tersebut. Namun karena aku belum pernah sampai kesana sekali pun, aku tidak bisa membayangkan keadaan kota tersebut. Aku pasti akan tersesat tanpa alamat yang jelas.
Pada akhrinya aku hanya bisa pasrah. Aku tidak ingin menunggu sesuatu yang tak pasti. Aku harus belajar untuk bisa melupakan Donny. Aku tak mungkin selamanya terhanyut, dalam penantian yang tak berujung.
"melamun aja, Ben." suara Yogi mengagetkan ku. Yogi adalah salah seorang teman kampus ku. Kami tidak terlalu dekat, tapi kami sudah cukup saling kenal. Kebetulan kami satu jurusan dan juga satu kelas.
"ah, gak, kok. Lagi mikirin tugas kuliah." balasku asal. Saat itu kami sedang berada di kantin kampus yang cukup ramai.
"tumben kamu mikirin tugas kuliah?" ucap Yogi lagi, sambil mulai menyantap makanan yang barusan ia pesan.
"sekali-kali boleh dong, aku mikir sesuatu yang serius.." balasku berusaha sesantai mungkin.
"kamu lagi mikiran tugas kuliah atau... lagi mikirin seseorang?" tanya Yogi lagi menebak.
"aku gak punya seseroang yang harus aku pikirkan saat ini, Yogi.." balasku sedikit berbohong. Gak mungkin juga kan, kalau aku jujur sama Yogi tentang apa yang aku pikirkan saat ini?
"itulah bodohnya kamu, Ben. Punya tampang oke, hidup mewah.. tapi gak punya pacar. Ya.. rugi lah.." ucap Yogi lagi.
Kali ini aku berusaha untuk tidak menanggapi perkataan Yogi barusan. Bukan sekali ini, kalimat tersebut aku dengar dari teman-teman kampus ku. Biar bagaimana pun, selama ini, mereka tidak tahu tentang hubungan ku dengan Donny. Mereka hanya menganggap aku sebagai seorang jomblo sejati.
"emangnya kamu udah punya pacar?" tanya ku akhirnya.
"hmmm... belum juga, sih. Tapi aku kan gak kaya seperti kamu, Ben." balas Yogi.
"tapi tampang kamu kan juga oke. Tetap aja gak laku kan?.." ucap ku kemudian.
"aku bukannya gak laku, Ben. Aku lagi berusaha untuk mendekati seseorang saat ini.." balas Yogi.
"siapa?" tanya ku hanya sekedar ingin tahu.
"aku gak bisa cerita hal itu sama kamu, Ben. Soalnya ini rahasia..." balas Yogi sok misterius.
"ya udah terserah kamu... aku juga gak peduli kamu mau mendekati siapa." ucapku dengan nada malas.
"tapi kalau orang yang ingin aku dekati itu ada di depanku saat ini, kamu pasti peduli dong?" Yogi membalas tiba-tiba.
"maksud kamu?" kali ini aku benar-benar ingin tahu.
Yogi terlihat terdiam. Ia terlihat salah tingkah. Sepertinya ia keceplosan.
"gak, Ben.... bukan apa-apa, kok. Aku hanya asal ngomong..." ucap Yogi akhirnya.
Aku kembali menatap Yogi. Mukanya memerah.
"kamu serius, Yogi?" tanyaku benar-benar penasaran.
"serius apaan sih, Ben? Maksud kamu apa?" sela Yogi masih dengan sikap salah tingkahnya.
"aku yang harusnya nanya sama kamu, Yogi. Kalimat mu tadi, jelas mengisyaratkan kalau orang itu adalah aku. Karena cuma aku yang ada di depan mu saat ini. Jadi apa maksud kamu?" balas ku berusaha membuat Yogi untuk jujur.
Yogi tiba-tiba tertunduk. Ia kemudian dengan pelan berucap, "kalau.. kalau memang orang itu adalah kamu, emang kamu gak marah?" suara Yogi sedikit tercekat.
Kali ini aku yang terdiam. Aku tak menyangka sama sekali, kalau Yogi akan berucap demikian. Seolah semua itu di luar akal sehat ku.
Lalu benarkah Yogi menyukai ku? Atau itu semua hanya perasaan ku saja?
Dan bagaimana pula kelanjutan hubungan ku dengan Donny? Mungkinkah kami akan bertemu lagi?
Mungkinkah akan terjadi cinta segitiga antara aku, Donny dan juga Yogi?
Untuk lebih jelasnya, silahkan simak kelanjutan kisah ini di channel ini ya, atau bisa langusng klik link nya di deskripsi video ini.
Terima kasih sudah menyimak video ini sampai selesai, semoga terhibur.
Sampai jumpa lagi pada part berikutnya, salam sayang untuk kalian semua...
*****
Part 2
Dengan sorot mata masih tak percaya aku menatap wajah Yogi. Wajah itu tertunduk.
"kamu serius, Yogi?" aku bertanya kembali.
"iya, Ben. Aku serius. Aku memang suka sama kamu. Tapi kamu terlalu cuek, aku jadi takut untuk mendekati kamu." jelas Yogi akhirnya, sambil masih terus tertunduk.
Aku terdiam lagi. Aku mulai berpikir sedikit keras. Aku memang merasa terkejut akan pengakuan Yogi barusan. Hampir tiga tahun kami saling kenal. Namun selama itu, tidak ada sedikit pun tanda-tanda kalau Yogi menyukai ku.
Selama ini, aku menganggap Yogi hanya sebagai teman biasa. Tak lebih.
Namun setelah pengakuannya tadi, aku menjadi serba salah. Di satu sisi aku cukup merasa senang mengetahui hal tersebut. Namun di sisi lain, aku belum tahu bagaimana perasaan ku sebenarnya terhadap Yogi.
Secara fisik Yogi lumayan menarik. Meski tak setampan Donny, Yogi tidak bisa dibilang jelek. Ia memiliki hidung sidikit mancung, rahang yang kokoh, dengan postur tubuh yang cukup kekar.
Terlepas dari itu semua, sejujurnya hingga saat ini, aku masih terus memikirkan Donny. Aku masih berharap Donny akan kembali lagi untuk ku.
"jadi gimana, Ben? Apa kamu mau menjadi pacarku?" tanya Yogi, melihat aku yang hanya terdiam.
"hmm.. aku... aku masih butuh waktu untuk memikirkan hal ini, Yogi. Terus terang aku cukup kaget dengan pengakuan mu itu. Aku belum bisa memutuskannya untuk saat ini." balasku setengah ragu.
"iya.. aku tahu, Ben. Mungkin ini terdengar aneh bagi mu." ucap Yogi kemudian.
"gak, Gi. Ini gak aneh. Aku juga sama seperti kamu. Tapi... aku belum tahu bagaimana perasaan ku sama kamu sebenarnya saat ini." balasku.
"ya udah... aku akan memberi kamu waktu... Tapi asal kamu tahu aja, aku sangat mencintai kamu, Ben. Dan aku berharap bisa menjalin hubungan yang lebih dengan mu.." ucap Yogi pelan.
Setelah berucap demikian, Yogi pun segera pamit. Ia segera pergi meninggalkan ku. Sementara aku masih terus berpikir. Keputusan apa yang harus aku ambil saat ini.
Haruskan aku menerima cinta Yogi? Atau kah aku harus tetap bertahan dan menunggu Donny yang hingga saat ini belum ada kabar apa-apa.
****
Dan sang waktu pun masih terus berlalu. Aku masih belum memberi jawaban apa-apa kepada Yogi. Hingga seminggu kemudian, tiba-tiba Donny muncul. Dia datang menemui ku di rumah ku.
"Donny?" sapaku heran, "dari mana aja kamu selama ini?" lanjutku masih penuh tanya.
Donny tidak menjawab, ia langsung duduk di kursi teras rumah ku. Spontan aku pun turut duduk di sampingnya.
"maaf, Ben. Aku baru bisa datang sekarang." ucap Donny lemah.
"setidaknya kamu kan bisa kasih aku kabar, Don. Gak harus menghilang begitu aja kan?" balasku sedikit sengit.
"panjang ceritanya, Ben." ucap Donny.
"dan aku masih punya cukup waktu untuk mendengarkan cerita kamu, Donny." balasku.
Donny menarik napas, lalu kemudian ia pun mulai bercerita.
"saat aku pulang, ayahku dalam keadaan sakit sangat parah. Aku pun segera membawa ayah ku ke rumah sakit. Ayah di rawat di rumah sakit selama hampir dua minggu. Tapi kemudian ia tidak bisa terselamatkan. Ayahku meninggal di rumah sakit, Ben." Donny menghela napas sejenak.
"butuh biaya besar untuk perawatan ayah selama di rumah sakit. Dan kami tidak punya uang yang cukup, karena itu ibu ku pun meminjam uang kepada seorang rentenir. Dan setelah ayahku akhirnya meninggal, si rentenir pun segera menuntut hutang tersebut."
"aku mau tidak mau harus menjual handphone ku, menguras semua tabungan ku. Ibu ku juga harus menjual rumah kami, untuk bisa melunasi hutang tersebut." Donny menarik napas dalam.
"aku tidak bisa lagi menghubungi kamu, Ben. Aku juga harus fokus menyelesaikan persoalan keluarga ku. Karena untuk sementara kami harus menumpang di rumah salah seorang kerabat ibu ku. Kami sudah tidak punya apa-apa."
"aku dan ibu ku harus berjuang keras, untuk bisa memulihkan kembali perekonomian keluarga kami. Namun hal itu tidaklah mudah. Apa lagi aku hanya lulusan SMA, dan tak punya keahlian apa-apa. Ibu ku juga sudah mulai sakit-sakitan."
"sampai akhirnya, seorang teman ayah ku menawari ku untuk menikahi putrinya yang ternyata sudah hamil oleh mantan pacarnya, yang melarikan diri. Aku tidak setuju awalnya. Namun teman ayahku itu, menawarkan sejumlah uang dan juga rumah untuk tempat kami tinggal, asal kan aku mau menikahi putrinya."
"akhirnya aku tidak bisa menolak, karena aku memang butuh uang dan juga butuh rumah untuk tempat aku dan keluarga ku tinggal. Aku pun akhirnya dengan sangat terpaksa harus menikah, dengan putri anak teman ayah ku tersebut." Donny kembali menghela napas, kali ini lebih dalam.
"jadi sekarang kamu sudah punya istri?" tanya ku.
"aku bahkan sudah punya anak, Ben. Meski secara biologis, itu bukan anak ku. Tapi ya.. aku sudah punya istri sekarang.." balas Donny lirih.
"lalu untuk apa lagi kamu datang kesini?" tanyaku lagi.
"karena aku masih mencintai kamu, Ben." ucap Donny terdengar tegas.
"tapi kamu sudah menikah, Don. Kita tidak mungkin bersama lagi kan?" balas ku.
"iya, aku tahu. Tapi aku kesini bukan untuk kembali lagi sama kamu, Ben." ucap Donny.
"lalu untuk apa?" tanya ku heran.
"aku hanya ingin menjelaskan hal ini sama kamu, Ben. Aku tidak ingin kamu menaruh dendam padaku, karena telah menghilang tanpa kabar. Aku juga tidak ingin membuat kamu terus menunggu ku." jelas Donny.
Untuk sesaat suasana tiba-tiba hening. Aku tidak tahu apa yang aku rasakan saat ini. Entah aku merasa kecewa, atau justru merasa lega.
Kecewa karena Donny ternyata sudah menikah. Lega karena akhirnya aku tahu, alasan Donny yang menghilang tanpa kabar. Dan aku juga merasa lega, karena setidaknya untuk saat ini aku tidak lagi harus merasa terikat dengan Donny.
"aku pamit, Ben. Aku minta maaf untuk semuanya." ucap Donny akhirnya.
****
"jadi apa kamu sudah punya jawabannya, Ben?" tanya Yogi suatu malam, saat kami bertemu di sebuah taman.
"iya, Gi. Aku sudah punya jawabannya. Aku mau menjadi pacar kamu." balasku yakin.
"kamu serius, Ben?" tanya Yogi lagi.
"iya, aku serius, Gi." balasku ringan.
Aku mungkin memang belum bisa mencintai Yogi. Biar bagaimana pun, tidak mudah bagiku untuk bisa menghapus nama Donny di hati ku begitu saja. Hubungan kami selama ini sudah cukup dalam. Tapi aku tidak bisa lagi mengharapkan Donny. Dia sekarang sudah menjadi suami orang. Karena itu, aku ingin belajar untuk bisa mencintai Yogi.
Aku dan Yogi pun akhirnya menjalin hubungan asmara. Meski hatiku sendiri masih ragu. Tapi setidaknya, kehadiran Yogi mampu mengobati luka di hatiku. Kehadiran Yogi mampu, mengisi kekosongan hati ku saat ini.
Namun setelah berbulan-bulan berlalu, aku akhirnya bisa merasakan rasa cinta itu kembali.
Yah, aku telah jatuh cinta kepada Yogi. Aku telah berhasil menghapus nama Donny di hatiku. Sekarang hanya ada nama Yogi. Sebuah nama yang terukir indah di hatiku. Aku sangat menyayangi Yogi. Apa lagi Yogi juga sangat perhatian padaku.
Cinta kami pun terjalin dengan indah. Kami saling menyayangi dan saling mencintai. Aku merasa sangat bahagia dengan semua itu. Setelah kekecewaan ku akan kehilangan Donny, kini hatiku kembali merasa bahagia dengan kehadiran Yogi. Aku hanya berharap, semoga Yogi tidak akan pernah meninggalkan ku.
*****
Hari-hari terus berlalu. Hubunganku dengan Yogi masih terus berlanjut. Kebahagiaan masih terus menghiasi hari-hari kami. Cinta kami terasa begitu indah. Meski di depan orang-orang kami hanyalah dua orang sahabat. Tapi kami selalu punya waktu untuk bisa menikmati indahnya cinta kami.
Sampai suatu ketika, setelah hampir setahun aku menjalin hubungan dengan Yogi. Tiba-tiba Donny datang kembali menemui ku.
"untuk apa lagi kamu datang, Don?" tanya ku, ketika akhirnya kami ngobrol di sebuah kafe.
"aku ingin kembali lagi sama kamu, Ben." balas Donny.
"tapi bukankah kamu sudah punya istri dan anak, Don? Kita gak mungkin bisa bersama lagi kan?" tanya ku lagi.
"aku sudah bercerai dari istri ku, Ben. Seperti yang aku ceritakan dari awal, kalau pernikahan ku hanyalah sebuah keterpaksaan. Aku tak benar-benar mencintai istri ku. Saat ini, mantan istri ku itu sudah kembali bersama pacar lamanya. Dan dia memilih untuk meninggalkan ku." jelas Donny lemah.
"lalu bagaimana dengan keluarga mu?" tanya ku ingin tahu.
"keluarga ku sekarang baik-baik saja. Rumah yang di berikan mertua ku dulu, sebagai imbalan untuk aku mau menikahi putrinya, sekarang sudah resmi menjadi milik kami. Karena mantan istri ku sudah menyerahkan sepenuhnya kepada ku, sebagai syarat agar aku mau menceraikannya." jelas Donny.
"aku juga sudah bekerja kembali di konter tempat aku bekerja dulu. Ibu ku juga sudah membuka usaha sendiri. Jadi secara ekonomi kehidupan keluarga kami mulai membaik lagi. Intinya, sekarang ini, aku siap menjalin hubungan lagi sama kamu, Ben. Aku harap, kamu mau menerima ku kembali.." lanjut Donny lagi.
"maaf, Don. Tapi aku gak bisa.." balasku pelan.
"kenapa?" tanya Donny dengan nada penuh tanya.
"karena.. karena sekarang aku sudah bersama orang lain.." balasku apa adanya.
Ku lihat gurat kecewa di mata indah milik Donny. Mata indah yang dulu pernah aku kagumi.
"aku rela, sekali pun aku hanya kamu jadikan yang kedua, Ben. Anggap saja hal itu untuk menebus kesalahan ku di masa lalu. Karena hingga detik ini, aku masih sangat mencintai kamu, Ben." ucap Donny akhirnya.
Kali ini aku hanya terdiam. Berpikir.
Sebegitu kuat kah cinta Donny untukku? Hingga ia rela di jadikan yang kedua?
Lalu bagaimana dengan Yogi? Apa ia juga akan rela, jika cinta ku harus terbagi dua?
Mungkinkah akan terjalin cinta segitiga antara aku, Donny dan juga Yogi?
Simak kelanjutan kisah ini di channel ini ya, atau bisa langsung klik link nya di deskripsi video ini.
Terima kasih sudah menyimak video ini sampai selesai, semoga terhibur.
Sampai jumpa lagi pada part berikutnya, salam sayang untuk kalian semua.
****
Part 3
"kamu yakin mau dijadikan yang kedua, Don?" tanya ku lagi pada Donny, yang masih menunggu jawaban ku.
"iya, Ben. Aku yakin.." balas Donny terdengar tegas.
"tapi itu artinya, kita akan jarang punya waktu untuk berdua, Don. Apa kamu siap?" tanya ku lagi.
"aku siap, Ben. Aku gak masalah, selama kamu masih mau menjalin cinta dengan ku." balas Donny terdengar yakin.
"baiklah, Don. Jika itu yang kamu ingin kan..." ucapku akhirnya.
Donny pun akhirnya tersenyum manis, mendengar hal tersebut.
Aku tahu, keputusan ku ini salah. Namun aku tidak ingin membuat Donny kecewa. Lagi pula, sepertinya aku juga masih mencintai Donny.
Hanya saja saat ini aku merasa bersalah kepada Yogi. Aku merasa orang paling jahat saat ini. Padahal dulu aku selalu punya prinsip, kalau aku hanya akan mencintai satu orang dalam hidupku, dan tidak akan mencintai siapa pun lagi, kecuali kekasih ku.
Tapi sekarang, semua prinsip itu sudah tidak berlaku lagi padaku. Aku telah mengkhianati Yogi. Aku telah meduakan cintanya. Aku telah melanggar prinsip ku sendiri.
Namun aku bisa apa? Diantara Donny dan Yogi, mereka berdua punya kelebihan yang membuat aku tidak bisa melepaskan mereka begitu saja.
Hanya saja bedanya, Donny tahu, kalau aku sudah punya pacar, sementara Yogi hanya tahu, kalau hanya dia lah satu-satunya pacarku. Yogi tidak pernah tahu, kalau aku punya hubungan dengan Donny.
Dan cinta segitiga itu pun terjalin, antara aku, Donny dan juga Yogi.
Aku pun mulai menikmati hal tersebut. Aku selalu bisa membagi waktu antara Donny dan Yogi. Apa lagi diantara mereka berdua juga tidak saling kenal. Kalau pun Donny melihat ku dengan Yogi, ia juga sudah tahu kalau aku memang punya pacar selain dia.
Dan kalau pun Yogi melihat ku sedang bersama Donny, aku bisa beralasan, kalau Donny hanyalah seorang teman biasa.
Ah, betapa indah hari-hari yang aku lalui saat ini. Aku merasa bahagia, bahkan berlipat-lipat jauh lebih bahagia dari hari-hari ku sebelumnya. Aku merasa sangat beruntung bisa memiliki Yogi dan Donny sekaligus. Dua cowok yang sama-sama punya pesona tersendiri di mata ku.
*****
"kamu kenal Donny?" tanya Yogi suatu malam.
"Donny? Donny mana?" tanya ku berlagak bodoh. Aku hanya merasa heran, kenapa tiba-tiba Yogi bertanya tentang Donny. Apakah dia sudah tahu, tentang hubungan ku dengan Donny?
"Donny yang kerja di konter depan kampus kita itu.." jelas Yogi akhirnya.
"oh.." aku sedikit membulatkan bibir, "iya.. aku kenal. Aku sering beli pulsa disana.." jelasku beralasan.
"kamu tahu gak, kalau dia juga seorang gay? Dia sama seperti kita.." ucap Yogi kemudian.
"gak.." jawabku berbohong, "emangnya kamu tahu dari mana?" tanyaku melanjutkan.
"dia sendiri yang cerita.." balas Yogi.
"jadi kamu sudah sering ngobrol sama dia?" tanyaku penasaran.
"yah... boleh di bilang begitu... malahan dia juga udah nembak aku.." balas Yogi terdengar santai.
"dan kamu mau?" tanyaku benar-benar ingin tahu.
"ya.. gak lah. Aku kan udah punya kamu. Lagi pula kalau aku mau, buat apa aku cerita sama kamu?" balas Yogi terdengar jujur.
"syukurlah..." balasku tanpa sadar.
"tapi kamu benaran gak tahu kan kalau Donny itu juga seorang gay?" tanya Yogi tiba-tiba.
"gak.." jawabku berbohong lagi.
"ya udah.. berarti hal itu udah gak penting lagi untuk di bahas.." ucap Yogi membalas.
"iya.." balasku singkat, meski hatiku masih di liputi beberapa pertanyaan.
Mengapa Donny harus ngaku-ngaku kalau ia juga seorang gay kepada Yogi? Padahal ia sudah tahu, kalau aku dan Yogi sudah berpacaran.
Dan mengapa juga ia harus pake nembak Yogi segala?
*****
"ngapain kamu harus ngaku-ngaku sama Yogi kalau kamu juga seorang gay? Dan ngapain juga kamu sampe nembak ia segala?" tanyaku bertubi, ketika akhirnya aku bertemu Donny.
"karena aku ingin tahu, sebesar apa sebenarnya cinta Yogi untuk kamu, Ben." balas Donny terdengar santai.
"iya.. tapi untuk apa?" tanyaku lagi.
"agar aku bisa lebih ikhlas untuk melepaskan kamu, Ben." ujar Donny lagi.
"maksud kamu?" tanyaku mulai merasa aneh.
"aku capek harus selalu jadi yang kedua bagi kamu, Ben. Aku capek harus selalu jadi penghalang untuk kebahagiaan kamu dan Yogi. Karena itu aku memilih untuk mundur. Namun sebelum aku memutuskan hal tersebut, aku harus yakin dulu, kalau Yogi adalah laki-laki yang tepat untuk kamu." jelas Donny akhirnya, suaranya sedikit bergetar.
"kamu gak berhak dong, Don. Menentukan apa yang terbaik buat hidupku. Apa lagi sampai kamu berusaha menggoda pacar ku." balasku tiba-tiba ketus.
"tapi aku juga pacar kamu, Ben.." ucap Donny.
"itu karena kamu yang memintanya. Ingat, Don. Kamu kan yang ingin dijadikan yang kedua?" balasku sedikit meninggi.
"iya... aku tahu. Itu karena aku sangat mencintai kamu, Ben. Dan apa yang lakukan saat ini pun, juga karena aku sangat mencintai kamu. Karena aku hanya ingin yang terbaik buat kamu, sekali pun aku harus menelan kepahitan karenanya." ucap Donny kemudian.
"jadi sekarang mau kamu apa, Don?" tanyaku akhirnya, setelah untuk beberapa saat aku terdiam.
"aku ingin kamu bahagia, Ben. Karena itu aku memilih untuk mundur. Dan kamu gak perlu lagi mengkhianati cinta Yogi yang begitu tulus untuk mu.." balas Donny penuh perasaan.
"oke, Don. Jika itu sudah menjadi keputusan kamu. Aku akan menerimanya. Bukankah semua ini kamu yang memulai? Jadi sudah seharusnya kamu juga yang mengakhirinya.." ucapku lirih.
Entah mengapa aku merasa terluka dengan keputusan Donny tersebut. Mungkin karena aku sudah terlanjur menikmati hubungan cinta segitiga kami selama ini. Mungkin karena aku juga masih mencintai Donny.
Tapi pada akhirnya, aku memang harus melepaskan Donny. Aku harus bisa menerima kenyataan itu. Kenyataan, kalau aku memang tidak akan selamanya bisa memiliki mereka berdua.
Lagi pula, aku juga tidak harus terlalu terluka dengan kepergiaan Donny. Karena masih ada Yogi dengan cintanya yang tulus. Dan aku merasa beruntung bisa mendapatkan Yogi.
****
"kenapa kamu harus bohong padaku, Ben?" tanya Yogi kasar.
"bohong maksud kamu?" tanyaku heran.
"kamu gak usah pura-pura lagi, Ben. Aku sudah tahu semuanya.." balas Yogi dengan nada tinggi.
"aku gak ngerti kamu ngomong apa, Yogi." balasku masih berusaha menahan diri.
"kamu pernah pacaran sama Donny kan, Ben? Bahkan hal itu terjadi jauh sebelum kita menjalin hubungan. Dan ketika kamu sudah putus dengan Donny, kamu pun pacaran dengan ku." ucap Yogi.
"oke.. iya... kamu benar. Aku salah, dan aku minta maaf untuk hal itu." balasku sedikit terbata. Aku tak menyangka Yogi akan mengetahui semua itu.
"lalu untuk kamu berbohong, dan berpura-pura tidak tahu, kalau Donny juga seorang gay?" tanya Yogi menghakimi ku.
"karena.. karena... aku..." aku benar-benar kehabisan kata-kata.
"karena ternyata diam-diam kamu kembali menjalin hubungan dengan Donny, bahkan saat kita masih berpacaran kan, Ben?" timpal Yogi memotong keterbataan ku.
"da.. dari mana kamu tahu semua itu?" tanyaku benar-benar terbata. Suara ku mulai serak.
"ya.. dari Donny lah.. Apa itu penting bagi kamu? Yang penting itu, kamu harus jawab pertanyaan ku, Ben. Kenapa kamu harus berbohong selama ini? Kenapa kamu tega mengkhianati ku?" suara Yogi semakin meningggi.
"aku... aku.. minta maaf, Yogi..." suaraku masih terbata.
"maaf?" Yogi mengepalkan tangannya, "kamu pikir dengan minta maaf, semua masalah akan selesai? kamu pikir dengan minta maaf, akan bisa mengobati luka di hati ku saat ini? Gak semudah itu lah, Ben. Kamu pikir kamu hebat, bisa mempermainkan hati dua orang cowok sekaligus?" suara Yogi masih meninggi.
"aku gak merasa hebat.." balasku ikut meninggi.
"ingat, Yogi. Kamu yang awalnya mencoba mendekati ku. Padahal aku tidak mencintai kamu waktu itu. Dan Donny juga yang meminta aku untuk menjadikan yang kedua, padahal ia tahu kita sudah berpacaran. Jadi aku gak sepenuhnya salah dalam hal ini.." lanjutku lagi.
"kamu boleh mengaku gak bersalah, Ben. Tapi asal kamu tahu, aku sudah tidak sudi lagi melihat tampang kamu yang gak seberapa itu. Aku benci sama kamu. Dan aku tidak mau lagi menjalin hubungan dengan mu. Kita putus!" balas Yogi penuh emosi.
Dan kali ini aku hanya bisa terdiam. Yogi mungkin benar, aku telah menyakiti hatinya. Aku memang bersalah dalam hal ini. Tapi aku juga masih punya harga diri. Aku tidak akan mengemis pada Yogi untuk meminta maafnya. Apa lagi harus mengemis cintanya.
Kalau Yogi ingin mengakhiri hubungan kami, ya udah aku akan menerima semuanya. Meski sejujurnya aku juga merasa terluka akan hal tersebut.
Tapi... mungkin ini adalah karma bagiku. Ini adalah balasan dari ketidaksetiaanku terhadap Yogi. Meski sekali lagi, aku tidak sepenuhnya bersalah dalam hal ini.
Kini, aku harus kehilangan Donny dan juga Yogi. Semoga ini bisa jadi pelajaran berharga bagiku. Agar aku lebih berhati-hati lagi untuk ke depannya.
Dan demikianlah kisah cinta segitiga ku bersama Donny dan Yogi. Semoga kisah sederhana ini bisa memberi hiburan tersendiri bagi para sahabat channel cerita kehidupan plus semuanya.
Terima kasih sudah menyimak kisah ini dari awal sampai akhir, semoga terhibur.
Sampai jumpa lagi pada kisah-kisah lainnya, salam sayang untuk kalian semua..
****
Komentar
Posting Komentar
Terima kasih