Langsung ke konten utama

Adsense

Karena Nathan juga laki-laki ...

Dengan menaiki sebuah taksi, saya menuju alamat yang tadi di kirim kan mama. Mama memang meminta ku untuk mengantarkan pesanan kue ke rumah salah seorang pelanggannya. Kebetulan hari ini mama sedang menghadiri sebuah acara pesta pernikahan salah seorang temannya. Karena itu ia meminta aku yang mengantar pesanan kue tersebut.

Mama memang memiliki usaha jualan kue secara online di rumah. Usaha itu ia jalankan sudah sejak lama, sudah bertahun-tahun. Setidaknya sejak papa meninggal lima tahun yang lalu. Dari hasil usaha itulah, mama mampu membiayai hidup kami berdua, dan juga untuk biaya aku kuliah.

Papaku meninggal karena kecelakaan. Dulu ia bekerja di sebuah perusahaan kecil. Uang bantuan dari perusahaan dan juga uang asuransi yang mama terima atas kecelakaan yang menimpa papa, mama gunakan untuk modal membuka usaha jualan kue nya.

Sudah lebih dari lima tahun papa meninggal. Saat itu aku masih kelas satu SMA. Sekarang aku sudah kuliah, memasuki tahun kedua. Selama ini aku hanya tinggal berdua bersama mama, karena aku memang anak tunggal.

Taksi yang aku tumpangi berhenti tepat di depan sebuah rumah yang cukup mewah. Setelah cukup yakin, kalau itu adalah alamat yang aku tuju, aku pun segera turun dari taksi tersebut, sambil membayar ongkos yang tertera di argo taksi itu.

Aku melangkah pelan memasuki halaman rumah mewah tersebut. Sesampai di depan pintu, aku memencet bel yang ada di samping pintu. Beberapa saat kemudian, seorang wanita tua membukakan pintu untuk ku.

"cari siapa?" tanya wanita tua itu ramah.

"saya mau mengantarkan kue atas nama ibu Weni." jelasku.

"oh." wanita itu sedikit membulatkan bibir, "ibu Weni nya lagi gak ada di rumah, mas. Tapi saya akan panggilkan tuan Nathan. Tunggu sebentar ya..." ucap wanita itu selanjutnya.

Belum sempat aku menjawab apa-apa wanita tua itu segera berlalu dan masuk ke dalam rumah kembali. Aku menunggu selama beberapa menit. Hingga seorang pemuda muncul di ambang pintu. Ia menatapku cukup lama, sambil ia tersenyum ramah.

"mohon maaf, mama tidak sedang di rumah, tapi tadi ia sudah meninggalkan pesan, untuk mengambil kue ini." ucap pemuda itu ramah.

Aku pun segera menyerahkan kotak yang berisi pesanan kue tersebut, kepada pemuda yang memiliki wajah teduh itu. Pemuda itu segera mengambilnya, sambil menyerahkan beberapa lembar uang, sesuai dengan harga kue tersebut.

"terima kasih.." ucapku, kemudian mulai memutar tubuh untuk pergi melangkah meninggalkan tempat tersebut.

"tunggu!" cegah pemuda itu ringan.

Aku memutar tubuh untuk kembali berhadapan dengan pemuda tersebut.

"ya.. ada apa lagi.." ucapku seramah mungkin.

"oh... gak... gak ada apa-apa..." balas pemuda itu sedikit terbata. Ia terlihat salah tingkah.

Aku mengerutkan kening sejenak, lalu kemudian kembali memutar tubuh dan melangkah pelan meninggalkan rumah mewah tersebut.

****

Pagi itu, seperti biasa aku berangkat kuliah dengan menaiki ojek online. Setibanya di kampus aku segera menuju kantin, karena aku memang sengaja tidak sarapan dari rumah.

Saat sudah berada di kantin, tiba-tiba seorang pemuda menghampiri ku.

"kamu yang mengantar kue kemarin kan?" tanya pemuda itu tanpa basa basi, ia sudah duduk di hadapan ku.

Aku hanya mengangguk ringan, setelah untuk sesaat aku menatap pemuda tersebut. Seketika itu juga aku ingat, kalau pemuda itu adalah pemuda yang sama, yang menerima kue kemarin.

"jadi kamu kuliah di sini juga?" ucap pemuda itu lagi, setelah melihat aku hanya mengangguk.

"iya..." balasku singkat.

"jurusan apa?" tanya pemuda itu lagi.

"informatika.." balasku ringan, "kamu?" tanya ku melanjutkan, hanya sekedar ingin tahu.

"saya anak teknik.." ucap pemuda itu dengan nada sedikit bangga.

"oh, ya... kenalkan nama saya Nathan." lanjutnya kemudian, sambil menjulurkan tangannya ke arah ku.

Dengan sedikit ragu aku mencoba menjabat tangan tersebut, "Miko.." ucapku pelan.

"semester berapa?" tanya Nathan kemudian.

"semester enam.." balasku.

"oh... sama dong..." ucap Nathan terdengar akrab.

Aku menatap wajah Nathan beberapa saat. Wajah itu terlihat teduh. Hidungnya cukup mancung. Rahangnya kokoh. Matanya sendu. Tubuhnya terlihat jangkung, tapi cukup kekar. secara keseluruhan Nathan memang terlihat sebagai sosok pemuda yang tampan dan gagah. Saya yakin, banyak cewek-cewek yang antri untuk bisa menjadi pacarnya.

"jadi kamu punya usaha jualan kue?" tanya Nathan, setelah untuk beberapa saat kami terdiam.

"bukan saya, tapi punya mama saya.." jawabku diplomatis.

Nathan terlihat manggut-manggut. Aku kembali menyantap makanan ku. Nathan kemudian pun memesan makanannya. Untuk sesaat kami hanya saling terdiam.

Ngobrol dengan Nathan bagiku adalah sesuatu yang baru. Aku memang jarang berinteraksi dengan teman-teman kampus ku. Untuk beberapa alasan, aku memang cukup pendiam dan sedikit pemalu orangnya. Aku tidak punya banyak teman.

Namun sepertinya Nathan adalah sosok yang ramah, dan juga cukup asyik untuk di ajak ngobrol. Dia juga terlihat sangat supel dan pandai bergaul. Terbukti selama kami berada di kantin tersebut, begitu banyak orang yang menyapanya. Yang artinya, Nathan adalah sosok yang cukup populer di kampus. 

Namun selama ini, aku belum pernah melihatnya. Mungkin karena aku memang jarang bersosialisasi selama berada di kampus ini. Aku lebih banyak menghabiskan waktu di perpustakaan. Aku lebih sering menyendiri.

Berkenalan dengan Nathan hanyalah sebuah kebetulan bagi ku. Karena aku memang tidak terlalu pandai bergaul. Selain itu, aku juga jarang keluar rumah. Selain kuliah, aku gak punya kegiatan lain. Aku lebih banyak menghabiskan waktu di rumah. Membaca buku, atau sekedar bermain game.

****

Sejak perkenalan ku dengan Nathan. Tiba-tiba dunia ku berubah.

Nathan semakin sering menghampiri ku. Kami semakin sering makan berdua di kantin kampus. Nathan juga cukup rajin menemani ku di perpustakaan, meski ia tak benar-benar membaca buku di sana. Nathan juga cukup terbuka padaku. Ia memang suka ceplos-ceplos dan sedikit blak-blakan.

Tiba-tiba saja kami menjadi akrab. Kami jadi sering melakukan banyak hal bersama. Dunia ku yang dulu terasa sepi, kini berubah menjadi penuh warna. Nathan selalu mampu menghiburku dan membuat aku selalu tersenyum.

Sekarang aku lebih banyak menghabiskan waktu bersama Nathan. Aku jadi jarang di rumah. Karena Nathan semakin sering mengajak ku nongkrong di luar, terutama saat sepulang kuliah.

"kenapa kamu sekarang jadi sering pulang malam sih, Miko?" tanya mama suatu malam, saat aku baru saja pulang.

"Miko lagi banyak tugas kuliah, ma." balasku beralasan.

"tapi gak mesti harus pulang malam terus, kan? Gak mesti setiap hari juga, kan? Masa' iya mengerjakan tugas kuliah sampai hari minggu juga.." ucap mama.

"yah... Miko juga perlu main-main di luar, ma. Miko juga bosan di rumah terus.." balasku kemudian.

"tapi mama butuh kamu di rumah, Miko. Mama gak bisa mengerjakan semuanya sendirian. Apa lagi pesanan kue mama sekarang lagi banyak. Kamu bantu mama dong.." ucap mama dengan nada mulai meninggi.

"iya, ma. Nanti kalau Miko udah gak sibuk lagi, Miko pasti bantu mama, kok." balasku, hanya sekedar membuat mama merasa puas. Lalu kemudian aku pun melangkah menuju kamarku, meninggalkan mama yang masih sibuk dengan adonan kue nya.

Aku tahu, mama hanya sekedar mengkhawatirkan ku. Ia tak benar-benar membutuhkan bantuan ku. Apa lagi sudah ada bi Ijah yang membantu pekerjaannya. Tapi mungkin mama khawatir aku salah pergaulan dan mangabaikan kuliah ku.

****

"bagaimana kalau kita ngobrol nya di rumah ku aja, Nat?" ucapku kepada Nathan sekedar menawarkan.

"emangnya aku boleh main ke rumah kamu?" tanya Miko balik.

"ya, bolehlah, Nat. Lagi pula mama ku selalu khawatir, jika aku selalu pulang malam. Jadi kalau kita di rumahku, mama ku pasti senang." jelasku kemudian.

"oke... saya setuju..." balas Nathan santai.

Siang itu, setelah selesai kuliah, aku dan Nathan pun pulang menuju ke rumah ku, dengan menaiki mobilnya. Nathan memang selalu membawa mobil ke kampus. Nathan memang anak orang kaya. Dia merupakan putra bungsu dari seorang pengusaha kaya.

Dua kakaknya perempuan, satu sudah menikah dan bekerja di perusahaan papanya, satunya lagi sedang kuliah s2 di luar negeri. Nathan tidak punya saudara laki-laki. Setidaknya begitulah hal yang aku ketahui tentang Nathan.

Sesampai di rumahku, aku pun memperkenalkan Nathan pada mama, sebagai teman kampus ku. Mama cukup heran sebenarnya. Karena selama ini, aku belum pernah sekali pun membawa teman ke rumah kami.

"tumben.." ucap mama pelan, saat Nathan sudah ku persilahkan masuk ke kamar ku, sementara aku mengambil minuman dingin di kulkas.

"tumben apa sih, ma?" tanya ku pura-pura tidak paham.

"belum pernahl loh sebelumnya, kamu mengajak teman mu bermain di rumah." balas mama.

"Miko kan jarang punya teman, ma. Mama juga tahu itu kan? Jadi gak apa-apa kan, kalau sekali-kali Miko ngajak teman ke rumah?" ucapku.

"ya.. gak apa-apa, sih. Mama malah suka. Dari pada kamu keluyuran gak jelas di luar sana. Mama hanya takut kamu salah pergaulan Miko. Selama teman mu anak baik-baik, mama gak masalah.." balas mama kemudian.

"mama tenang aja. Nathan anak baik-baik, kok." ucapku, sambil mulai melangkah menuju kamarku.

"jadi kamu hanya tinggal berdua sama mama kamu di rumah ini?" tanya Nathan saat aku sudah berada di dalam kamar.

"iya, setidaknya sejak papa ku meninggal lima tahun yang lalu." balasku, sambil mulai duduk di samping Nathan di atas ranjang.

"dan kamu belum pernah pacaran sama sekali?" tanya Nathan kemudian.

"seperti yang pernah aku katakan, Nat. Aku belum pernah pacaran." balasku apa adanya.

"rugi dong, punya wajah tampan, tapi belum pernah pacaran." ucap Nathan sedikit menekan suara.

"yah... gak apa-apa, Nat. Aku juga gak terlalu memikirkan hal tersebut." balasku.

"lalu bagaimana dengan kamu sendiri, Nat? Sudah berapa banyak cewek yang pernah kamu pacari?" tanya ku melanjutkan.

"gak banyak sih, Mik. Tapi yang pasti aku pernah pacaran." jelas Nathan.

"lalu sekarang siapa pacar kamu?" tanyaku lagi sekedar ingin tahu.

"sekarang pacarku cuma kamu, Miko." balas Nathan dengan nada sedikit menggoda.

"ah, kamu bisa aja, Nat. Emangnya kamu mau punya pacar seorang cowok?" ucapku sedikit bertanya. Entah apa maksud dari pertanyaanku tersebut. Aku juga tidak mengerti mengapa aku tiba-tiba bertanya seperti itu. Entah hanya untuk sekedar membalas ucapan Nathan barusan, atau sebenarnya aku benar-benar ingin tahu.

"kalau kamu nya mau, kenapa gak.." balas Nathan, kali ini terdengar sedikit serius.

Aku menatap Nathan tiba-tiba. Perasaan ku jadi tak karuan. Jika Nathan benar-benar serius dengan ucapannya, berarti ada yang salah diantara kami berdua. Tapi jika Nathan hanya bercanda, kenapa hatiku tiba-tiba berdebar-debar tak menentu.

Lalu bagaimana dengan perasaan ku sendiri terhadap Nathan selama ini?

Apa yang sebenarnya aku rasakan selama bersama Nathan, mengingat aku selalu betah saat bersamanya?

Benarkah sebenarnya diam-diam aku telah jatuh cinta kepada Nathan?

Lalu bagaimana pula dengan Nathan? Seriuskah ia dengan ucapannya tersebut?

Mungkinkah kami telah sama-sama jatuh cinta? Atau itu semuanya hanyalah imajinasi ku saja?

Simak semua jawabannya di part berikutnya ya, tentu saja masih di channel yang sama atau bisa langusng klik link nya di deskripsi video ini.

Terima kasih sudah menyimak video ini sampai selesai, semoga terhibur.

Sampai jumpa lagi di video selanjutnya, salam sayang untuk kalian semua.

****


 Part 2

Nathan menatapku dengan mata sendu nya, yang tiba-tiba saja terlihat indah bagiku. Jantung ku berdetak kencang, lebih kencang dari biasanya. Aku terpaku.

"kamu kok jadi sumringah gitu, Miko? Apa kamu juga suka sama saya?" ucap Nathan penuh tanya, atau penuh harap.

"juga?" tanya ku heran, "apa itu berarti sebenarnya kamu menyukai saya?" lanjut ku mencoba menebak apa yang Nathan harapkan sebenarnya.

"kalau benar aku menyukai kamu? Kamu gak marah, kan?" balas Nathan sedikit bertanya, atau hanya sekedar ingin tahu tentang perasaanku yang sebenarnya.

"kenapa aku harus marah?" tanyaku tanpa sadar.

"yah... karena kita berdua sama-sama tahu, jika aku menyukai kamu lebih dari sekedar sahabat, itu jelas sebuah kesalahan.." ucap Nathan terdengar hati-hati.

"oke... terlepas hal itu salah atau benar, sekarang aku ingin kamu jujur, tentang perasaan mu yang sebenarnya padaku, Nat.." ucap ku membalas.

Entah apa yang aku harapkan dari semua itu. Jika benar Nathan menyukai ku lebih dari sekedar sahabat, lalu bagaimana dengan perasaan ku yang sebenarnya?

"sejujurnya... sejak pertama kali bertemu kamu, aku memang sudah tertarik sama kamu, Miko. Dan ketika akhirnya kita bisa menjadi sahabat, aku semakin yakin, kalau aku sebenarnya telah jatuh cinta sama kamu. Aku bahagia bisa dekat dengan kamu, Miko. Tapi aku juga takut, kalau kamu akan menjauhi ku, jika kamu tahu perasaanku yang sebenarnya."

"namun semakin hari, aku semakin tidak bisa menahan perasaan ku. Aku semakin mencintai kamu, Miko. Karena itu, aku berusaha untuk selalu ada buat kamu. Aku tak bisa jauh-jauh dari kamu, Miko. Aku harap kamu tidak membenci ku karena itu." cerita Nathan akhirnya.

Aku terkesima. Aku sudah bisa menduga hal itu dari awal. Tapi tetap saja, aku merasa hal itu sesuatu yang tidak wajar. Jelas hal itu sebuah kesalahan. Tapi...

Dulu... ketika SMP, aku memang pernah jatuh cinta dengan seorang gadis teman sekelas ku, semacam cinta monyet. Aku bahkan sempat pacaran, dengan gadis teman sekolah ku itu. Tapi hubungan kami hanya bertahan selama beberapa bulan. Sejak hubungan ku itu berakhir, aku tak pernah lagi pacaran.

Namun saat memasuki masa SMA, setidaknya sejak ayahku meninggal, aku mulai sering merindukan sosok laki-laki dewasa dalam hidupku. Aku jadi sering mengkhayalkan sosok laki-laki yang menarik perhatian ku. Mulai dari kakak senior ku, atau guru olahraga ku, dan juga satpam di tempat aku sekolah.

Hingga aku kuliah, hal itu terus terjadi. Aku pernah jatuh cinta pada salah seorang dosen ku di kampus ku. Tapi semuanya itu hanya ada dalam angan ku. Aku tak pernah berani untuk mendekati setiap laki-laki yang aku suka, karena aku tahu kalau hal itu jelas sebuah kesalahan.

Namun sekarang, tiba-tiba Nathan datang. Ia berusaha mendekati ku dan kami pun menjadi akrab. Aku merasa nyaman saat bersama Nathan. Namun karena ia sebaya dengan ku, aku tidak terlalu memikirkan kedekatan kami.

Aku menganggap Nathan hanya sebagai sahabat. Meski sebenarnya aku juga merasa bahagia bisa dekat dengannya. Karena selain Nathan orangnya baik, tampan dan gagah, serta juga sangat ramah. Aku juga sangat jarang punya teman dekat. Jadi, kedekatan ku dengan Nathan mampu menghiasi hari-hari ku dengan segala keindahannya.

Aku bahagia punya sahabat seperti Nathan. Aku merasa tenang saat bersamanya. Tapi aku tidak yakin, kalau apa yang aku rasakan tersebut adalah cinta.

****

"kenapa kamu diam, Miko?" tanya Nathan tiba-tiba, "kamu jijik ya mendengarnya?" lanjutnya.

Aku menatap kembali wajah tampan itu. Nathan begitu blak-blakan mengungkapkan perasaannya padaku. Dan aku merasa tak tega menolaknya, meski pun hatiku sendiri belum yakin dengan perasaan ku terhadap Nathan.

"ah, gak, kok. Nat. Aku gak merasa jijik. Aku justru senang mendengarnya. Karena ... karena aku... juga suka sama kamu, Nat.." balasku akhirnya dengan sedikit terbata.

"kamu... kamu serius, Miko?" tanya Nathan setengah tak percaya.

"iya, aku serius, Nat. Aku juga suka sama kamu.." balasku pelan.

"jadi... apa kamu mau menjadi pacar ku?" tanya Nathan kemudian.

"iya, aku mau, Nat.. tapi aku ingin tahu dulu peran mu apa dalam hal ini?" balasku, berusaha meyakinkan diriku sendiri, kalau keputusan ku untuk menerima cinta Nathan bukanlah sebuah kesalahan.

"aku T..." balas Nathan singkat.

"lalu apa kamu pernah melakukan peranmu tersebut sebelumnya?" tanyaku lagi.

"pernah sih, beberapa kali. Tapi itu dulu. Sekarang sudah tidak pernah lagi. Sudah lebih dari setahun, aku tidak lagi b3rhubung4n dengan laki-laki. Sekarang aku pengen menjalin hubungan yang serius. Dan sejak aku jatuh cinta sama kamu, aku semakin yakin, kalau kamu adalah pelabuhan terakhir ku, Miko." jelas Nathan cukup terbuka.

"lalu bagaimana dengan kamu, Miko? Peran kamu apa? Dan sudah berapa kali kamu melakukannya?" tanya Nathan kemudian, setelah ia terdiam beberapa saat.

"aku... aku.. belum yakin peran ku apa, Nat. Karena aku memang belum pernah pacaran dengan laki-laki sebelumnya. Tapi kadang aku sering mengkhayal, kalau aku punya pacar cowok, aku pengen selalu jadi B." balasku sangat pelan.

"berarti kita cocok dong.." ucap Nathan dengan nada riang.

"iya... semoga saja kita bisa cocok dalam segala hal, Nat." timpalku ringan.

"aku sangat bahagia saat ini, Miko. Aku benar-benar mencintai kamu.." ucap Nathan terdengar tulus.

"aku juga mencintai kamu, Nat." balasku, meski hatiku belum sepenuhnya mengakui hal tersebut.

Mendengar hal itu, tiba-tiba Nathan mendekati ku.

"kamu.. kamu mau ngapain, Nat?" tanyaku gugup.

"aku mau memainkan peran ku sebagai T bersama kamu, Miko..." ucap Nathan terdengar mesra.

"tapi... tapi aku belum siap untuk hal itu, Nat. Aku belum mau melakukannya. Aku masih butuh waktu.." balasku sedikit bergetar.

"kalau kamu benar-benar mencintai ku, kamu harusnya gak perlu lagi merasa ragu untuk melakukannya dengan ku, Miko. Kita kan sama-sama saling mencintai..." ucap Nathan sambil terus berusaha mendekati ku.

"apa cinta harus di buktikan dengan hal itu?" tanya ku, masih berusaha menghindar.

"yah... gak juga, sih. Tapi aku sangat menginginkan kamu, Miko.." balas Nathan, perlahan ia mulai diam kembali.

"iya.... aku ngerti, Nathan. Tapi jangan sekarang, ya... Aku benar-benar belum siap. Lagi pula mama ku juga sedang di rumah. Aku takut, nanti mama mendengarnya...." ucapku berusaha membuat Nathan membatalkan keinginannya tersebut. Setidaknya untuk saat ini.

"baiklah, Miko. Kalau kamu memang belum benar-benar siap, aku gak akan memaksa kamu. Tapi setidaknya sekarang, aku sudah tahu, bagaimana perasaan mu padaku..." balas Nathan akhirnya, dengan nada sedikit kecewa.

Dan aku merasa sedikit lega.

Aku bukanya gak mau melakukan hal tersebut bersama Nathan. Secara fisik Nathan adalah sosok yang sangat menarik. Aku bisa membayangkan, betapa indahnya melakukan hal tersebut bersama Nathan.

Tapi bukan itu tujuan ku menerima cinta Nathan. Aku hanya tidak ingin membuat ia kecewa. Aku tidak ingin ia pergi menjauh dari ku, jika aku menolaknya. Aku selalu ingin menghabiskan waktu berdua bersama Nathan. Terlepas apa pun status kami saat ini.

****

Sejak berpacaran, aku dan Nathan semakin dekat dan lengket. Kemana-mana kami selalu berdua. Kami semakin sering menghabiskan waktu bersama. Nathan juga semakin sering bermain di rumahku. Kehadirannya juga di sambut dengan baik oleh mama ku.

Nathan memang cukup pandai memikat hati mama. Terlihat sekali mama sangat menyukainya. Mereka juga mulai terlihat akrab, dan aku turut merasa senang akan hal itu. Karena jika mama bisa dekat dengan Nathan, artinya Nathan semakin bebas bermain di rumah ku.

"sudah dua belum lebih kita pacaran, Miko. Tapi aku bahkan belum bisa mengecup pipi mu." keluh Nathan suatu siang di kamar ku.

"kamu sabar ya, Nathan." balasku, "dengan hanya saling tatap seperti ini saja, aku sudah merasa bahagia.." balasku apa adanya.

Aku memang mulai jatuh cinta sama Nathan. Dari hari ke hari perasaan ku terus berkemang terhadap Nathan. Aku semakin bahagia menjalani hari-hari bersamanya. Tapi untuk melakukan hal yang lebih dari sekedar saling tatap, aku masih ragu. Aku tidak ingin menodai cinta indah kami, dengan melakukan hal tersebut.

Aku takut, jika kami melakukannya sekarang, justru akan membuat kami lebih cepat merasa bosan. Yang pada akhirnya hanya akan membuat hubungan kami kandas. Dan aku belum siap kehilangan Nathan untuk saat ini.

"tapi aku juga ingin membuktikan cinta ku padamu, Miko.." ucap Nathan membalas ucapanku barusan.

"dengan kamu terus bersama ku seperti sekarang ini, itu sudah cukup membuktikan semuanya, Nat. Kamu tak perlu membuktikan apa-apa lagi pada ku.." balas ku ringan.

"tapi cinta tidak cukup hanya dengan kata-kata, Mik. Cinta juga butuh sesuatu yang nyata. Sesuatu yang lebih dari sekedar saling tatap, dan saling mengungkapkan perasaan. Cinta juga butuh tindakan yang lebih, Miko. Kamu paham kan maksud ku?" ucap Nathan penuh harap.

Kadang aku memang merasa tidak tega melihat Nathan seperti itu. Aku juga kadang berpikir untuk segera melakukan hal tersebut bersama Nathan. Aku juga ingin membuktikan cinta ku padanya. Bukan hanya lewat kata-kata, tapi juga lewat sebuah tindakan nyata.

"aku akan bersedia melakukan hal tersebut bersama kamu, Nat. Tapi bukan di sini. Bukan di rumah ku." ucapku akhirnya, tak tega melihat wajah penuh harap milik Nathan.

"lalu kamu mau kita melakukannya dimana?" tanya Nathan cukup antusias.

"terserah kamu. Tapi yang pasti bukan di sini.." balasku pelan.

Untuk sesaat Nathan terdiam. Ia terlihat sedang memikirkan sesuatu.

"bagaimana kalau di rumah ku aja?" tawarnya akhirnya.

"kamu yakin kita aman melakukannya di sana?" tanya ku dengan nada khawatir.

"iya.... aku yakin, Mik. Di rumah ku lebih aman. Karena mama dan papa sangat jarang berada di rumah. Mereka lebih banyak menghabiskan waktu di tempat kerja. Para pembantu ku juga punya tempat tersendiri di belakang rumah. Mereka juga tak akan berani mengganggu kebersamaan kita." ucap Nathan cukup yakin.

"ya udah... jadi kapan kamu akan mengajak aku ke rumah mu?" tanyaku kemudian.

"bagaimana kalau nanti malam?" tawar Nathan.

"kalau malam aku agak susah keluar rumah, Nat. Mama ku pasti tidak akan mengizinkannya..." balasku ragu.

"udah... kamu tenang aja. Biar aku yang ngomong sama mama kamu. Jika beliau tahu, kamu di rumahku, beliau pasti tidak akan melarangnya.." ucap Nathan meyakinkan ku.

Mengingat kedekatan Nathan dan mama ku selama ini, aku cukup yakin, kalau Nathan pasti bisa membujuk mama, untuk memberi aku izin menginap di rumah Nathan.

"oke... terserah kamu aja, Nat. Selama hal itu bisa membuat kamu bahagia.." ucapku akhirnya terdengar pasrah.

Dan begitulah, Nathan pun berusaha meminta izin kepada mama, untuk mengajak aku menginap di rumahnya. Meski terlihat cukup berat, mama pun akhirnya memberi izin padaku.

"terima kasih, tante.." ucap Nathan kepada mama yang masih terlihat bimbang.

Selama ini aku memang belum pernah menginap di rumah siapa pun sebelumnya. Mama selalu merasa khawatir. Aku biasanya hanya bisa keluar di malam hari, hanya sampai jam sepuluh malam. Itu pun masih sering di telpon mama.

Tapi entah mengapa, sekarang mama dengan begitu mudahnya memberi izin padaku untuk menginap di rumah Nathan.

Ah, Nathan memang cukup hebat untuk merebut hati mama dan juga hati ku..

Lalu seperti apakah pergelaran ku dengan Nathan akhirnya? Mengingat itu adalah pertama kalinya bagiku.

Dan bagaimana pula kisah cinta kami selanjutnya? Mungkinkah hubungan kamu akan bisa bertahan lebih lama lagi? Setelah Nathan berhasil mendapatkan semuanya dari ku?

Simak kelanjutan kisah ini di channel ini ya, atau bisa langusng klik link nya di deskripsi video ini.

Terima kasih sudah menyimak video ini sampai selesai, semoga terhibur.

Sampai jumpa lagi di part berikutnya, salam sayang untuk kalian semua..

****


Part 3

"aku sangat mencintai kamu, Nathan." ucapku penuh perasaan. Saat akhirnya kami sudah berada di rumah Nathan, tepatnya di dalam Nathan yang luas dan mewah. Terdapat kamar mandi di dalamnya dengan perabiotang yang pastinya mahal.

"aku juga sangat mencintai kamu, Miko." balas Nathan terdengar mesra di telinga ku.

"mau kah kau berjanji untuk tidak akan pernah meninggalkan ku, Nat?" ucap ku lagi.

"aku tidak akan pernah meninggalkan kamu, Miko. Walau apa pun yang akan terjadi.." balas Nathan tegas.

Untuk sesaat kami pun hanya saling tatap. Saling tatap penuh rasa kagum. Tak ku sangka aku akan bisa punya pacar seorang laki-laki sesempurna Nathan. Aku merasa sangat beruntung dan sangat bahagia.

"aku merasa sangat beruntung bisa memiliki kamu, Nat. Bagi ku, kamu adalah satu-satunya laki-laki yang aku cintai saat ini. Meski ini semua tidak akan mudah..." ucapku pelan.

"mengapa kamu mengatakan kalau ini tidak akan mudah?" tanya Nathan membalas.

"yah... seperti yang kita berdua tahu, hubungan kita ini tidak akan mendapat restu dari siapa pun, terutama dari keluarga kita. Dan sampai kapan pun, hubungan kita hanya lah akan menjadi sebuah rahasia.." balas ku terdengar lirih.

"kita tidak usah memikirkan hal itu saat ini, Miko. Yang penting kita nikmati saja, setiap kesempatan yang ada. Selagi kita berdua bisa selalu bersama-sama, itu sudah cukup membuat aku bahagia." ucap Nathan lugas.

Nathan menggenggam tangan ku erat. Tangan itu terasa hangat. Sehangat cinta yang tumbuh diantara kami berdua. Perlahan Nathan pun mulai mendekat. Debaran di jantung ku pun semakin tak karuan. Biar bagaimana pun, Nathan adalah pacar pertama ku, dan aku berharap, dia juga akan menjadi pacar terakhir ku.

Malam itu, untuk pertama kalinya aku dan Nathan mel4kukan hal tersebut dengan penuh perasaan. Sungguh sebuah kesan yang sangat indah bagi ku. Kesan yang tidak akan pernah aku lupakan seumur hidupku.

*****

Hari-hari pun terus berlalu. Cinta diantara kami kian tumbuh dengan indah. Aku benar-benar merasa bahagia dengan semua itu. Hanya saja kadang aku merasa sedikit kecewa, karena hubungan kami benar-benar hanya sebuah rahasia. Di mata orang-orang kami hanyalah dua orang sahabat. Tak lebih.

"kamu tahu gak, kalau Nathan dan Andini akhirnya jadian?" celetuk Defri, salah seorang teman sekelas ku, suatu pagi di kantin kampus.

Aku menatap Defri beberapa saat, "kamu tahu dari mana?" tanya ku penasaran.

"emangnya kamu gak mengikuti Andini di instagram nya?" balas Defri.

Aku hanya menggeleng ringan.

"Andini sudah mengakui hal tersebut di instagram nya. Lihat aja photo mereka berdua, terlihat mesra kan?" ucap Defri lagi, sambil memperlihatkan photo Nathan yang sedang merangkul Andini dengan mesra.

Deg! Jantung ku terasa mau copot saat itu. Melihat kemesraan Nathan dan Andini di photo tersebut membuat aku benar-benar merasa sakit.

"kenapa kamu jadi tiba-tiba peduli dengan hal itu?" tanya ku mencoba mengalihkan pembicaraan. Aku juga tidak mau kalau Defri melihat kekecewaan ku.

"aku bukannya peduli, tapi bukankah kita sama-sama tahu, kalau Andini adalah idola di kampus ini. Semua orang mengenalnya. Banyak cowok berusaha mendekatinya, tapi ternyata Andini malah memilih Nathan..." balas Defri ringan.

"tapi kalau di lihat-lihat mereka berdua memang cocok sih. Yang satu cantik dan yang satunya lagi juga tampan." lanjut Defri. Kalimat itu seakan sengaja memanas-manasi ku. Aku terbakar rasa cemburu.

"kamu kok reaksi nya gitu? Kayak gak suka gitu. Kamu cemburu ya?" ucap Defri kemudian, melihat raut muka ku yang tentu saja tiba-tiba berubah, karena menahan rasa sakit hati ku.

"gak, kok. Ngapain juga aku cemburu?" sela ku membela diri.

"yah... siapa tahu, kamu juga suka sama Andini.." ucap Defri lagi.

"ya gak lah. Andini bukan tipe ku.." balas ku asal.

"tapi masa' iya kamu gak tahu kalau mereka jadian? Bukankah akhir-akhir ini, kamu sama Nathan cukup dekat? Nathan gak pernah cerita emangnya?" ucap Defri penuh tanya.

"itu bukan urusan ku, Def. Mau mereka pacaran atau gak, bagi ku itu gak penting.." balasku tiba-tiba ketus.

"kamu kok jadi sewot gitu sih? Santai aja kali..." ucap Defri terlihat heran.

Duh, Defri! Andai saja kamu tahu, kalau aku dan Nathan bukan hanya sekedar dekat, tapi kami juga sudah berpacaran selama berbulan-bulan. Dan sekarang Nathan justru jadian dengan Andini. Ah, betapa sakitnya semua itu bagi ku. Aku merasa dikhianti.

Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, aku pun pergi meninggalkan Defri yang masih menatapku penuh tanya. Tapi aku tak peduli. Aku harus segera menemui Nathan. Aku butuh penjelasan.

Namun sebelum aku sempat keluar dari kantin, dari kejauhan aku bisa melihat Nathan sedang berjalan beriringan bersama Andini menuju kantin. Mereka terlihat mengobrol dengan mesra. Aku segera mencari jalan lain, agar aku tidak berpapasan dengan mereka berdua.

****

"aku mau ngomong.." ucapku sedikit ketus, saat akhirnya aku berhasil mengajak Nathan mampir di rumah ku, sepulang kuliah.

"tumben, kamu minta izin dulu kalau mau ngomong, biasanya langsung nyerocos aja..." balas Nathan terlihat santai. Tak sedikit pun raut merasa bersalah ada di wajahnya.

"tapi ini penting, Nat.." ucapku lagi.

"ya udah... kamu ngomong aja.. emang mau ngomong apa sih, serius amat..." balas Nathan masih dengan gaya sok cool nya.

"kamu pacaran sama Andini?" tanya ku akhirnya tanpa basa-basi lagi. Aku memang harus tahu hal tersebut.

Kali ini, Nathan menatapku dengan mimik serius.

"kamu tahu dari mana?" tanya nya.

"dari mana aku tahu itu tidak penting, Nat. Yang penting itu, kamu jawab pertanyaan ku dengan jujur." suara ku sedikit meninggi.

"kalau iya emang kenapa?" balas Nathan keras.

Hancur rasa hatiku mendengar kalimat tersebut.

"kamu masih nanya kenapa?" ucapku menguatkan diri, "aku ini pacar kamu, Nat. Kenapa kamu masih menjalin hubungan dengan orang lain?" lanjut ku, suara ku makin meninggi.

"kamu dan Andini itu adalah dua hal yang berbeda, Miko. Aku pacaran sama kamu, karena aku memang mencintai kamu. Tapi aku pacaran dengan Andini, ya karena aku juga butuh status." jelas Nathan masih terdengar pelan.

"tapi aku tidak rela kamu berpacaran dengan orang lain, Nat. Sekali pun itu dengan seorang cewek.." timpal ku cepat.

"aku ini cowok populer di kampus, Miko. Jika aku berstatus jomblo, ya.. harga diri ku bisa jatuh. Jadi mau tidak mau, aku memang harus punya pacar yang bisa aku pamerkan." ucap Nathan, nadanya mulai sedikit meninggi.

"tapi itu bukan alasan buat kamu untuk mengkhianati cinta kita, Nat." ucapku tegas.

"aku tidak mengkhianati kamu, Miko. Aku tetap mencintai kamu. Utuh. Tak sedikit pun hati ku aku bagi dengan siapa pun, tidak juga untuk Andini. Tapi seperti yang aku katakan, aku juga butuh status." bantah Nathan keras.

"lagi pula, dengan aku punya pacar seorang cewek, orang-orang tidak akan mencurigai kedekatan kita selama ini, Miko. Kamu pikir ini mudah bagi ku.." lanjut Nathan lagi.

Pikiran ku jadi kacau tiba-tiba. Sebagai orang yang sangat mencintai Nathan, tentu saja aku tidak rela harus berbagi dirinya dengan siapa pun, walau dengan alasan apa pun. Namun alasan Nathan juga cukup masuk akal, meski itu sangat menyakiti hati ku.

"tapi kenapa kamu tidak ngomong dulu sama aku, tentang hal ini, Nat?" tanya ku akhirnya.

"apa bedanya sih, Miko? Kalau pun aku ngomong dari awal, kamu pasti juga akan marah pada ku, kan?" balas Nathan mulai pelan.

"ya jelas beda lah, Nat. Jika kamu ngomong hal ini dari awal, mungkin aku bisa mengerti. Tapi sekarang, aku terlanjur kecewa sama. Tiba-tiba saja aku tidak yakin, kalau kamu benar-benar mencintai ku." ucapku kemudian.

"kamu jangan ngomong dong, Miko. Sampai saat ini aku masih sangat mencintai kamu." sela Nathan tegas.

"jika kamu memang benar-benar mencintai ku, kamu harus mengakhiri hubungan mu dengan Andini." ucapku berusaha setegas mungkin.

"ya jelas gak mungkin lah, Miko. Kamu jangan membuat hal ini semakin rumit.." timpal Nathan.

"kenapa gak mungkin? Jika kamu memang mencintai ku, kamu harusnya bisa menghargai perasaan ku. Kamu harusnya bisa membuang ego mu tentang status mu itu. Kamu harusnya lebih mementingkan aku dari pada status mu itu." ucapku kembali meninggi.

"ini bukan hanya tentang ego ku, Miko." suara Nathan tiba-tiba lemah.

"lalu tentang apa lagi?" tanya ku.

"oke.. sekarang aku jujur sama kamu." balas Nathan, "sebenarnya... aku pacaran dengan Andini, karena orangtua ku sudah mulai curiga dengan kedekatan kita, semenjak kamu sering datang ke rumah, mama ku selalu mempertanyakan tentang kedekatan kita."

"mama juga ingin melihat aku dekat dengan seorang cewek, mama ingin aku punya pacar, agar ia percaya kalau di antara kita tidak ada apa-apa. Dan aku harus membuktikan hal tersebut, Miko. Aku gak ingin mama semakin mencurigai kedekatan kita. Karena itu, aku sengaja memamerkan hubungan ku dengan Andini."

"lagi pula, kalau aku berniat mengkhianati kamu, aku gak mungkin kan mengumbar-umbar hubungan ku dengan Andini di media sosial? Aku melakukan itu agar mama bisa melihatnya, agar mama percaya kalau aku ini masih normal, kalau kita tidak ada hubungan apa-apa, selain hanya sebagai sahabat."

Sekali lagi penjelasan Nathan bagi ku cukup masuk akal. Tapi....

"kalau begitu tinggalkan aku, Nat..."ucapku pelan.

"maksud kamu?" Nathan mengerutkan kening.

"sampai kapan pun, aku tidak akan pernah rela berbagi dirimu dengan siapa pun, walau dengan alasan apa pun. Tapi aku juga sangat mengerti posisi kamu, Nat. Karena itu, mungkin lebih baik kita akhiri saja hubungan kita ini." jelasku terdengar pilu.

"tapi aku tidak ingin melepaskan kamu, Miko. Aku sangat mencintai kamu.. aku mohon, jangan beri aku pilihan sesulit ini..." tiba-tiba suara Nathan terdengar menghiba.

"andai saja, saat ini, kamu yang berada di posisi ku, apa kamu akan bisa menerimanya?" ucapku selanjutnya.

Kali ini Nathan terdiam. Aku tahu, ini pilihan yang sulit bagi kami berdua. Tapi kami memang harus memilih. Dan setiap pilihan, punya resiko yang sama besarnya.

"apa susahnya sih, Miko. Buat kamu merelakan aku tetap menjalin hubungan dengan Andini, yang penting kita masih bisa bersama-sama, yang penting kita masih saling mencintai.." ucap Nathan tiba-tiba.

"aku.. aku hanya takut, kamu akan berubah pada akhirnya, Nat. Aku takut, kamu tidak akan lagi mencintai ku.." balasku lirih.

"sampai kapan pun aku tidak akan bisa berhenti mencintai kamu, Miko. Aku selalu mencintai kamu. Lagi pula, ini hanya bersifat sementara kok. Hanya agar orang-orang tidak mencurigai kedekatan kita." ucap Nathan terdengar yakin.

"maaf, Nat. Jika kamu memang mencintai ku, kamu harus memilih. Mengikuti keinginan orang-orang, atau bertahan bersama ku, walau apa pun resiko nya. Karena dalam kisah ini, bukan hanya kamu yang berkorban, Nathan. Tapi aku juga..." aku berucap dengan nada pilu.

Sebenarnya aku juga tidak rela harus kehilangan Nathan. Tapi aku juga tidak bisa terus menjalin hubungan dengannya, jika Nathan tidak bisa menjadi dirinya sendiri.

Mungkin nasib cinta kami memang harus seperti ini. Nasib cinta yang tak pernah direstui oleh siapa pun. Nasib cinta yang di tentang oleh keadaan.

Nathan pun akhirnya pamit. Ia pulang dengan tanpa memberi keputusan apa pun pada ku. Aku melepaskan kepergian Nathan dengan perasaan berat. Hati ku hancur. Lebih hancur, dari pada saat aku mengetahui, kalau Nathan menjalin hubungan dengan Andini.

Tapi aku harus bisa merelakan Nathan. Merelakannya menjalani hidup, sebagaimana layaknya seorang laki-laki.

Bukankah cinta tidak selamanya harus bersama?

Bukankah cinta sesama jenis, tidak ada yang bertahan lama?

Tidak satu pun, dan tidak akan pernah ada.

Demikianlah kisah cinta singkat ku bersama Nathan. Kisah cinta yang begitu indah bagi ku. Namun semua harus berakhir, karena keadaan. Karena sebuah kenyataan.

Mungkin aku terlihat egois dalam kisah ini. Mungkin akan lebih baik, kalau jalani saja hubungan ku bersama Nathan, dan membiarkannya tetap berpacaran dengan Andini. Setidaknya untuk menutupi hubungan kami yang sebenarnya.

Tapi bukankah hal itu berarti Nathan harus menyakiti perasaan Andini? Nathan harus berpura-pura mencintai Andini, padahal Andini tidak salah apa-apa dalam hal ini. Andini hanya korban. Korban dari keegoisan manusia. Dimana cinta yang di anggap wajar, hanyalah cinta dua orang yang berlawanan jenis.

Andai mereka tahu, bahwa cinta kami juga sangat berharga. Cinta kami juga penting. Tapi siapa yang akan peduli dengan semua itu. Tak ada satu pun, dan tidak akan pernah ada.

Pada akhirnya cinta orang-orang seperti kami, akan tersingkirkan oleh realita kehidupan. Padahal, sebagai manusia, kami juga punya hak yang sama. Hak untuk bisa memiliki orang kami cintai.

Terima kasih sudah menyimak kisah ini dari awal sampai akhir, semoga terhibur.

Sampai jumpa lagi pada kisah-kisah lainnya, salam sayang untuk kalian semua.

****


Simak kisah lainnya :

Mas Baron si pedagang pecah belah

Berondong tampan si tukang parkir

Penjual pisang crispy

OB tampan menggoda hati

Abang penjual es krim

Pesona cowok pantai

Bersama ABK kapal

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita gay : Sang duda tetangga baruku yang kekar

 Namanya mas Dodi, ia tetangga baruku. Baru beberapa bulan yang lalu ia pindah kesini. Saya sering bertemu mas Dodi, terutama saat belanja sayur-sayuran di pagi hari. Mas Dodi cukup menyita perhatianku. Wajahnya tidak terlalu tampan, namun tubuhnya padat berisi. Bukan gendut tapi lebih berotot. Kami sering belanja sayuran bersama, tentu saja dengan beberapa orang ibu-ibu di kompleks tersebut. Para ibu-ibu tersebut serring kepo terhadap mas Dodi. Mas Dodi selalu menjawab setiap pertanyaan dari ibu-ibu tersebut, dengan sekedarnya. Saya dan mas Dodi sudah sering ngobrol. Dari mas Dodi akhirnya saya tahu, kalau ia seorang duda. Punya dua anak. Anak pertamanya seorang perempuan, sudah berusia 10 tahun lebih. Anak keduanya seorang laki-laki, baru berumur sekitar 6 tahun. Istri mas Dodi meninggal sekitar setahun yang lalu. Mas Dodi sebenarnya pindah kesini, hanya untuk mencoba melupakan segala kenangannya dengan sang istri. "jika saya terus tinggal di rumah kami yang lama, rasanya terla

Adik Iparku ternyata seorang gay (Part 1)

Aku sudah menikah. Sudah punya anak perempuan, berumur 3 tahun. Usia ku sendiri sudah hampir 31 tahun. Pernikahan ku baik-baik saja, bahkan cukup bahagia. Meski kami masih tinggal satu atap dengan mertua. Karena aku sendiri belum memiliki rumah. Lagi pula, rumah mertua ku cukup besar. Aku tinggal dengan istri, anak dan kedua mertua ku, serta adik ipar laki-laki yang baru berusia 21 tahun.   Aku bekerja di sebuah perusahaan kecil di kota ini, sebagai seorang karyawan swasta. Gaji ku lumayanlah, cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga kecil kami. Mertua ku sendiri seorang pedagang yang cukup sukses. Dan istri ku tidak ku perbolehkan bekerja. Cukuplah ia menjaga anak dan mengurus segala keperluan keluarga. Aku seorang laki-laki normal. Aku pernah dengar tentang gay, melalui media-media sosial. Tapi tak pernah terpikir oleh ku, kalau aku akan mengalaminya sendiri. Bagaimana mungkin seorang laki-laki bisa merasakan kenikmatan dengan laki-laki juga? Aku bertanya-tanya sendiri mendengar ka

Cerita gay : Nasib cinta seorang kuli bangunan

Namaku Ken (sebut saja begitu). Sekarang usiaku sudah hampir 30 tahun. Aku akan bercerita tentang pengalamanku, menjalin hubungan dengan sesama jenis. Kisah ini terjadi beberapa tahun silam. Saat itu aku masih berusia 24 tahun. Aku bekerja sebagai kuli bangunan, bahkan hingga sekarang. Aku kerja ikut mang Rohim, sudah bertahun-tahun. Sudah bertahun-tahun juga, aku meninggalkan kampung halamanku. Orangtuaku hanyalah petani biasa di kampung. Kehidupan kami memang terbilang cukup miskin. Karena itu, aku hanya bisa sekolah hingga SMP. Setelah lulus dari SMP, aku mulai bekerja serabutan di kampung. Hingga akhirnya aku bertemu dengan mang Rohim, seorang laki-laki paroh baya, yang sudah sangat berpengalaman di bidang pertukangan. Aku ikut mang Rohim merantua ke kota dan ikut bekerja dengannya sebagai kuli bangunan. Sebagai seseorang yang memiliki kehidupan ekonomi yang pas-pasan, aku memang belumm pernah pacaran, sampai saat itu. Apa lagi sejak aku ikut mang Rohim bekerja. Tempat kerja kami y

Iklan google