"Jay belum mau menikah sekarang, Ma. Mama jangan paksa Jay, dong." ucapku akhirnya, setelah untuk beberapa saat aku terdiam.
"ada beberapa alasan kenapa mama ingin kamu segera menikah, Jay." ucap mama pelan, "yang pertama, kamu sekarang sudah 32 tahun loh, Jay. Dan kamu belum pernah sekali pun memperkenalkan seorang perempuan kepada mama." lanjut mama.
"yang kedua, mama ini sudah cukup tua, Jay. Dan mama ingin segera menimang cucu. Yang ketiga, kamu anak mama satu-satunya, Jay. Kalau bukan dari kamu, mama harus minta cucu sama siapa lagi.." mama melanjutkan ucapannya.
Aku terdiam kembali. Mama benar. Semua yang dikatakan mama barusan tidak bisa aku pungkiri sama sekali. Semuanya benar.
"tapi gak harus dijodohkan juga kan, Ma. Aku masih bisa kok, cari pasangan ku sendiri.." balasku akhirnya.
"tapi nyatanya hingga saat ini, kamu masih jomblo, Jay. Dan mama sudah tidak kuat lagi menahan ocehan orang-orang tentang kamu yang belum juga menikah, padahal sudah berusia kepala tiga. Mama malu, Jay." ucap mama sedikit sengit.
"tapi... ma..." balasku tertahan.
"pokoknya mama akan kasih kamu waktu sebulan, dan jika dalam sebulan ini kamu belum juga menemukan calon istri, maka mau tidak mau, kamu harus menerima jodoh yang mama pilihkan buat kamu.." mama memotong ucapan ku cepat.
Dan aku tak ingin membantah ucapan mama lagi. Karena percuma saja aku berdebat dengan mama. Alasannya sudah cukup kuat, untuk membuat aku bisa menerima perjodohannya. Aku tidak punya alasan lagi untuk menolak.
Aku bukannya gak mau menikah. Aku juga pengen punya kehidupan yang normal. Menikah, punya istri, punya anak dan menjalani kehidupan sebagaimana layaknya seorang laki-laki.
Tapi ... aku ini beda. Aku berbeda dari kebanyakan laki-laki pada umumnya. Aku tidak terlalu tertarik dengan perempuan. Aku lebih tertarik dengan sesama jenis ku. Dan hal itulah yang membuat aku belum menikah hingga sekarang.
Aku tidak ingin menikah hanya sekedar untuk status. Aku tidak ingin berpura-pura mencintai istri ku nantinya, padahal aku justru memikirkan laki-laki.
Namun sekarang sepertinya keinginan mama sudah sangat kuat, dan aku tidak mampu lagi menolaknya.
****
Aku akhirnya pun menikah. Tentu saja dengan gadis pilihan mama ku. Namanya Kirana. Dia juga seorang anak tunggal, dari sepasang suami istri yang hidup cukup sederhana.
Kirana masih berusia 25 tahun, tujuh tahun lebih muda dariku. Sepertinya dia juga merasa terpaksa menerima perjodohan tersebut.
Kirana tidak bekerja, meski ia seorang sarjana. Dan hal itulah yang menjadi salah satu alasan mama ku untuk menjodohkan ku dengan Kirana. Karena mama memang ingin punya menantu yang tidak bekerja, agar kami bisa lebih cepat punya anak.
Aku mau tidak mau harus tinggal serumah dengan mertua ku, karena itu salah satu syarat dari keluarga mertua ku. Mengingat Kirana adalah anak mereka satu-satunya. Mereka tidak ingin jauh dari Kirana.
Bapak mertua ku seorang laki-laki yang sudah berusia 52 tahun, namanya Andre. Aku memanggilnya pak Andre. Sementara ibu mertua ku sudah berusia 58 tahun, enam tahun lebih tua dari suaminya. Dan belakangan baru aku tahu, kalau ternyata Kirana bukan anak kandung pak Andre.
Dulu pak Andre menikahi istrinya, yang ternyata seorang janda dan sudah mempunyai seorang anak, yakni Kirana. Namun demikian, pak Andre sudah menganggap Kirana seperti anaknya sendiri. Apa lagi ia juga tidak punya anak lain, selain Kirana.
Kehidupan pak Andre dan keluarga memang cukup sederhana. Mereka punya usaha sebuah rumah makan, yang berada cukup jauh dari perumahan tempat mereka tinggal. Rumah makan itu sebenarnya milik almarhum suami pertama ibu mertua ku, yang meninggal beberapa tahun sebelum pak Andre menikahinya.
Pak Andre sebenarnya seorang laki-laki yang cukup tampan, meski ketampanannya sudah mulai tertutup oleh usianya yang sudah menua. Pak Andre juga memiliki postur tubuh yang lumayan kekar dan cukup atletis, meski perutnya sudah mulai sedikit membuncit. Namun hal itu tidak mengurangi pesona pak Andre di mata ku.
Sejak pertama melihat pak Andre, aku memang mulai tertarik padanya. Dan hal itu merupakan salah satu alasanku bersedia untuk menikahi Kirana, meski aku tak mencintainya.
Kini aku sudah tinggal serumah dengan pak Andre, mertua ku tersebut. Walau kami jarang bertemu, karena kesibukan kerja kami masing-masing. Pak Andre dan istrinya, pagi-pagi sekali sudah pergi ke rumah makan mereka, dan kadang kala istri ku juga ikut bersama mereka. Mereka juga selalu pulang malam, paling cepat jam sepuluh malam.
Sementara aku sendiri juga bekerja di perusahaan papa ku, berangkat kerja pagi dan pulang pada sore harinya. Aku hanya libur pada hari minggu. Namun pada saat di hari minggu pun, kedua mertua ku juga tidak ada di rumah.
****
Hari-hari pun terus berlalu. Aku berusaha menjalankan kewajiban ku sebagai seorang suami. Aku berusaha menjadi suami yang baik bagi istri ku, meski hal itu tidak sepenuhnya mampu aku lakukan. Aku belum bisa mencintai istri ku. Yang ada dalam pikiran ku, justru bayangan wajah tampan pak Andre, bapak mertua ku tersebut.
Entah mengapa, semakin hari perasaanku kepada pak Andre semakin kuat. Aku semakin sering memikirkannya. Terkadang aku sengaja tidak tidur sampai larut malam, hanya agar aku bisa melihat pak Andre pulang dari rumah makan.
Meski kami sangat jarang bertegur sapa, namun bagi ku hanya dengan bisa melihat wajah tampan pak Andre, aku sudah merasa cukup bahagia. Pesona pak Andre benar-benar telah merasuki jiwa dan pikiran ku. Keinginan untuk bisa memilikinya semakin besar aku rasakan.
Hingga pada suatu siang, saat itu hari sabtu. Aku baru saja pulang kerja. Di rumah aku bertemu pak Andre sendirian. Tak seperti biasanya.
"bapak gak ke rumah makan?" tanya ku, melihat pak Andre yang sedang duduk di ruang keluarga.
"tadi bapak merasa tidak enak badan, jadi bapak pulang lebih awal. Ibu dan Kirana yang di rumah makan sekarang.." balas pak Andre.
"bapak sakit?" tanyaku, "kenapa gak ke rumah sakit aja, pak?" lanjutku lagi.
"bapak gak apa-apa kok. Cuma kecapean aja. Sekarang juga udah mendingan." balas pak Andre.
"tapi ngomong-ngomong kok kamu pulang cepat?" lanjut pak Andre bertanya.
"ini kan hari sabtu, pak. Saya setiap hari sabtu memang hanya bekerja setengah hari.." balasku apa adanya.
"oh.." pak Andre membulatkan bibir, "maklum bapak jarang di rumah, jadi kurang tahu juga kamu pulang kerjanya kapan.." ucap pak Andre pelan.
Aku akhirnya memutuskan untuk ikut duduk di ruang keluarga tersebut. Momen seperti ini sangat jarang terjadi. Aku sangat jarang bisa ngobrol berdua bersama pak Andre seperti ini. Jadi aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini.
"kamu udah makan?" tanya pak Andre tiba-tiba, saat aku sudah duduk di sampingnya.
"udah, pak. Tadi di jalan.." balasku pelan, "bapak sendiri apa udah makan?" lanjutku bertanya.
"bapak udah makan di rumah makan tadi sebelum pulang.." balas pak Andre kemudian.
Beberapa saat suasana hening tercipta di antara kami. Meski begitu banyak yang ingin aku ungkapkan kepada pak Andre, namun saat ini, bibir ku seakan enggan untuk berucap. Aku jadi kaku dan serba salah. Berada di dekat pak Andre benar-benar membuat aku merasa grogi.
"bapak boleh tahu, kenapa kamu mau menikah dengan Kirana?" tanya pak Andre tiba-tiba, memecah keheningan.
"karena... karena ... saya memang mencintainya, pak.." balasku berbohong.
"kamu gak usah bohong sama bapak, Jay. Bapak tahu, kamu itu di jodohkan sama Kirana oleh mama kamu. Jadi lebih baik kamu jujur saja sama bapak, kenapa kamu mau menikahi Kirana, padahal kamu tidak mencintainya." ucap pak Andre, yang membuatku sedikit tertunduk.
"aku.. aku terpaksa, pak. Aku tak bisa lagi menolak keinginan mama.." balasku dengan suara sedikit parau.
"tapi apa kamu bahagia sekarang? Dengan pernikahanmu?" pak Andre bertanya kembali.
"aku.. aku tidak tahu, pak. Aku hanya mencoba menjalani apa yang sudah menjadi takdir ku. Aku hanya ingin membuat mama bahagia.." balasku lirih.
"tapi nyatanya, setelah hampir satu tahun pernikahan kalian, Kirana belum juga kunjung hamil. Hal itu tentu saja tidak bisa membuat mama kamu bahagia. Bukankah yang ia inginkan saat ini ialah mendapatkan cucu dari kamu?" ucap pak Andre lagi.
"iya, pak. Tapi rasanya, saat ini aku belum bisa mencintai Kirana. Aku justru sekarang lebih memikirkan orang lain.." balasku sedikit keceplosan.
"memikirkan orang lain? maksud kamu, kamu memikirkan perempuan lain, selain Kirana?" tanya pak Andre terdengar heran.
"bukan, pak." balasku cepat, takut pak Andre salah paham.
"lalu maksud kamu apa?" pak Andre bertanya lagi, berusaha mengungkap kejujuran ku.
"saya bukan memikirkan perempuan lain, pak. Tapi... tapi.. saya justru memikirkan laki-laki lain.." balasku sangat terbata.
"maksudnya kamu ini seorang gay?" pak Andre mengerutkan kening.
"iya, pak... karena itulah... saya jadi telat nikah. Dan kalau bukan karena dijodohkan, mungkin hingga saat ini aku juga belum menikah. Karena saya memang tidak punya ketertarikan pada perempuan." balasku lugas.
"tapi kasihan Kirana nya loh, Jay." ucap pak Andre.
"iya, pak. Saya tahu. Tapi bukankah Kirana juga tahu, kalau aku menikahinya hanya karena terpaksa? Dan mungkin juga pernikahan kami tidak akan bertahan lama. Karena kami tidak saling mencintai. Karena itu juga, aku belum ingin punya anak.." balasku apa adanya.
"lalu siapa laki-laki beruntung yang membuat kamu jatuh cinta itu?" tanya pak Andre tiba-tiba.
"jika aku katakan, apa bapak mau berjanji, untuk bisa merahasiakan hal tersebut?" balasku, sambil sedikit memohon.
Pak Andre napas beberapa kali. Sepertinya ia memang sangat terkejut mendengar semua pengakuan ku barusan. Dan sepertinya ia juga merasa sedikit kecewa.
"Kirana memang bukan anak kandung ku, Jay. Tapi bapak menyayanginya seperti anak bapak sendiri. Jadi, jujur saja, bapak merasa sangat kecewa mendengar semua ini. Tapi bapak tidak bisa menyalahkan kamu sepenuhnya dalam hal ini. Selain karena kamu menikahi Kirana hanya karena dijodohkan, bapak juga sangat mengerti dengan keadaan kamu, Jay." ucap pak Andre akhirnya.
"jika kamu mau jujur tentang semuanya pada bapak, Jay. Bapak janji ini hanya akan menjadi rahasia kita berdua.." lanjut pak Andre kemudian.
Aku menarik napas dalam cukup lama. Kemudian menghembuskannya perlahan.
"laki-laki yang .. aku cintai itu adalah ... bapak..." aku berucap dengan suara berat.
Kali ini pak Andre menatapku tajam. Dia seakan tak percaya dengan apa yang barusan aku ucapkan. Ia kemudian pun berdiri memunggungi ku.
"aku kecewa kamu menikahi Kirana bukan karena cinta. Aku kecewa mendengar pengakuan mu, kalau kamu adalah seorang gay. Namun aku semakin merasa kecewa, mendengar pengakuan kamu, kalau kamu mencintai ku. Itu suatu hal yang sangat memalukan, Jay. Aku ini mertua kamu loh, Jay." suara pak Andre terdengar sedikit meninggi.
"tapi.. pak... aku hanya manusia biasa. Aku tidak bisa menolak hadirnya rasa itu.." balasku pilu.
"jadi itu alasan kamu, mau menikahi Kirana? Agar kamu bisa dekat dengan ku?" tanya pak Andre sedikit sinis.
Saat aku hendak membuka mulut untuk berbicara, tiba-tiba aku mendengar ada suara mobil yang datang di halaman rumah. Aku kembali menutup mulut ku. Pak Andre juga berusaha duduk kembali dan menenangkan dirinya.
Beberapa saat kemudian, istriku, Kirana, pun masuk ke dalam rumah bersama ibu mertua ku. Mereka sepertinya sengaja pulang agak cepat, karena khawatir dengan kondisi pak Andre yang sedang sakit.
Pembicaraan ku dengan pak Andre pun terhenti. Kami pun sama-sama berusaha bersikap sewajar mungkin. Berusaha tidak sedang terjadi apa-apa.
Lalu bagaimanakah kelanjutan dari kisah ini?
Mampukah aku mendapatkan pak Andre, mertua ku tersebut?
Temukan jawabannya di part berikutnya ya, atau bisa langsung klik link nya di deskripsi video ini.
Terima kasih sudah menyimak video ini sampai selesai, semoga terhibur.
Sampai jumpa lagi di video berikutnya, salam sayang untuk kalian semua..
****
Part 2
"saya minta maaf, pak.." ucap ku pelan, ketika akhirnya aku punya kesempatan lagi untuk ngobrol berdua bersama pak Andre, ayah tiri istri ku tersebut.
"kamu seharusnya minta maaf sama istri mu, Jay. Bukan kepada saya.." balas pak Andre tajam.
"saya minta maaf, karena telah jatuh cinta kepada pak Andre.." ucapku lagi seakan mengabaikan kalimat bapak mertua ku barusan.
"apa yang kamu harapkan dari semua ini, Jay? Cinta seperti apa yang kamu harapkan?" tanya pak Andre kemudian.
"aku tidak mengharapkan apa-apa, pak. Aku tahu ini salah. Aku tahu, aku tidak pantas punya perasaan pada pak Andre. Tapi... aku hanya ingin pak Andre tahu, kalau aku benar-benar mencintai pak Andre. Terlepas hal itu benar atau salah..." balasku apa adanya.
"dan setelah aku tahu, sekarang kamu ingin aku harus bagaimana? Apa kamu berharap, aku juga mencintai mu?" tanya pak Andre lagi.
"aku juga tidak tahu, apa sebenarnya yang aku harapkan dari semua ini, pak. Aku juga tidak mengerti, mengapa semua ini harus terjadi pada ku. Mengapa aku harus jatuh cinta kepada pak Andre? Dan sejujurnya, iya, aku memang berharap pak Andre juga mencintai ku.." balasku pelan.
"lalu seandainya, jika aku juga mencintai kamu, hubungan seperti apa yang akan kamu harapkan dari sebuah cinta yang terlarang seperti itu? Cinta seperti itu tidak akan sampai kemana-mana, Jay. Itu hanya akan menambah masalah dalam hidup kita. Jadi lebih baik, kamu lupakan saja semuanya." ucap pak Andre kemudian.
"lalu tak berhak kah aku untuk bahagia, pak? Tak berhak kah aku untuk merengkuh cinta yang tumbuh begitu tulus di hati ku? Haruskah aku membunuh semua rasa itu? Yang berarti itu sama dengan aku membunuh jiwa ku sendiri. Dan tidak ingin melakukan hal itu, walau dengan alasan apa pun." balasku pilu.
"ini bukan hanya tentang berhak atau tidaknya, Jay. Tapi ini tentang sebuah realita. Tentang sebuah kenyataan. Kenyataan bahwa cinta seperti itu tidak akan pernah di terima oleh siapa pun. Jadi sebelum semuanya semakin dalam, lebih baik kamu mundur, Jay. Dan belajar lah untuk mencintai istri mu, selagi kamu masih punya kesempatan.." pak Andre berucap dengan bijak.
"mudah bagi pak Andre berkata seperti itu, karena di sini hanya aku yang mengalaminya. Hanya aku yang merasa kan cinta tersebut." ucapku membalas.
"kamu salah, Jay. Kamu hanya belum tahu saja siapa aku sebenarnya." balas pak Andre pelan.
"maksud pak Andre?" tanya ku dengan sedikit mengerutkan kening.
"panjang ceritanya, Jay. Dan mungkin kita butuh waktu lebih lama lagi, untuk kita bisa lebih saling mengenal." balas pak Andre sedikit misterius.
"aku siap mendengarkan cerita pak Andre. Dan kita bisa atur waktu dan tempat yang tepat, agar kita bisa mengobrol lebih lama lagi." ucapku kemudian.
"oke.. kamu kabari aja untuk selanjutnya.." balas pak Andre pelan.
Dan kami pun sepakat untuk mengakhiri pembicaraan kami sore itu. Mengingat sebentar lagi malam akan datang, dan tentu saja ibu mertua dan istri ku akan segera pulang.
****
Seperti kesepakatan kami, pada suatua sore, aku dan pak Andre pun bertemu di sebuah kamar hotel. Bukan apa-apa, sih, hanya agar kami bisa mengobrol lebih bebas aja..
"dulu... aku juga sama seperti kamu, Jay. Aku juga pernah jatuh cinta kepada orang yang salah, bahkan hal itu terjadi berkali-kali dalam hidupku. Awalnya aku juga nekat, aku ingin sekali bisa memiliki orang yang aku cintai. Tapi pada akhirnya aku harus menelan kekecewaan."
"aku pernah beberapa kali sampai pacaran dengan sesama laki-laki. Kami saling mencintai dan saling menyayangi. Namun pada akhirnya semua harus berakhir. Hubungan cinta seperti itu memang tidak akan pernah bertahan lama. Kecuali kita hidup di negara yang memperbolehkan hal tersebut."
"semua laki-laki yang pernah menjadi pacarku, pada akhirnya mereka semua harus menjalankan kodratnya sebagaia seorang laki-laki. Menikah, punya anak dan menjadi seorang kepala rumah tangga."
"berkali-kali aku gagal membangun hubungan cinta dengan sesama lelaki, yang akhirnya membuat aku sadar, kalau hal itu tidak perlu lagi aku perjuangkan. Karena semuanya pada akhirnya, hanya akan bermuara pada sebuah perpisahan. Jadi aku memutuskan untuk menikah."
"asal kamu tahu, Jay. Hingga detik ini aku belum benar-benar bisa mencintai istri ku. Untungnya istri ku sudah punya anak dari hasil pernikahannya dengan suami pertamanya, sehingga aku tidak terlalu di tuntut untuk memberinya keturunan. Meski jujur saja, aku juga ingin punya anak hasil dari jerih payah ku sendiri. Tapi kenyataannya, aku tak pernah berhasil. Hingga akhirnya, aku memilih untuk pasrah."
"aku berhasil menutupi jati diri ku selama bertahun-tahun. Aku berhasil berpura-pura bahagia dengan pernikahan ku. Aku juga tidak pernah lagi mencoba untuk menjalin hubungan dengan laki-laki. Aku berusaha untuk memendam semua keinginan itu. Meski hal itu terkadang tidak mudah. Tapi aku harus bisa. Aku harus berubah. Aku tidak ingin selamanya terjebak pada sesuatu yang sudah jelas-jelas salah.."
"Selama bertahun-tahun, aku berhasil menutupi jejak ku. Namun sekarang tiba-tiba kamu datang, Jay. Kamu datang dengan segala cinta yang kamu persembahkan untukku. Kamu pikir itu mudah bagi ku? Kamu pikir di sini, hanya kamu yang mengalami hal tersebut?"
"sejak awal aku melihat kamu, aku memang sudah mulai tertarik sama kamu, Jay. Namun karena aku sudah menutupi jati diri ku selama bertahun-tahun, karena aku sudan berubah, aku berusaha menganggap perasaanku padamu selama ini, hanya lah sebuah kebetulan belaka. Aku tak ingin memikirkannya."
"sampai akhirnya kamu jujur padaku tentang perasaan mu, Jay. Hal itu justru semakin menggangu pikiran ku. Aku jadi dilema. Antara membiarkan kamu masuk ke dalam hidupku, atau aku tetap bertahan dalam kepura-puraan ku selama ini. Aku jadi bingung, Jay."
"karena itu aku berharap, kamu segera berhenti. Aku ingin kamu membunuh perasaan mu padaku, agar aku lebih mudah membunuh perasaan ku pada mu, Jay. Agar semua ini tidak semakin berlarut-larut. Karena aku sudah tahu pasti kemana semua ini akan bermuara. Semua akan berakhir pada yang namanya perpisahan."
"dan aku benci perpisahan..." pak Andre pun mengakhiri ceritanya.
Aku yang dari tadi mendengarkan dengan seksama semua cerita pak Andre, semua keluh kesahnya, semua kepalsuannya selama ini, hanya bisa terdiam.
Mungkin pak Andre benar. Cinta seperti itu, pada akhirnya hanya akan berakhir dengan sangat menyakitkan. Karena perpisahan adalah pilihan terbaik, untuk sebuah hubungan yang tidak akan pernah di restui oleh siapa pun.
Tapi bukankah pada dasarnya, tidak ada cinta yang abadi di dunia ini, tidak ada hubungan yang akan bertahan selamanya. Pada akhirnya semua memang harus terpisah. Kalau bukan karena perpisahan, mungkin karena kematian.
"jadi pak Andre juga mencintai ku?" tanyaku akhirnya, setelah cukup lama kami hanya saling terdiam.
"jika defenisi cinta adalah mengagumi, maka, iya, aku memang mengagumi mu, Jay. tapi aku tidak pernah berharap bisa memiliki mu." balas pak Andre.
"kenapa?" tanyaku sekedar ingin tahu, padahal aku sudah tahu jawabannya.
"karena hal itu adalah sesuatu yang salah, Jay. Bukan saja karena kita sejenis, tapi juga karena aku adalah mertua mu.." balas pak Andre lagi.
"tapi pak Andre bukan ayah kandung istri ku.." ucapku tanpa sadar.
"lalu apa bedanya? Sampai kapan pun dan dalam keadaan apa pun, kita memang tidak akan bisa menyatu, Jay. Kenapa kamu tidak mau mengerti akan hal itu?" balas pak Andre sedikit sengit.
"karena aku sangat mencintai pak Andre, dan aku selalu percaya selalu ada kesempatan untuk kita bisa bersama, selagi kita benar-benar menginginkannya.." ucapku terdengar yakin.
"kepeercayaan mu itu tidak akan mengubah apa pun, Jay. Aku tidak ingin menghancurkan hidup yang telah aku jalani selama ini." balas pak Andre.
"hidup dalam kebohongan? Hidup dalam kepura-puraan? Apa hidup seperti itu yang pak Andre impikan selama ini?" suaraku sedikit meninggi.
"tapi setidaknya aku tidak menyakiti siapa pun, Jay. Meski aku tidak hidup seperti yang aku inginkan." balas pak Andre terdengar lemah.
"lalu sampai kapan, pak Andre akan menghukum diri sendiri?" tanya ku menghakimi.
"aku tidak sedang menghukum diriku sendiri. Aku hanya mencoba menjalani sebuah realita. Karena aku selalu percaya, kenyataan akan selalu menang dari sebuah mimpi." balas pak Andre sedikit bergetar.
Dan suasana kembali hening. Aku terdiam. Aku tidak tahu, harus berkata apa lagi. Aku tak tahu lagi, bagaimana caranya untuk bisa meyakinkan pak Andre, akan semua mimpi ku tentangnya.
****
Dan waktu pun terus berlalu. Pak Andre masih bertahan dengan semua kepura-puraannya. Sementara aku masih terjebak dengan perasaan ku pada pak Andre.
Sampai beberapa bulan kemudian, sebuah peristiwa tragis terjadi.
Pak Andre mengalami serangan jantung. Ia harus di rawat di rumah sakit selama beberapa hari. Namun ternyata nyawa nya tak bisa terselamatkan. Seminggu di rumah sakit, pak Andre pun meninggal dunia.
Aku terpukul, istri ku juga, apa lagi ibu mertua ku. Namun yang paling berduka akan kehilangan pak Andre adalah diri ku. Hanya saja, aku tidak memperlihatkannya kepada siapa pun. Aku hanya bisa memendamnya.
Sampai aku punya waktu untuk sendirian. Saat itulah aku menumpahkan segalanya. Aku menangis. Pilu. Hatiku hancur. Aku bukan saja kehilangan sosok seorang bapak mertua, tapi aku juga kehilangan sosok orang yang aku cintai.
Aku memang belum bisa memilikinya, tapi setidaknya aku sudah tahu, kalau ia juga mencintai ku. Dan hal itu justru membuat hatiku kian perih.
Ah, mengapa cinta harus datang, hanya untuk sekedar singgah, tidak untuk menetap.
Namun kenyataannya dalam hidup ini, pada akhirnya semua memang harus bermuara pada sebuah perpisahan. Dan perpisahan yang paling menyakitkan adalah perpisahan karena kematian.
Begitulah kisah yang pernah aku alami. Meski cinta ku tak bisa menyatu, namun cinta yang tumbuh di antara aku dan bapak mertua ku, telah mampu menyebabkan luka yang teramat di hatiku.
Kini aku mencoba menjalani hari-hari ku seperti biasa. Aku harus melanjutkan perjuangan bapak mertua ku, yakni hidup dalam kebohongan dan kepura-puraan. Aku tidak tahu, sampai kapan aku akan mampu bertahan hidup dalam kepura-puraan ini. Tapi saat ini, aku memang tidak punya pilihan lain.
Terima kasih sudah menyimak kisah ini dari awal sampai akhir, semoga terhibur.
Sampai jumpa lagi pada cerita-cerita menarik lainnya, salam sayang untuk kalian semua..
****
Komentar
Posting Komentar
Terima kasih