Namaku Andika. Saat ini aku sudah berusia 21 tahun. Dan aku kuliah di sebuah universitas di kota tempat aku tinggal.
Papa ku seorang manager di sebuah perusahaan swasta. Ibu ku seorang pegawai di sebuah kantor pemerintahan. Secara ekonomi kehidupan keluarga kami cukup mapan.
Aku punya seorang kakak laki-laki yang juga masih kuliah saat ini. Usianya sudah 24 tahun. Aku juga punya seorang adik perempuan yang masih SMA.
Kehidupan keluarga kami cukup harmonis. Jarang ada masalah dalam keluarga kami. Kami adik beradik pun cukup akur. Orangtua kami juga sangat menyangi kami.
Kami tinggal di sebuah perumahan elit di tengah-tengah kota. Rumah yang cukup besar dan luas. Di rumah kami juga ada beberapa orang pembantu yang mengerjakan pekerjaan rumah.
Intinya, kehidupan ku sebenarnya cukup sempurna. Hanya saja dalam kesempurnaan itu, ada satu hal yang selalu menjadi beban bagi ku.
Aku memang terlahir sebagai laki-laki. Aku juga tumbuh sebagaimana umumnya seorang laki-laki. Tidak ada yang berbeda.
Hanya saja, ketika usia ku mulai beranjak remaja, ada perasaan aneh yang tumbuh dalam diri ku. Sebuah perasaan yang aku sendiri tidak tahu dari mana semua itu berasal.
Ya, saat remaja entah mengapa, aku lebih tertarik untuk memikirkan seorang cowok ketimbang cewek. Aku lebih suka memperhatikan cowok-cowok yang ada di tempat aku sekolah, alih-alih mendekati cewek.
Awalnya aku menganggap hal itu biasa saja. Namun lama kelamaan, hal itu terus menghantui ku. Aku bahkan pernah merasa jatuh cinta pada salah seorang cowok, kakak senior ku di sekolah. Entah mengapa, aku tak pernah bisa berhenti memikirkan cowok itu. Aku selalu mengkhayalkannya di setiap malam ku. Aku bahkan berharap bisa memilikinya.
Namun tentu saja, hal itu hanya bisa aku pendam sendiri. Aku tak pernah berani untuk mengungkapkannya. Semua itu hanya ada dalam khayal ku.
Dan hal itu terus terjadi padaku, dari waktu ke waktu, hingga aku tumbuh dewasa dan mulai kuliah. Tapi selama itu, aku tidak pernah berani untuk menunjukkan hal tersebut kepada siapa pun. Hal itu hanya menjadi rahasia untuk diri ku sendiri.
Fantasi ku tentang seorang cowok, selalu menghiasi setiap angan dan mimpi ku. Aku bahkan berharap, suatu saat nanti aku bisa punya seorang cowok yang juga mencintai ku. Meski pun aku sadar, hal itu jelas sangat mustahil bisa terjadi.
Dan beriring dengan kemajuan jaman serta perkembangan teknologi, aku jadi bisa mengekspresikan perasaan aneh ku tersebut. Berawal dari aku mulai mengenal media sosial.
Awalnya, aku menggunakan media sosial, hanya untuk mengikuti perkembangan jaman. Hanya sekedar untuk hiburan semata. Bagi ku, media sosial, hanyalah sebuah tempat pelarian, dari kejenuhan aktivitas nyata yang aku lewati setiap harinya.
Hingga pada suatu saat, aku tanpa sengaja menemukan orang-orang yang punya kesamaan dengan ku, tentu saja melalui media sosial. Bahkan ada beberapa aplikasi yang khusus tempat orang-orang seperti diriku. Aplikasi yang berisi laki-laki yang punya rasa suka kepada sesama jenisnya.
Sejak mengetahui hal tersebut, aku semakin sering berada di dunia maya. Mencari kenalan-kenalan baru, untuk sekedar berbagi pengalaman. Bahkan beberapa kali, aku pernah mencoba bertemu dengan teman-teman media sosial ku tersebut secara langsung.
Pertemuan-pertemuan ku dengan laki-laki yang memiliki perasaan yang sama dengan ku, membuat aku semakin berani untuk mengekspresikan perasaan ku, terutama di media sosial yang memang khusus hanya kaum gay yang menggunakannya.
Aku pernah beberapa kali bertemu dengan laki-laki gay, yang ku kenal melalui media sosial. Meski pun tak semua pertemuan ku itu berakhir dengan baik.
Tapi ada beberapa orang laki-laki gay yang aku temui, cukup membuat aku merasa tertarik. Tapi semua itu hanya bersifat sementara. Kami ketemuan, saling tertarik, lalu saling meluahkan keinginan masing-masing. Dan keesokan harinya, kami akan saling melupakan.
Aku memang belum pernah terikat hubungan apa pun dengan laki-laki gay mana pun. Atau lebih tepatnya, aku belum pernah berpacaran dengan sesama laki-laki, kecuali hanya sebuah cinta satu malam. Dan hal itu sudah cukup memberi aku pengalaman tentang hal tersebut.
Menjalani kehidupan sebagai seorang laki-laki gay, bukanlah hal yang mudah. Kita harus berbaur dan berkumpul bersama orang-orang normal. Kita harus berpura-pura normal seperti mereka, dan itulah yang aku jalani selama ini.
****
Sebagai seorang laki-laki gay juga, aku sebenarnya sudah punya banyak pengalaman. Aku punya banyak kisah dengan para laki-laki gay lainnya.
Namun dari semua kisah itu, ada satu kisah yang ingin aku ceritakan di sini. Kisah yang cukup sederhana sebenarnya, namun kisah itu telah mampu memberi kesan yang tidak akan pernah bisa aku lupakan.
Dan beginilah kisah itu terjadi..
Pada suatu liburan lebaran, aku tinggal sendirian di rumah. Semua pembantu ku sudah pulang kampung. Rutinitas mereka setiap lebaran, yakni mudik ke kampung halaman mereka.
Papa, mama, kakak serta adik ku juga sedang bersilahturahmi dengan para kerabat kami di kota lain. Dan aku tinggal sendirian di rumah untuk menjaga rumah. Sebenarnya hal itu merupakan pilihan ku sendiri. Aku memang kurang suka berkunjung atau pun berbaur dengan para kerabat kami.
Aku lebih suka menghabiskan waktu sendirian, ngobrol dengan teman-teman gay ku di media sosial. Menghabiskan waktu untuk sekedar chattingan dengan mereka yang punya kebiasaan yang sama dengan ku. Saling berbagi cerita dan kadang sedikit curhat sih.
Saat itu siang hari menjelang sore, sekitar jam dua siang. Aku mendengar bunyi suara musik es krim, tepat di depan rumah ku. Bunyi yang sudah sangat aku hafal, bahkan hampir seluruh orang juga tahu bunyi musik es krim tersebut.
Dari sejakaku kecil, aku memang paling suka es krim. Setiap kali mendengar suara es krim lewat di depan rumahku, aku akan segera berlari keluar, untuk membeli.
Mendengar suara tersebut, aku pun bergegas keluar, untuk membeli es krim favorit ku. Sayangnya, abang si penjual es krim yang sedang nongkrong di depan rumah ku itu, bukanlah abang penjual es krim yang biasa, yang sudah menjadi langganannya.
Sepertinya abang penjual es krim ini, baru pertama kali masuk ke perumahan kami ini. Namun aku tetap ingin memanggil abang tersebut. Aku memang lagi pengen minum es krim. Beruntunglah saat itu cukup sepi, tidak ada satu orang pun anak-anak yang datang untuk membeli es krim.
Mengingat saat ini masih masa lebaran, kalau tak salah saat itu, masih hari ke empat lebaran. Tentu saja perumahan kami masih cukup sepi, karena masih banyak yang berada di kampung, atau sekedar berjalan-jalan ke rumah keluarga.
"bang, es krim..." panggil ku pelan.
Abang penjual es krim itu pun menoleh pada ku sambil tersenyum, lalu ia pun memutar motornya untuk masuk ke dalam halaman rumah ku.
"sepi ya.." ucap si abang, saat ia sudah memarkir motor nya tepat di dalam pagar rumah ku.
"iya lah, bang. Ini kan masih suasana lebaran." timpalku, sambil memilih es krim yang aku suka.
"suka rasa apa?" tanya abang itu, sepertinya hanya sekedar basa-basi.
"saya suka semua rasa, bang. Tapi yang paling saya suka biasanya rasa coklat." balasku menjawab.
"kalau rasa yang pernah ada, suka gak?" si abang bertanya lagi dengan nada sedikit bercanda.
"ah, abang bisa aja. Emang ada?" balasku cukup merasa terhibur.
"ya gak ada sih, hanya sekedar ingin mencairkan suasana aja. Soalnya dari tadi saya keliling, tapi baru beberapa saja yang laku, padahal cuaca cukup mendukung." suara abang itu tiba-tiba terdengar lemah.
"ya kan masih suasana lebaran, bang. Orang-orang pada mudik. Lagi pula di rumah mereka mungkin masih banyak kue. Lagian abang kenapa harus jualan saat lebaran seperti ini?" balasku cukup merasa perihatin.
"kalau saya gak jualan, anak istri saya mau makan apa?" abang itu membalas, masih dengan suara lemah.
Tiba-tiba saja saya merasa tersentuh dengan kalimat abang tersebut. Saat orang-orang sedang sibuk menikmati masa lebaran, si abang justru harus tetap bekerja, hanya demi sesuap nasi.
Ah. aku memang baperan orangnya. Hal sesederhana itu saja, bisa membuat hatiku tersentuh.
"jadi es krim nya belum banyak yang laku?" tanyaku akhirnya.
"belum, padahal udah mau sore." jawab si abang terdengar jujur.
"bagaimana kalau aku borong semua es krim nya?" tanya ku menawarkan.
"borong semua? Untuk apa?" tanya si abang sedikit heran.
"ya... buat aku makan lah. Lagian biar dagangan abang cepat habis lah." balasku.
"wah... adik ini baik sekali ya... tapi... saya jadi gak enak.." ucap si abang dengan nada merasa tak enaknya.
"udah... santai aja, bang. Aku juga mau stok es krim di kulkas, soalnya lagi malas keluar, dan aku hanya sendirian di rumah. Lagi pula, aku juga pengen bantu abang." balasku apa adanya.
"baiklah kalau gitu, dik. Makasih banyak ya.." ucap si abang akhirnya, sambil tersenyum manis.
Melihat senyum tersebut, hati ku tiba-tiba bergetar. Ada belahan tipis di dagu si abang, yang membuat ia semakin terlihat manis saat tersenyum.
Ah, aku malah jadi suka sama si abang. Tiba-tiba saja sebuah ide nakal muncul di pikiran ku.
"tapi saya mau minta tolong sama abang." ucapku kemudian.
"tolong apa?" tanya si abang sedikit ragu.
"ya.. tolong bantu aku mengangkut es krim ini ke dalam kulkas.." balas ku.
"oh.." si abang membulatkan bibir, "iya.. pasti aku bantu lah.." lanjutnya pelan.
****
"namaku Andika, bang. Nama abang siapa?" tanya ku, di sela-sela kerja kami mengangkuties krim tersebut ke dalam kulkas yang berada di bagian dapur rumah kami.
Di dapur memang terdapat sebuah kulkas yang memang khusus mama beli tempat kami menyimpan es krim. Mama juga kadang sering membali es krim dalam jumlah banyak di minimarket dan menyimpannya di kulkas tersebut. Karena semua kami yang ada di rumah ini, memang sangat suka makan es krim.
Beruntunglah saat itu, stok es krim dalam kulkas tersebut, sudah tinggal sedikit, jadi semua es krim yang aku borong bisa muat di dalam kulkas tersebut.
"nama saya Harun." jawab si abang pelan.
"oh, bang Harun." timpal ku, "anaknya udah berapa, bang?" lanjutku bertanya.
"udah tiga. Anak saya yang pertama udah kelas tiga SD, yang kedua masih enam tahun, dan yang bungsu masih dua tahun." jelas bang Harun.
"berarti sekarang usia abang berapa?" tanyaku lagi.
"36 tahun." jawab bang Harun singkat.
"wah, berarti abang nikah muda juga ya.." ucapku kemudian.
"gak juga lah. Saya nikah saat usia saya 26 tahun." balas bang Harun.
"iya... itu kan masih cukup muda, bang. Istrinya pasti cantik ya.." timpalku pelan.
"ya.. bagi saya ya cantik. Tapi sekarang hal itu jadi gak penting lagi." balas bang Harun.
"kenapa?" tanya ku heran.
"karena kehidupan kami yang cukup pas-pasan. Kami juga masih tinggal di rumah kontrakan. Kami juga harus membesarkan tiga orang anak. Jadi, fisik bukan lagi menjadi ukuran. Yang penting saat ini, bagaimana kami bisa bertahan hidup dengan kondisi ekonomi yang serba kekurangan." jelas bang Harun getir.
"emangnya istri bang Harun gak kerja?" tanyaku lagi.
"istri saya cuma lulusan SMP, begitu juga saya. Jadi mau kerja apa? Beruntung saya punya kerja jualan es krim, setidaknya kami tidak harus mengemis." balas bang Harun lemah.
Aku pun terdiam, dan kembali sibuk menyusun es krim ke dalam kulkas.
Saat semuanya selesai, aku mengajak bang Harun untuk duduk di ruang tamu, sambil aku suguhkan segelas minuman dingin dan juga beberapa toples kue lebaran.
"makasih ya dik Andika, udah borong es krim saya.." ucap bang Harun, saat ia selesai meneguk minumannya.
"iya, bang. Gak apa-apa. Lagi pula stok es krim di rumah kami juga mulai menipis kan." balasku datar.
"iya.. tapi emang kamu sebegitu sukanya ya sama es krim." tanya bang Harun.
"bukan hanya saya, bang. Semua kami yang ada di rumah ini suka es krim." jelasku.
Suasana hening kembali tercipta. Aku mulai berpikir, bagaimana caranya agar aku bisa menjalankan ide nakal, yang sejak tadi bersarang di benak ku.
"aku bisa minta bantu lagi gak, bang?" tanyaku akhirnya.
"bantu apa lagi?" bang Harun bertanya balik.
"tapi abang jangan marah, ya.." ucapku.
Bang Harun menggeleng ringan. "tenang aja.. aku pasti gak bakal marah.." ucapnya ringan.
"aku mau es krim yang itu.." ucapku sangat pelan, sambil menunjuk ke arah tertentu pada bang Harun. "boleh?" lanjutku ragu.
Sesaat kening bang Harun mengerut. Ia terlihat sedang berpikir. Mungkin ia sedang berusaha untuk memahami maksud dan tujuan kalimat ku barusan.
"dik Andika suka es krim yang .. ini?" tanya bang Harun akhirnya, sambil menunjuk ke arah yang aku tunjuk tadi.
Aku mengangguk sambil tersenyum malu-malu.
Bang Harun terlihat berpikir keras lagi. Kali ini sepertinya lebih keras dari yang tadi. Sementara itu, aku terus menatapai wajah bang Harun.
Wajah itu sebenarnya biasa aja. Tidak terlalu tampan, tapi juga tidak jelek. Namun belahan tipis di dagu, cukup membuat ia menjadi enak di pandang. Selain itu, bang Harun juga memiliki postur tubuh yang cukup atletis. Otot lengannya cukup menonjol.
Rahangnya terlihat kokoh, dengan tonjolan di lehernya yang terlihat maskulin. Dadanya juga bidang. Kulitnya sedikit gelap, namun terlihat bersih.
"dik Andika yakin?" bang Harun mengeluarkan suara juga akhirnya.
"iya, bang. Saya yakin." balasku benar-benar yakin.
"dan jika bang Harun mau, saya akan kasih abang bonus lagi." lanjutku berusaha meyakinkan bang Harun.
"bonus?" sekali lagi dahi bang Harun mengerut.
"iya, bang. Bonus. Uang maksud saya.." balasku berusaha menjelaskan.
"dik Andika mau bayar saya?" tanya bang Harun terdengar seperti meyakinkan dirinya sendiri.
Aku pun mengangguk mantap. Aku yakin, bang Harun tak akan berani menolak tawaran ku. Biar bagaimana pun, aku sudah cukup banyak membantunya. Lagi pula aku juga menawarkan sejumlah uang lagi untuknya.
"tapi... aku... aku gak ngerti caranya.." ucap bang Harun akhirnya, dengan cukup terbata.
"kalau soal itu abang tenang aja. Yang penting bang Harun mau." balasku lugas.
"iya.. aku mau. Asal aku di bayar.." ucap bang Harun masih terdengar ragu.
"bang Harun tenang aja, aku pasti bayar bang Harun." balasku terdengar mantap.
"ya udah... jadi sekarang gimana?" tanya bang Harun kemudian.
"sekarang kita ke kamar ku aja ya, bang." ucapku membalas.
Bang Harun pun mengangguk ringan. Lalu kami pun sama-sama berdiri dan mulai melangkah menuju kamar ku yang berada di lantai atas.
*****
Sesampai di kamar, aku pun mempersilahkan bang Harun untuk duduk di atas ranjang ku. Saat itu hari sudah mulai sore. Sudah sekitar jam 4 sore.
Lalu seperti apakah pertarungan ku dengan bang Harun, si penjual es krim gagah tersebut?
Dan seperti apa pula kelanjutan dari hubungan kami selanjutnya?
Simak kelanjutan kisah ini di channel ini, ya... atau bisa langsung klik link nya di deskripsi video ini.
Terima kasih sudah menyimak video ini sampai selesai, semoga terhibur.
Sampai jumpa lagi di video selanjutnya, salam sayang untuk kalian semua..
****
Part 2
Bang Harun menatapku sambil tersenyum. Senyum itu terlihat semakin manis di mata ku. Aku semakin mengagumi sosok bang Harun. Dan mungkin juga aku telah jatuh hati padanya. Hanya butuh waktu beberapa jam, untuk bisa membuat aku jatuh cinta kepada seorang laki-laki.
Mungkin terdengar berlebihan, tapi begitulah kenyataannya. Aku terpesona dengan dengan segala kesederhanaan yang di miliki bang Harun. Dia begitu gagah dan sangat jantan.
Kesan pertama yang aku rasakan, sesaat setelah kami melakukan sebuah pel4yaran yang indah. Sebuah pel4yaran yang menumbuhkan kesan yang teramat dalam di hatiku.
Tak ku sangka, kalau bang Harun sungguh mahir melakukan hal tersebut. Tak butuh waktu lama baginya, untuk bisa mengerti akan perannya tersebut.
"makasih ya, bang.." ucapku sedikit merasa jengah dengan tatapan sendu milik bang Harun.
"abang yang makasih sama kamu Andika. Kamu sudah sangat membantu saya, dengan memborong semua es krim saya, dan juga menambah bonus untuk hal ini. Serta... saya juga berterima kasih, karena kamu sudah memberikan pengalaman yang indah tadi. Sungguh semua itu sangat berkesan bagi ku. Aku tak menyangka sama sekali, kalau hal itu ternyata sangat indah." balas bang Harun terdengar apa adanya.
"aku juga merasa terkesan, bang. Semua itu memang sungguh indah." ucapku pelan.
Sekali lagi bang Harun pun tersenyum manis.
"jadi ... kapan dik Andika akan membeli dan mencicip es krim saya lagi?" ucap bang Harun kemudian.
"emangnya bang Harun masih mau es krim nya saya cicipi?" ucapku sambil sedikit menekan suara.
"yah, pasti mau lah dik Andika. Abang suka cara kamu mencicipi es krim tersebut. Belum pernah sebelumnya abang merasakan sensasi keindahan seindah tadi." balas bang Harun lugas.
"abang masih mau mencobanya lagi gak, sekarang?" tanya ku memancing.
"emangnya dik Andika masih mampu?" tanya bang Harun.
"kalau untuk abang, aku pasti mampu, bang." balas ku mantap.
"ya udah, mari kita coba lagi.." ajak bang Harun yakin.
Aku pun tersenyum penuh makna.
"tapi kali ini aku gak punya uang untuk kasih bonus buat bang Harun lagi.." ucapku sesaat sebelum wajah kami saling mendekat.
"untuk sekarang dan selanjutnya, kapan pun dik Andika menginginkannya, aku tidak akan meminta bonus apa-apa lagi dari dik Andika. Es krim nya abang kasih gratis buat dik Andika." balas bang Harun, sambil terus mendekatkan wajahnya.
Dan sekali lagi kami pun memulai sebuah pel4yaran lagi sore itu. Sore yang sudah menjelang malam. Sore yang terasa sangat indah bagi ku. Sore yang tidak akan pernah bisa aku lupa kan seumur hidup ku.
*****
Sejak kejadian indah sore itu, aku jadi selalu memikirkan bang Harun. Aku benar-benar telah jatuh cinta padanya. Hampir setiap hari aku selalu menghubunginya melalui ponsel ku. Aku juga sudah beberapa kali mengundang bang Harun untuk datang ke rumah ku, terutama saat aku sedang sendirian di rumah. Dan bang Harun selalu berusaha untuk memenuhi ajakan ku tersebut.
Meski tak pernah terucap, aku dan bang Harun sudah terikat sebuah hubungan. Sebuah hubungan yang membuat kami ingin selalu bertemu. Bang Harun juga sepertinya sangat menikmati hubungan kami tersebut. Dia selalu berusaha meluangkan waktu untuk bisa bersama ku. menemani ku kapan pun aku membutuhkannya.
Sekarang, kami tidak hanya melakukan pertemuan di rumahku. Tapi juga kadang, aku sengaja menyewa sebuah kamar hotel, untuk kami bisa menghabiskan waktu berdua.
"abang hanya berharap, semoga kamu gak akan pernah membuat abang kecewa, Dik." pelan suara bang Harun berucap, saat untuk kesekian kalinya kami kembali bertemu di sebuah kamar hotel.
"aku gak akan pernah mengecewakan abang. Aku benar-benar menyayangi abang.." balasku manja.
"tapi abang ini pria yang sudah menikah, Dik. Dan juga sudah punya anak. Abang juga hanya penjual es krim keliling. Apa yang adik ingin kan dari hubungan kita ini?" ucap bang Harun sedikit bertanya.
"aku hanya berharap, agar abang selalu punya waktu untuk ku." balas ku pelan.
"abang akan selalu berusaha untuk meluangkan waktu untuk adik, tapi abang gak bisa menjanjikan hal yang lebih dari itu." ucap bang Harun membalas ucapan ku.
"iya, bang. Aku juga gak minta apa-apa lagi sama abang. Aku janji...." aku berujar, sambil menyentuh lembut lengan kekar milik bang Harun.
Bang Harun tersenyum manis menatapku. Ia mengangkat tangannya dan mulai meraih jemari ku dengan lembut.
****
Hari-hari pun terus berlalu. Sudah hampir setahun, aku dan bang Harun menjalin hubungan. Selama setahun ini, hubungan kami baik-baik saja. Bang Harun selalu bisa membagi waktu, antara aku dan keluarganya. Rahasia hubungan kami juga terjaga dengan baik.
Meski pun sebenarnya, selama kami menjalin hubungan, bang Harun sudah teramat sering meminta bantuan uang dari ku. Awalnya ia hanya beralasan untuk sekedar meminjam, meski tak pernah ia bayar. Namun lama kelamaan, hal itu sudah menjadi kebiasaan bagi bang Harun. Ia tak segan-segan lagi meminta uang padaku.
Aku sebenarnya juga tidak merasa keberatan untuk memberi bang Harun uang, selama jumlahnya masih dalam batas kemampuan ku. Karena bagi ku, bang Harun adalah segalanya. Jadi aku rela mengorbankan apa saja untuknya. Apa lagi hanya sekedar uang beberapa ratus ribu rupiah.
Selama bang Harun masih punya banyak waktu untuk ku, aku akan selalu bersedia untuk memberikan apa yang saja yang di mintanya.
Cinta memang telah membuat aku buta. Tapi aku tak pernah peduli selama ini. Aku hanya ingin selalu bersama bang Harun. Menikmati indahnya cinta yang tumbuh di hatiku untuknya.
Sampai suatu saat ...
"abang akan bercerai dari istri abang, dik.." ucap bang Harun pelan.
"kenapa?" tanya ku heran.
"istri abang selalu menuntut agar abang bisa menghasil uang yang banyak setiap hari. Padahal adik sendiri juga tahu, kalau abang hanya penjual es krim. Itu sebabnya selama ini, abang selalu meminjam uang pada adik, meski sampai saat ini, belum pernah abang bayar. Semua itu karena tuntutan dari istri abang.." jelas bang Harun terdengar sendu.
"tapi bukankah kalian menikah atas dasar saling cinta? Seharusnya istri abang bisa menerima semua kekurangan abang?" ucapku ringan.
"iya.. kami memang saling mencintai. Tapi... istri abang sepertinya sudah bosan hidup susah. Sepertinya ia sudah tidak sanggup lagi, menjalani kehidupan yang serba kekurangan bersama abang." bang Harun menarik napas berat.
"sebenarnya istri abang adalah putri seorang pengusaha kaya. Tapi hubungan kami tidak di restui oleh orangtuanya. Karena itu kami pun memutuskan untuk kawin lari. Istri abang rela meninggalkan kemewahan hidupnya, hanya demi cintanya pada abang."
"tapi sekarang semuanya sepertinya sudah berubah. Ia sepertinya sudah mulai menyesali keputusannya tersebut. Ia ingin kembali ke kehidupannya yang dulu. Karena itu, abang memilih untuk menceraikannya. Karena sampai kapan pun, pernikahan kami tidak akan pernah di restui oleh orangtuanya. Dan abang tak ingin membuatnya semakin menderita." cerita bang Harun panjang lebar.
"lalu bagaimana dengan bang Harun sendiri?" tanya ku kemudian.
"abang juga gak tahu mesti ngapain sekarang, dik. Sebenarnya abang merasa berat harus berpisah dengan istri dan anak-anak abang. Tapi demi kesejahteraan hidup mereka, abang harus merelakan mereka pergi." balas bang Harun lirih.
Kali ini aku terdiam. Aku tidak tahu harus mengatakan apa lagi.
Meski sebenarnya ada sebagian dari hatiku, yang merasa senang dengan perceraian bang Harun tersebut. Karena dengan begitu, bang Harun akan semakin punya banyak waktu dengan ku. Tapi, aku juga gak tega melihat bang Harun bermuram durja seperti itu.
"kini hanya adik satu-satunya yang abang punya. Jadi abang mohon, jangan pernah tinggal abang ya.." ucapan bang Harun benar-benar membuat aku tersentuh.
"seperti janji ku dari awal, bang. Aku tak akan pernah meninggalkan abang, walau apa pun yang akan terjadi..." balas ku meyakinkan.
"hanya saja saat ini abang sudah gak punya tempat tinggal lagi, dik. Abang juga sudah tidak bisa lagi berjualan es krim. Karena motor untuk abang berjualan es krim, sudah di bawa sama istri abang. Karena sebenarnya itu memang motor dia.." ucap bang Harun lagi, kali ini dengan nada penuh hiba.
Untuk sesaat, aku pun hanya bisa terdiam. Aku mulai berpikir, bagaimana caranya agar bisa membantu bang Harun.
"abang tenang aja, nanti adik carikan kost untuk tempat abang tinggal, dan soal motor... adik akan pinjamkan motor adik untuk abang bisa berjualan es krim lagi." ucapku akhirnya.
"tapi abang gak mau merepotkan adik. Lagi pula, kalau motor adik abang pinjam, emangnya orangtua adik gak marah?" balas bang Harun.
"adik gak merasa di repotkan kok, bang. Untuk abang apa pun akan adik lakukan. Dan kalau soal motor adik, orangtua adik pasti ngerti. Karena motor adik juga sudah cukup lama, nanti adik tinggal minta yang baru aja sama orangtua adik. Mereka pasti mau. Nanti adik katakan saja, kalau motornya udah adik jual.." jelasku meyakinkan bang Harun.
"makasih ya, dik. Adik sudah sangat baik sama abang. Abang janji, abang gak akan pernah ninggalin adik.." balas bang Harun penuh perasaan.
Dan untuk selanjutnya, kami pun saling tersenyum penuh makna.
****
Sejak saat itu, hubungan ku dengan bang Harun pun kian erat. Kami semakin sering menghabiskan waktu berdua. Aku selalu berkunjung ke tempat kost bang Harun, terutama saat malam ketika bang Harun sudah pulang berjualan es krim.
Hari-hari kami semakin terasa indah. Hidupku juga semakin terasa bermakna. Sungguh tak pernah aku sangka sebelumnya, kalau aku akan bisa memiliki bang Harun seutuhnya. Meski aku harus mengorbankan banyak hal, untuk bisa mendapatkan bang Harun. Tapi aku tak peduli, karena aku memang benar-benar mencintainya.
Bang Harun sudah resmi bercerai dari istrinya. Istrinya juga sudah kembali ke rumah orangtuanya, bersama anak-anaknya. Bang Harun hanya di beri kesempatan untuk bertemu anak-anaknya sekali seminggu, itu pun hanya beberapa jam.
Tapi bang Harun tidak pernah mempermasalahkan hal tersebut. Ia hanya ingin anak-anaknya mendapatkan kehidupan yang layak. Meski ia berpisah dengan mereka.
Kini seluruh hidup bang Harun telah ia serahkan sepenuhnya padaku. Begitu juga sebaliknya. Seluruh jiwa dan raga ku, telah aku serahkan hanya untuk bang Harun.
Kami memang tidak tinggal serumah, tapi kami sering tidur bersama di kost bang Harun. Kami sering menghabiskan waktu berdua, menikmati indahnya cinta kami.
Dan begitulah kisah cinta ku bersama abang si penjual es krim itu terjalin. Sebuah kisah cinta yang sangat indah dan penuh kesan bagi ku.
Aku hanya berharap, semoga cinta kami akan bertahan selamanya.
Ya, semoga saja...
Terima kasih sudah menyimak kisah ini dari awal sampai akhir, semoga terhibur.
Sampai jumpa lagi pada kisah lainnnya, salam sayang selalu untuk kalian semua.
*****
Komentar
Posting Komentar
Terima kasih