Langsung ke konten utama

Adsense

Jagung bakar mas Tejo

Nama ku Arif Budi Laksono, biasa dipanggil Arif. Saat ini aku sudah berusia 23 tahun, dan baru saja lulus kuliah.

Aku berasal dari kampung. Saat ini, aku sudah diterima kerja di sebuah perusahaan besar di kota. Karena itu, mau tidak mau aku harus merantau sendirian ke kota.

Karena jarak dari kampung ku ke kota sangat jauh, aku harus tinggal sendiri di sebuah kost, yang jaraknya tidak jauh dari perusahaan tempat aku bekerja.

Dua hari menjelang aku mulai bekerja aku sudah pindah ke kota. Dan ini merupakan hal baru bagi ku. Aku belum pernah ke kota ini sebelumnya. Aku belum pernah tinggal di kota sebesar ini sebelumnya. Namun demi mendapatkan pekerjaan yang layak, aku harus rela meninggalkan kampung halaman ku.

Saat itu malam minggu, karena belum mulai bekerja, aku mencoba berkiling kota malam itu. Mencoba menghilangkan kejenuhan ku yang hanya berdiam diri di kost. Sekaligus aku juga ingin mengenal lebih dekat kota tempat aku tinggal saat ini.

Setelah hampir satu jam berkeliling-keliling gak jelas, aku mencoba berhenti di sebuah taman kota. Aku mampir di sebuah gerai penjual jagung bakar. Sebenarnya hampir sepanjang taman tersebut, terdapat para penjual jagung bakar, yang tersusun rapi sepanjang taman tersebut.

Tapi aku memilih gerai penjual jagung bakar paling ujung, karena memang terlihat agak sepi. Meski pun saat itu malam minggu, suasana taman malam itu tidak banyak pengunjung. Mungkin karena cuaca memang agak sedikit mendung.

"jagung bakarnya, mas.." ucapku kepada seorang laki-laki penjual jagung bakar tersebut.

"berapa biji, mas?" tanya penjual itu ramah.

"satu aja, mas.." balasku sambil sedikit tersenyum. Aku menyadari, kalau kebanyakan dari pengunjung di taman tersebut, hampir semuanya berpasangan, atau setidaknya satu komplotan. Tapi aku hanya sendirian.

"oke, mas.. di tunggu ya..." balas lelaki si penjual tadi lagi.

Aku hanya mengangguk ringan, sambil mulai melangkah menuju sebuah meja yang berada di pojok. Aku duduk dengan santai di atas sebuah kursi plastik. Di depan ku terdapat sebuah kursi kosong, dan sebuah meja, yang terdapat beberapa cemilan dan juga air mineral di atasnya.

Aku mengambil sebotol air mineral tersebut, lalu menenggaknya sedikit, sekedar membasahi kerongkongan ku yang mulai kering, karena habis berkeliling tadi. Lalu aku menyalakan sebatang rokok, sambil menunggu pesanan ku datang.

Beberapa menit kemudian, lelaki penjual jagung bakar tadi muncul di hadapan ku, sambil membawa sebuah jagung di atas sebuah nampan hitam.

"ini, mas. Jagungnya..." ucap laki-laki itu masih terdengar sangat ramah.

"makasih, mas.." balasku pelan.

"sendirian aja, mas?" tanya laki-laki itu kemudian, sambil ia menyajikan jagung bakar tersebut di atas meja.

"iya, mas.." balasku singkat.

"saya boleh duduk di sini sebentar, mas?" lelaki itu bertanya kembali, sambil ia mengarahkan pandangannya pada kursi kosong yang berada di depan ku tersebut.

"oh, iya.. mas, boleh..." balasku sedikit gugup.

Lelaki si penjual jagung bakar tersebut tersenyum ramah menatap ku. Lelaki yang ku perkirakan sudah berusia diatas 30 tahun tersebut, memang memiliki senyum yang sangat manis. Meski pun wajahnya tidak terlalu tampan, namun senyum cukup indah untuk dinikmati.

"biasanya memang sesepi ini ya, mas?" tanya ku, saat lelaki itu sudah duduk di hadapan ku.

"yah.. kalau malam-malam biasa sih emang sesepi ini, tapi biasanya kalau malam minggu, memang agak rame.." jelas lelaki itu pelan.

"tapi ini malam minggu loh, mas. Kok tetap sepi?" aku bertanya kembali.

"kalau malam ini, mungkin karena lagi ada konser di mall dekat situ... Makanya sepi.." jelas lelaki itu, sambil mengarahkan telunjuknya ke arah sebuah gedung mall yang berada tidak jauh dari situ.

"oh.." aku hanya membulatkan bibir, menanggapi hal tersebut.

"adik baru ya di kota ini?" tanya laki-laki itu kemudian.

"iya, mas.." balasku singkat.

"kerja atau kuliah?" tanyanya lagi.

"kerja, mas.." balasku.

Lelaki itu sedikit membulatkan bibirnya.

"oh, ya.. nama saya Sutejo... panggil aja mas Tejo...." lelaki itu tiba-tiba berucap kembali, sambil menyodorkan tangannya padaku.

Dengan sedikit ragu, aku menerima uluran tangan lelaki itu, dan menjabatnya pelan.

"Arif, mas.." ucapku pelan.

"jadi.. kamu kerja dimana?" lelaki itu, mas Tejo, bertanya lagi.

Aku pun menyebutkan nama perusahaan tempat aku akan bekerja tersebut.

"sebenarnya aku baru mulai bekerja di sana, mas. Senin besok baru mulai masuk kerja..." lanjutku menjelaskan.

"oh.. jadi tinggal sama siapa disini?" mas Tejo bertanya kembali.

"sendiri, mas. Saya kost..." balasku lagi.

"kalau mas Tejo sendiri sudah lama berjualan jagung bakar disini?" tanyaku kemudian, mencoba mengalihkan pembicaraan.

"iya, sudah lama. Sudah hampir sepuluh tahun.." balas mas Tejo.

"mas Tejo asli orang sini?" tanyaku lagi.

"oh, bukan... aku juga seorang perantau, tapi sudah sepuluh tahun juga aku gak pernah pulang kampung. Aku juga tinggal sendiri di kota ini. Aku tinggal di sebuah kost yang tak jauh dari sini.." jelas mas Tejo cukup panjang lebar.

Lelaki yang memiliki wajah manis tersebut, kemudian berdiri.

"saya pamit kesana dulu ya... kebetulan lagi ada pembeli.." ucapnya penuh keramahan.

Aku mengangguk pelan. Kemudian mas Tejo pun mulai melangkah meninggalkan ku sendirian. Aku menatap lelaki itu dari belakang. Tubuh mas Tejo memang sedikit jangkung. Postur tubuhnya sangat proporsional. Ia juga kelihatan gagah dan kekar.

Tiba-tiba ada rasa kagum menyelinap dalam hati ku.

****


 

Sejak malam itu, aku pun jadi rajin datang ke tempat mas Tejo. Kami pun jadi sering ngobrol. Bahkan kami juga sudah saling bertukar nomor handphone.  

Sebagai seseorang yang baru merantau, aku memang butuh seorang teman untuk sekedar teman bercerita, terutama seseorang yang sudah lama merantau seperti mas Tejo. Aku jadi banyak belajar darinya.

Aku juga sudah mulai bekerja. Aku juga sudah mulai berkenalan dengan beberapa orang teman kerja ku. Mereka semuanya sangat baik padaku. Mereka menyambut ku dengan ramah.

Aku mulai merasa betah tinggal di kota ini. Aku mulai merasa nyaman bekerja di perusahaan tempat aku bekerja. Apa lagi, aku dan mas Teja sudah mulai akrab dan dekat. Aku jadi tidak merasa kesepian lagi.

Kehadiran mas Tejo benar-benar memberi ku sebuah semangat baru dalam hidup ku. Aku jadi punya teman untuk bercerita. Aku juga sangat suka mendengarkan mas Tejo bercerita tentang berbagai pengalaman hidup nya. Semua itu, membuat hidup ku jadi punya warna.

Kian lama mengenal mas Tejo, aku kian mengaguminya. Wajah mas Tejo kian hari kian tampan di mata ku. Senyumnya pun kian terlihat manis. Apa lagi mas Tejo, sangat suka bercerita. Aku jadi betah berlama-lama dengannya.

Kadang, aku juga ikut membantu mas Tejo berjualan jagung bakar. Aku membantunya mengantarkan pesanan jagung bakar para pelanggan, atau membantunya mengoles jagung dengan mentega sebelum di bakar.

Jagung bakar mas Tejo, memang terasa enak. Sedikit berbeda dengan jagung bakar yang pernah aku makan sebelumnya. Aku gak tahu, mungkin saja hal itu karena aku memang menyukai mas Tejo. Sehingga apa pun tentang dirinya, selalu terasa istimewa bagi ku.

Aku merasa bahagia bisa dekat dengan mas Tejo. Aku bahagia bisa mengenalnya. Rasanya hati ku selalu berbunga-bunga saat bersamanya. Aku selalu merasa rindu, saat jauh darinya. Aku selalu mengkhayalkannya, terutama saat malam menjelang tidur.

Aku selalu membayangkan wajah tampannya, senyum manisnya dan juga tubuh kekarnya. Aku selalu membayangkan bisa memiliki mas Tejo, lebih dari sekedar teman dekat.

Ah... ternyata tanpa aku sadari, aku telah jatuh cinta pada mas Tejo. Lelaki manis, si penjual jagung bakar tersebut. Aku telah terlena dengan perasaan ku pada mas Tejo. Dan aku sangat berharap, kalau suatu saat, aku bisa memilikinya, sebagai kekasih.

****

Berbulan-bulan berlalu. Aku dan mas Tejo semakin dekat dan akrab. Kami semakin sering menghabiskan waktu berdua. Bahkan aku juga sudah beberapa kali, berkunjung ke kost mas Tejo. Sekedar untuk mengobrol bersama mas Tejo.

Hingga pada suatu malam, dan itu malam minggu. seperti biasa, aku mencoba mendatangi tempat mas Tejo berjualan. Tapi, malam itu, ternyata mas Tejo tidak berjualan. Karena penasaran, aku pun mencoba menghubunginya.

"hallo, Rif. Ada apa?' suara berat mas Tejo ditelpon.

"mas Tejo gak jualan ya? Aku datang ke tempat mas Tejo jualan, tapi mas Tejo gak ada.." balasku langsung.

"iya, Rif. Saya gak jualan malam ini.." jelas mas Tejo.

"kenapa? Mas Tejo sakit?" tanyaku penasaran.

"gak kenapa-napa sih, Rif. Cuma emang saya lagi gak enak badan aja..." balas mas Tejo lagi.

"oh... kalau gitu, saya kesana sekarang ya, mas.." ucapku kemudian.

"gak usah, Rif... Saya gak apa-apa, kok. Saya cuma harus istirahat aja..." balas mas Tejo.

"gak apa-apa, mas. Saya juga lagi suntuk nih, butuh teman ngobrol..." ucapku meyakinkan.

"ya udah.. terserah kamu aja..." balas mas Tejo akhirnya.

Lalu telepon pun ku tutup, kemudian segera ku starter motor ku, untuk menuju tempat kost mas Tejo.

Sebelumnya aku mampu sejenak di sebuah apotik dan toko buah, untuk membeli obat dan juga buah-buahan untuk mas Tejo.

Sesampai disana, mas Tejo menyambutku dengan senyum ramahnya. Ia segera mempersilahkan aku masuk ke kamar kost nya.

Karena sudah sering berada disana, aku tidak sungkan lagi untuk masuk ke kamar kost tersebut. Aku pun segera duduk di lantai, di depan mas Tejo.

"ini saya bawakan obat dan buah buat mas Tejo.." ucapku sambil menyerahkan barang tersebut.

"waduh.. kok repot-repot sih, Rif.. Saya gak apa-apa, kok. Cuma lagi malas aja sebenarnya.. Tapi.. makasih ya..." balas mas Tejo, dengan nada sungkannya.

"iya, mas. Sama-sama.." balasku, "tapi.. yakin mas Tejo gak apa-apa? Apa perlu ke dokter?" tanyaku melanjutkan.

"ah.. gak usah berlebihan gitu.. Saya benaran gak apa-apa kok, Rif.. Sekarang aja udah mendingan.." balas mas Tejo.

"karena ada aku ya, mas?" ucapku sedikit menggoda.

"ah.. kamu bisa aja, Rif... " balas mas Tejo, wajahnya sedikit merona.

"tapi aku benaran kuatir loh, mas.." ucapku lagi.

Kali ini mas Tejo hanya tersenyum. Seperti biasa, senyum yang sangat manis..

****

"sebenarnya.. aku ingin jujur sama mas Tejo..." ucapku beberapa saat kemudian, saat suasana hening tercipta diantara kami.

"jujur tentang apa?" tanya mas Tejo, terdengar sedikit penasaran.

"aku ingin jujur tentang perasaan ku pada mas Tejo... Aku sebenarnya suka sama mas Tejo. Aku kagum sama mas Tejo. Dan ... sebenarnya.. aku mulai jatuh cinta sama mas Tejo. Aku ingin hubungan kita bukan hanya sekedar teman dekat. Aku ingin jadi pacar mas Tejo.. Apa mas Tejo mau.." ucapku cukup blak-blakan.

Karena memang sudah cukup lama aku memendam perasaan tersebut. Aku memang juga sudah berniat untuk mengungkapkan perasaan ku pada mas Tejo. Apa pun resikonya. Mas Tejo harus tahu. Aku tidak bisa lagi memendamnya.

Mas Tejo terlihat terdiam. Ia menatapku beberapa saat.

"kamu yakin?" tanya mas Tejo akhirnya.

"iya... saya yakin, mas.." balasku tegas.

"sebenarnya.. aku sudah tahu dari awal, Rif. Aku tahu, kalau kamu memang punya perasaan padaku. Aku bisa merasakannya sejak lama..." mas Tejo berucap lagi.

"emang sejelas itu ya, mas?" tanyaku menimpali.

"iya.. sejelas itu. Walau pun awalnya aku sempat ragu. Tapi setelah kamu mengutarakannya langsung padaku, aku semakin yakin. Tapi..." mas Tejo seperti sengaja menggantung kalimatnya.

"tapi.. apa, mas?" tanyaku jadi penasaran.

"saat ini aku belum bisa, Rif. Aku belum bisa menjawab pertanyaan mu barusan. Aku mungkin juga suka kamu, Rif. Apa lagi selama ini kamu juga sangata baik padaku. Kamu penuh perhatian padaku. Kamu juga sering membantu ku."

"tapi aku belum yakin dengan perasaan ku padamu, Rif. Dan ... kamu juga belum sepenuhnya mengenal diri ku. Ada beberapa hal yang kamu belum tahu tentang aku, Rif.." jelas mas Tejo cukup panjang lebar.

"kalau mas Tejo mau, mas Tejo bisa cerita sama saya, siapa tahu bisa membuat saya lebih mengerti mengapa mas Tejo belum yakin dengan semua ini.." balasku kemudian.

"ceritanya panjang, Rif.. tapi singkatnya, sebenarnya aku pernah patah hati dan kecewa, bahkan boleh di bilang, aku jadi sedikit trauma.." mas Tejo memulai ceritanya.

"dulu.. aku pernah beberapa kali pacaran dengan laki-laki. Namun semua hubungan percintaan ku selalu gagal. Aku selalu dikecewakan oleh laki-laki yang aku cintai. Dan terakhir kali aku pacaran, kekecewaan ku justru semakin besar.."

"lelaki yang aku cintai, tega mengingkari janjinya padaku. Padahal kami sudah sama-sama komitmen, untuk tetap bersama selamanya, walau apa pun yang terjadi. Bahkan kami juga sama-sama berjanji, untuk tidak akan pernah menikah, meski dengan alasan apa pun.."

"namun kenyataannya, semua itu hanya tinggal janji, lelaki yang sangat aku cintai tersebut, justru memilih untuk menikah, dan meninggalkan ku begitu saja. Meski pun ia beralasan, kalau ia menikah hanya karena terpaksa. Tapi tetap saja, ia akhirnya pergi dari hidup ku. Dan aku merasa sangat kecewa.."

"lelaki itu dengan sangat mudah mengingkari janji nya. Ia tanpa rasa bersalah, pergi meninggalkan ku begitu saja. Padahal aku sangat mencintainya. Aku sudah serahkan segalanya untuknya, tapi semua itu tiada arti baginya.."

"sejak saat itu, aku tidak ingin lagi menjalin cinta dengan laki-laki mana pun. Aku menutup hati ku, untuk semua laki-laki yang datang dalam hidup ku. Aku takut untuk memulainya lagi. Aku takut dikecewakan lagi. Dan karena itu, aku tidak ingin terlalu dekat dengan laki-laki mana pun.."

"sampai akhirnya, kamu datang, Rif. Aku berusaha menjaga benteng pertahanan ku, agar tidak runtuh. Aku berusaha, agar aku tidak terlalu dekat dengan mu. Tapi... ternyata aku tidak sekuat itu. Aku mulai lemah, saat kamu mulai dekat dengan ku.."

"benteng ku mulai rapuh... Aku mulai merasakan perasaan suka itu lagi. Tapi aku berusaha menolaknya. Aku tidak ingin jatuh cinta lagi... " begitu cerita mas Tejo panjang lebar pada ku.

Dan aku mulai mengerti, mengapa mas Tejo tidak ingin menerima cinta ku. Mungkin ia menganggap kalau aku hanya main-main dengannya. Mungkin ia menganggap, kalau aku sama dengan laki-laki yang ia cintai sebelumnya.

"jadi.. aku minta maaf, Rif. Aku belum bisa menjawab pertanyaan mu sekarang. Aku butuh waktu. aku butuh waktu untuk meyakinkan diriku sendiri, kalau kamu tidak sama seperti laki-laki yang datang dalam kehidupan ku sebelumnya.." ucap mas Tejo kemudian.

"iya, mas. Gak apa-apa... aku ngerti, kok. Tapi... kita tetap berteman kan, mas?" balasku.

"iya.. kita tetap bisa berteman kok, Rif.." mas Tejo menjawab dengan nada lemah.

*****

Tiga bulan berlalu, sejak kejadian malam itu. Sejak aku mengungkapkan perasaan ku pada mas Tejo. Sejak mas Tejo bercerita tentang masa lalunya. Aku masih tetap bersikap seperti biasa. Aku masih sering menemui mas Tejo di tempatnya berjualan.

Kami masih cukup akrab dan dekat. Kami masih sering menghabiskan waktu bersama. Bahkan aku jadi semakin pnuh perhatian pada Mas Tejo. Aku semakin baik padanya. Aku semakin rajin membantunya.

Aku ingin membuktikan pada mas Tejo, kalau aku benar-benar mencintainya. Aku ingin membuktikan kalau aku serius dengan perasaan ku padanya. Aku ingin membuat mas Tejo percaya, kalau aku tidak sama dengan laki-laki lain sebelumnya. Aku benar-benar tulus mencintainya, dan aku sangat siap untuk menghabiskan sisa hidup ku bersamanya.

Setelah tiga bulan perjuangan ku untuk meyakinkan mas Tejo akan semua itu, akhirnya pada suatu malam, mas Tejo sengaja mengundang ku untuk datang ke kost nya. Kebetulan malam itu malam minggu, dan mas Tejo sengaja tidak berjualan jagung bakar malam itu.

"kamu serius dengan semua ini, Rif?" tanya mas Tejo, saat kami sudah berada di dalam kamar kost nya.

"iya, mas. Saya sangat serius. Saya sangat mencintai mas Tejo. Dan apa pun akan saya lakukan untuk membuktikannya. Saya akan selalu setia pada mas Tejo, selamanya..." balas ku berusaha meyakinkan mas Tejo.

"baiklah, Rif. Aku mau jadi pacar kamu, karena aku juga telah jatuh cinta pada mu. Aku sayang sama kamu, Rif. Aku percaya kamu pasti juga tidak main-main dengan semua ini. Dan aku harap semua ini tidaklah hanya bersifat sementara..." ucap mas Tejo akhirnya.

Aku tersenyum bahagia mendengar hal tersebut. Perjuangan ku selama ini tidaklah sia-sia. Akhirnya aku bisa membuat mas Tejo akan keseriusan cinta ku padanya. Aku akhirnya bisa mendapatkan cinta mas Tejo.

"makasih, mas Tejo. Atas kepercayaannya. Aku janji, aku tidak akan membuat mas Tejo kecewa. Aku merasa sangat bahagia sekali malam ini..." balasku penuh semangat.

"aku yang harusnya makasih sama kamu, Rif. Kamu sudah sabar menunggu keputusan ku selama ini. Dan aku cukup terharu karenanya. Aku juga bahagia dengan semua ini. Semoga cinta kita abadi untuk selamanya.." begitu ucap mas Tejo membalas kalimat ku barusan.

"jadi sekarang... kita resmi pacaran?" tanya ku sekedar meyakinkan diri ku sendiri, kalau aku tidak sedang bermimpi.

"iya.. mulai malam ini, kita resmi berpacaran..." balas mas Tejo cukup tegas.

Sekali lagi aku tersenyum bahagia. Rasanya dunia menjadi sangat indah bagi ku. Hati ku semakin berbunga-bunga. Mas Tejo, lelaki manis si penjual jagung bakar itu, akhirnya kini menjadi kekasih hati ku.

Semua impian ku tentang mas Tejo, menjadi nyata malam itu. Keindahan cinta yang selama ini hanya ada dalam angan ku, kini menjelma menjadi sebuah kenyataan. Sebuah kenyataan yang indah.

Malam itu, aku dan mas Tejo, mencoba merangkai keindahan cinta kami. Mencoba merajut benang kasih dalam buaian asmara yang utuh. Kami bersatu padu, dalam dekapan kehangatan penuh cinta.

Jiwa kami menyatu, hati kami berpadu, dan raga kami berusaha mengungkapkan semua rasa itu, dengan gerakan-gerakan penuh cinta. Kami nikmati semua keindahan itu, tanpa mampu kami akhiri. Kami terlena dalam suasana penuh kasih dan cinta.

****

Dua tahun berlalu, dengan segala keindahan cinta diantara kami berdua. Aku bahagia bisa menghabiskan waktu bersama mas Tejo. Kami selalu bersama, terutama saat malam hari, ketika mas Tejo selesai berjualan jagung bakar.

Keindahan demi keindahan kami nikmati bersama. Cinta diantara kami, tumbuh semakin indah dan mekar. Aku sangat mencintai mas Tejo, demikian juga sebaliknya. Kami tidak ingin terpisahkan lagi. Kami saling menyayangi.

Dua tahun bersama, bukanlah waktu yang singkat. Begitu banyak hal indah yang kami lalui bersama. begitu banyak kenangan yang tercipta diantara kami. Aku merasa hidupku begitu lengkap dan sempurna. Segalanya memang terasa indah, ketika kita bisa memiliki orang yang kita cintai.

Namun semua keindahan itu harus berakhir. Bukan karena kami tak lagi saling mencintai. Tapi...

Pada suatu hari aku tak sengaja mengalami sebuah kecelakaan tragis. Sebuah kecelakaan yang membuat aku harus mengalami koma selama tiga hari tiga malam di rumah sakit.

Dan tak cukup hanya sampai di situ, saat aku siuman, aku baru menyadari, kalau ternyata aku telah kehilangan salas satu kaki ku. Kaki kanan ku harus di amputasi, karena mengalami patah tulang yang sangat parah. Dokter dan orangtua ku tidak punya pilihan lain, selain mengamputasinya, karena bisa berefek buruk pada anggota tubuh ku yang lain.

Aku merasa sangat terpukul menyadari hal tersebut. Aku merasa kecewa, marah dan bahkan aku membenci diri ku sendiri. Namun kedua orangtua ku berusaha keras, untuk menghibur ku. Mereka berusaha meyakinkan, kalau semuanya akan baik-baik saja.

Mas Tejo juga ikut menemani ku selama aku berada di rumah sakit. Ia mengaku kepada orangtua ku, kalau ia adalah sahabat dekat ku. Karena itu, ia jadi punya kesempatan, untuk ikut menjaga ku, selama aku koma dan juga selama aku di rawat disana.

Tapi selama itu, aku hampir tidak berbicara sepatah kata pun kepada mas Tejo. Aku sengaja mengabaikannya. Karena aku tidak ingin hanyut dalam kesedihan ku. Sekarang aku sudah kehilangan satu kaki, dan aku tidak ingin mas Tejo merasa kasihan padaku.

*****

Setelah lebih dari sebulan, aku dirawat. Akhirnya orangtua ku memutuskan untuk membawa aku pulang ke kampung halaman kami. Karena disini, aku sudah tidak punya pekerjaan lagi. Perusahaan tempat aku bekerja sudah mengirimkan uang pesangon, dan selembar surat PHK kepada orangtua ku.

Hal itu cukup membuat aku semakin merasa terpukul. Namun aku cukup sadar, perusahaan mana yang ingin mempekerjakan seorang karyawan yang cacat seperti diriku ini. Aku mencoba menerima semua itu. Aku berusaha untuk ikhlas menerima semua nasib buruk yang menimpa ku saat ini.

Sesampai di kampung, aku jadi seseorang yang sangat pemurung. Aku kehilangan semangat hidup. Aku merasa hidup ku sudah tiada artinya lagi.

Mas Tejo berkali-kali berusaha untuk menghubungi ku. Bahkan ratusan pesan telah ia kirimkan pada ku. Namun tak satu pun pesan darinya yang aku balas. Teleponnya tak pernah aku angkat.

Aku memutuskan untuk melepaskan mas Tejo selamanya. Ia berhak untuk bahagia, tapi bukan dengan ku. Ia berhak untuk mendapatkan seseorang yang jauh lebih baik dari diriku. Aku yang sekarang, sudah tidak pantas lagi untuk mas Tejo.

Berbulan-bulan mas Tejo berusaha menghubungi ku dan mengirimkan pesan padaku, namun tak satu pun aku gubris. Hingga akhirnya, sepertinya, mas Tejo mulai menyerah.

Ia tak lagi berusaha untuk menghubungi ku, ia tak lagi mengirimkan pesan padaku. Ia sepertinya sudah berhenti berharap. Ia mungkin akan mengerti, mengapa aku harus mengambil keputusan ini. Mengapa aku harus melepaskannya dari hidup ku.

Aku tidak ingin menjadi beban bagi mas Tejo. Aku tidak ingin mas Tejo merasa kasihan pada ku. Aku ingin ia melanjutkan hidupnya dengan bebas. Karena biar bagaimana pun, akan sangat sulit kami untuk terus bersama.

Bukan saja karena jarak diantara kami sangat jauh, tapi juga karena aku sudah tidak pantas lagi untuknya. Mas Tejo pantas untuk mendapatkan yang terbaik. Walau pun sejujurnya, sampai saat ini, aku masih sangat mencintai mas Tejo.

Tapi bagiku, membiarkan dia pergi, jauh lebih baik, dari pada membuatnya terus bertahan. Karena pada akhirnya, cinta memang tidak akan selamanya bersama. Cinta tidak harus memiliki.

Ku biarkan semua luka ini menggores hati ku. Ku biarkan rasa sakit ini melukai jiwa ku. Aku tak berharap apa-apa lagi. Aku tidak menginginkan apa-apa lagi. Bagiku, sekali lagi, hidup ku telah berakhir disini.

Aku hanya ingin, mas Tejo bisa melupakan ku untuk selamanya. Aku hanya ingin mas Tejo bisa menemukan kebahagiaannya. Dan semoga, mas Tejo bisa mengerti akan keputusan ku ini.

Yah... semoga saja...

****

Nikmati kisah indah lainnya :

My sugar daddy (part 4)

My sugar daddy (part 3)

My sugar daddy (part 2)

My sugar daddy (part 1)

Semalam bersama kernet bus

Bersama pak Sekcam yang tampan 

Nasib seorang tukang sayur (part 4)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita gay : Sang duda tetangga baruku yang kekar

 Namanya mas Dodi, ia tetangga baruku. Baru beberapa bulan yang lalu ia pindah kesini. Saya sering bertemu mas Dodi, terutama saat belanja sayur-sayuran di pagi hari. Mas Dodi cukup menyita perhatianku. Wajahnya tidak terlalu tampan, namun tubuhnya padat berisi. Bukan gendut tapi lebih berotot. Kami sering belanja sayuran bersama, tentu saja dengan beberapa orang ibu-ibu di kompleks tersebut. Para ibu-ibu tersebut serring kepo terhadap mas Dodi. Mas Dodi selalu menjawab setiap pertanyaan dari ibu-ibu tersebut, dengan sekedarnya. Saya dan mas Dodi sudah sering ngobrol. Dari mas Dodi akhirnya saya tahu, kalau ia seorang duda. Punya dua anak. Anak pertamanya seorang perempuan, sudah berusia 10 tahun lebih. Anak keduanya seorang laki-laki, baru berumur sekitar 6 tahun. Istri mas Dodi meninggal sekitar setahun yang lalu. Mas Dodi sebenarnya pindah kesini, hanya untuk mencoba melupakan segala kenangannya dengan sang istri. "jika saya terus tinggal di rumah kami yang lama, rasanya terla

Adik Iparku ternyata seorang gay (Part 1)

Aku sudah menikah. Sudah punya anak perempuan, berumur 3 tahun. Usia ku sendiri sudah hampir 31 tahun. Pernikahan ku baik-baik saja, bahkan cukup bahagia. Meski kami masih tinggal satu atap dengan mertua. Karena aku sendiri belum memiliki rumah. Lagi pula, rumah mertua ku cukup besar. Aku tinggal dengan istri, anak dan kedua mertua ku, serta adik ipar laki-laki yang baru berusia 21 tahun.   Aku bekerja di sebuah perusahaan kecil di kota ini, sebagai seorang karyawan swasta. Gaji ku lumayanlah, cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga kecil kami. Mertua ku sendiri seorang pedagang yang cukup sukses. Dan istri ku tidak ku perbolehkan bekerja. Cukuplah ia menjaga anak dan mengurus segala keperluan keluarga. Aku seorang laki-laki normal. Aku pernah dengar tentang gay, melalui media-media sosial. Tapi tak pernah terpikir oleh ku, kalau aku akan mengalaminya sendiri. Bagaimana mungkin seorang laki-laki bisa merasakan kenikmatan dengan laki-laki juga? Aku bertanya-tanya sendiri mendengar ka

Cerita gay : Nasib cinta seorang kuli bangunan

Namaku Ken (sebut saja begitu). Sekarang usiaku sudah hampir 30 tahun. Aku akan bercerita tentang pengalamanku, menjalin hubungan dengan sesama jenis. Kisah ini terjadi beberapa tahun silam. Saat itu aku masih berusia 24 tahun. Aku bekerja sebagai kuli bangunan, bahkan hingga sekarang. Aku kerja ikut mang Rohim, sudah bertahun-tahun. Sudah bertahun-tahun juga, aku meninggalkan kampung halamanku. Orangtuaku hanyalah petani biasa di kampung. Kehidupan kami memang terbilang cukup miskin. Karena itu, aku hanya bisa sekolah hingga SMP. Setelah lulus dari SMP, aku mulai bekerja serabutan di kampung. Hingga akhirnya aku bertemu dengan mang Rohim, seorang laki-laki paroh baya, yang sudah sangat berpengalaman di bidang pertukangan. Aku ikut mang Rohim merantua ke kota dan ikut bekerja dengannya sebagai kuli bangunan. Sebagai seseorang yang memiliki kehidupan ekonomi yang pas-pasan, aku memang belumm pernah pacaran, sampai saat itu. Apa lagi sejak aku ikut mang Rohim bekerja. Tempat kerja kami y

Iklan google