Jadi ceritanya begini....
Kebetulan aku tinggal di sebuah desa, yang tepat berada di jalan lintas antar provinsi. Setiap hari ada ratusan kendaraan yang berlalu lalang di jalan tersebut. Mulai dari mobil pribadi, bus antar kota atau pun mobil truck besar, yang datang dari berbagai daerah.
Rumah ku tepat berada di pinggiran jalan, dan kebetulan juga sudah sejak lama kedua orangtua ku membuka usaha warung makanan cepat saji. Sehingga banyak sekali para sopir bus atau pun truck yang mampir sekedar untuk makan di warung kami.
Aku merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Kakak pertama ku perempuan, sekarang sudah menikah dan sudah tinggal di rumahnya sendiri. Adik ku seorang laki-laki yang masih sekolah di bangku SMA. Sedangkan aku sendiri, sudah berusia 20 tahun dan saat aku sedang kuliah.
Kebetulan kampus tempat aku kuliah, agak berada cukup jauh di kota. Karena itu, aku terpaksa tinggal di sebuah kost di kota tempat aku kuliah tersebut. Dan hanya sekali seminggu aku pulang ke rumah, yakni setiap sabtu sore. Dan biasanya minggu sore aku pun kembali ke kota.
Meski pun hanya sekali seminggu berada di rumah. Aku tetap harus membantu orangtua ku berjualan. Apa lagi biasanya, kalau malam minggu warung kami memang sedikit agak ramai dari hari-hari biasanya.
Ada banyak sopir truck dan bus yang mampir di warung kami, sekedar untuk melepas lelah atau pun makan malam. Bahkan ada beberapa orang sopir truck yang sengaja singgah untuk tidur di warung kami. Karena memang warung kami buka selama 24 jam. Dan kami juga menyediakan tempat khusus untuk para sopir tersebut tidur atau pun beristirahat sejenak.
Karena sudah bertahun-tahun membantu orangtua ku berjualan di warung, aku juga jadi mengenal beberapa orang sopir truck yang sering mampir di warung kami. Beberapa orang justru menjadi akrab dengan ku. Mereka suka bercerita dengan ku, saat warung sedikit sepi. Dan aku suka mendengarkan mereka bercerita. Karena hal itu cukup menambah pengalaman bagi ku.
****
Ada seorang sopir truck yang selama ini cukup menarik perhatian ku. Aku memanggilnya bang Jaya. Ia memiliki wajah yang lumayan tampan, dengan postur tubuh yang kekar. Meski pun berkulit sedikit gelap, tapi bang Jaya terlihat bersih dan rapi.
Perutnya yang sedikit membuncit, membuat ia jadi semakin menarik di mata ku. Entah mengapa, sejak dulu, aku memang lebih suka laki-laki yang berperut buncit. Terlihat seksi aja di mata ku.
Aku suka memperhatikan bang Jaya. Apa lagi ia sering kali tidur tanpa baju dan hanya memakai celana pendek. Hal itu terkadang sering membuat jantung ku berdebar hebat, setiap kali melihatnya. Aku jadi sering mengkhayalkan bang Jaya, dan berharap bisa mendapatkannya.
Aku memang sudah cukup dekat dengan bang Jaya, karena aku dan bang Jaya sering ngobrol, setiap kali bang Jaya mampir di warung kami. Apa lagi bang Jaya adalah salah seorang sopir truck langganan kami, yang sering mampir dan tidur di warung kami.
Kedekatan ku dan bang Jaya cukup membuat ku semakin mengaguminya. Meski pun aku tahu, kalau bang Jaya sudah menikah dan juga sudah punya dua orang anak. Usia bang Jaya sendiri sudah 37 tahun lebih. Tapi ia masih terlihat gagah di mata ku.
Ketertarikan dan kekaguman ku terhadap bang Jaya, kian hari kian besar. Aku semakin menyukainya. Meski pun sekarang, aku hanya bisa bertemu bang Jaya sekali seminggu, setiap malam minggu. Namun hal itu tidak membuat rasa suka ku padanya berkurang. Justru aku semakin sering merindukannya.
Sampai akhirnya aku nekat untuk meminta nomor handphone bang Jaya. Dan tanpa ada rasa curiga bang Jaya pun memberikan nomor handphone nya padaku. Kami pun saling bertukar nomor handphone. Bahkan aku juga mengikuti akun media sosial bang Jaya.
Aku hanya ingin tahu, apa saja kegiatan bang Jaya selain menjadi sopir truck. Aku ingin tahu setiap rutinitasnya. Walau pun hal itu terkadang cukup membuat aku merasa cemburu, karena bang Jaya kadang-kadang juga suka membuat status tentang istri dan anak-anaknya.
Aku juga semakin berani untuk sekedar say hello melalui pesan singkat kepada bang Jaya. Sekedar menanyakan kabarnya, apa bila kami beberapa tak berjumpa.
Selama ini bang Jaya selalu membalas setiap pesan yang aku kirimkan padanya. Bahkan tak jarang, ia malah menghubungi ku. Ia sering menelponku, terutama saat ia sedang berada di perjalanan. Katanya ia butuh teman ngobrol kalau lagi nyetir.
Aku merasa cukup bahagia dengan semua itu. Menjadi dekat dan akrab dengan bang Jaya, adalah salah satu impian ku selama ini, setidaknya sejak aku mengenal bang Jaya. Dan mungkin, saat ini, aku pun telah jatuh cinta padanya. Aku begitu menyayanginya.
Setiap malam, wajah bang Jaya selalu menghiasi angan dan fantasi ku. Wajahnya yang tampan, tubuhnya yang kekar, dan juga perutnya yang sedikit buncit, membuat ia terlihat sempurna di mata ku. Ah, cinta memang telah bersarang di hati ku. Dan aku semakin terlena dengan semua itu.
Hanya saja saat ini, aku harus memikirkan, bagaimana caranya aku bisa mengungkapkan semua perasaan ku ini pada bang Jaya. Aku jadi dilema.
Di satu sisi, aku ingin bang Jaya tahu akan perasaan ku padanya. Namun di sisi lain, aku juga takut kalau bang Jaya akan membenci jika ia tahu semua itu. Aku takut, ia akan menjauh dan pergi dari kehidupan ku. Dan aku belum siap untuk kehilangan bang Jaya. Aku masih ingin menikmati setiap waktu ku bersama bang Jaya. Bersama khayalan ku tentannya.
****
Hingga pada suatu malam, seperti biasa, setiap malam minggu aku berada di warung untuk membantu orangtua ku berjualan. Kebetulan malam itu juga, bang Jaya mampir seperti biasa di warung kami.
Setelah hampir larut malam, warung sudah mulai sepi, hanya mereka para sopir truck yang menginap di warung kami yang tersisa saat itu. Yang salah satunya adalah bang Jaya.
Aku berinisiatif untuk mengajak bang Jaya ngobrol malam itu. Kami pun ngobrol berdua di bangku sudut warung. Ayah, ibu dan adik ku sudah kembali ke rumah kami di belakang. Sementara sopir truck lain sudah berada di ruang istirahat, yang sebagian sudah tertidur pulas.
"sebenarnya aku ingin mengatakan sesuatu sama bang Jaya..." ucapku memulai pembicaraan.
"kamu mau mengatakan apa?" bang Jaya bertanya.
"tapi bang Jaya harus janji, kalau bang Jaya gak bakal marah...." ucapku lagi.
"oke.. saya janji..." balas bang Jaya terdengar santai.
"aku... aku .. suka sama bang Jaya... aku sangat mencintai bang Jaya... apa bang Jaya mau... jadi pacarku?" ungkapku meski dengan suara yang sedikit terbata.
Bang Jaya terdiam sejenak, lalu ia terlihat menarik napas panjang.
"pertama... aku ini laki-laki, dan kamu juga laki-laki... bagaimana kamu bisa jatuh cinta padaku? Dan yang kedua... aku ini sudah menikah dan sudah punya anak.. bagaimana mungkin kita bisa pacaran?" suara bang Jaya cukup berat mengucapkan kalimat tersebut.
"iya... aku tahu, bang. Aku juga gak bakal maksa, kok. Aku... aku hanya sekedar ingin mengungkapkan apa yang aku rasakan terhadap bang Jaya selama ini. Aku sudah tidak sanggup lagi memendamnya. Maafkan aku, bang. Maafkan aku, jika semua ini adalah sebuah kesalahan.. Tapi.. itulah sebenarnya yang aku rasakan saat ini..." balasku terdengar serak.
"oke... mencintai ku, itu hak kamu. Dan aku coba mengerti... Meski pun hal itu cukup aneh bagi ku. Dan aku juga hargai kejujuran mu padaku... Tapi... rasanya... aku gak bisa, membalas semua itu. Jelas semua itu gak mungkin bagi ku..." ucap bang Jaya kemudian.
Kali ini aku terdiam cukup lama. Menahan perih yang aku rasakan. Aku berusaha keras, agar tidak menumpahkan air mata saat itu juga. Penolakan bang Jaya, benar-benar membuat ku terluka. Tapi aku juga cukup sadar diri, bang Jaya pantas untuk menolak ku.
"tapi... kita tetap bisa berteman kan, bang?" tanyaku akhirnya dengan suara bergetar.
"iya.. kita tetap bisa berteman, kok. Selama kamu.. tidak membuat aku merasa risih.." balas bang Jaya pelan.
****
Dan begitulah, sejak malam itu, hubungan ku dan bang Jaya memang jadi sedikit renggang. Bang Jaya tak lagi pernah menghubungi ku. Pesan ku juga hanya sekali-kali ia balas. Ia juga jadi jarang mampir lagi di warung kami.
Meski pun bang Jaya mengatakan, kalau ia masih mau berteman dengan ku. Tapi kenyataannya, ia mulai menjaga jarak dari ku. Ia mulai mengabaikan ku. Dan aku merasa semakin terluka dengan semua itu. Hal yang paling aku takutkan akhirnya terjadi. Bang Jaya kini mulai menjauh dari ku.
Aku kecewa namun juga merasa lega. Aku kecewa, karena bang Jaya menolak cinta ku, karena ia juga mulai terasa jauh dari ku. Tapi aku juga lega, karena akhirnya aku bisa mengungkapkan perasaan ku pada bang Jaya. Setidaknya sekarang ia sudah tahu, apa yang aku rasakan padanya.
Tapi aku tidak akan menyerah begitu saja. Aku masih akan tetap berjuang, untuk bisa merebut hati bang Jaya. Apa pun caranya. Aku tak peduli. Yang penting bang Jaya bisa menjadi milik ku.
Apa lagi, bang Jaya tidak sepenuhnya menghilang dari hidup ku. Aku masih punya nomor handphone nya, aku masih bisa mengikuti media sosial nya. Bahkan bang Jaya, sekali-kali masih suka mampir di warung kami. Hal itu cukup membuat aku masih punya kesempatan untuk bisa menaklukan hatinya.
Aku belum tahu pasti, apa yang akan aku lakukan selanjutnya, untuk bisa menarik perhatian bang Jaya. Tapi yang jelas, selagi aku masih punya kesempatan aku tidak akan menyerah. Aku akan tetap berjuang, hingga bang Jaya sendiri yang akan menyerahkan hatinya untuk ku.
*****
Berbulan-bulan berlalu, dengan keadaan yang masih sama, dengan keadaan aku yang hanya punya sedikit kesempatan untuk bisa mendekati bang Jaya lagi. Aku juga masih belum tahu, bagaimana caranya untuk bisa merebut hati bang Jaya.
Sampai pada suatu saat, sebuah peristiwa naas terjadi. Bang Jaya mengalami kecelakaan, saat mengendarai mobil truck nya. Kecelakaan yang tidak begitu parah sebenarnya. Tapi aku berhasil menjadi dewa penyelamat bagi bang Jaya waktu itu.
Kecelakaan itu terjadi sebenarnya cukup jauh dari warung kami, hanya saja kebetulan, aku juga sedang lewat di daerah tempat bang Jaya kecelakaan waktu itu. Aku sedang berkendara dari kota tempat aku kuliah, dan hendak pulang ke desa ku.
Karena sudah hafal dengan mobil bang Jaya, aku jadi tahu, kalau yang sedang mengalami kecelakaan waktu itu adalah bang Jaya. Karena itu, aku pun memutuskan untuk berhenti, dan segera membantu bang Jaya.
Kepala mobil truck yang dikendarai bang Jaya terperosot masuk ke dalam parit. Sehingga mengakibatkan kaca depan mobil pecah, dan kepala bang Jaya juga terbentur benda keras. Orang-orang pun berkerumunan untuk melihat kejadian tersebut.
Beruntunglah tidak ada korban jiwa, dan bang Jaya berhasil diselamatkan. Aku pun segera membawa bang Jaya ke rumah sakit terdekat. Sementara mobilnya sudah ada teman-teman bang Jaya yang mengurusinya.
Aku berhasil membawa bang Jaya sampai ke rumah sakit dengan selamat. Ia pun segera ditangani oleh pihak rumah sakit, untuk mengobati luka-lukanya. Dan untuk sementara bang Jaya harus di rawat di rumah sakit tersebut.
Aku lah yang mengurusi bang Jaya, selama ia berada di rumah sakit tersebut. Karena bang Jaya sendiri yang melarang ku untuk mengabarkan keluarganya serta juga istri dan anak-anaknya. Ia tidak ingin membuat mereka merasa khawatir. Apa lagi mereka semua berada di kota yang berbeda, yang jaraknya sangat jauh.
Hal itu cukup membuat ku jadi punya banyak kesempatan, untuk bisa merawat bang Jaya. Aku melakukan semua itu dengan tulus dan sepenuh hati. Biar bagaimana pun, ini adalah satu-satunya kesempatan bagi ku, untuk bisa mencuri perhatian bang Jaya.
****
Selama tiga hari tiga malam bang Jaya di rawat di rumah sakit tersebut. Selama itu pula, aku selalu ada untuknya. Aku yang selalu menjaganya. Aku curahkan seluruh perhatian ku padanya.
Aku sudah mengabari kedua orangtua ku, kalau aku tidak pulang minggu itu. Aku mengatakan kalau aku lagi banyak tugas kuliah, karena itu aku tidak bisa pulang seperti biasa. Aku sengaja tidak menceritakan tentang bang Jaya, agar mereka tidak salah paham dengan ku.
Bang Jaya sendiri juga sudah mengabari keluarganya, tapi ia tidak menceritakan tentang kecelakaan tersebut, ia hanya mengatakan kalau ia belum bisa pulang, karena lagi banyak proyek yang harus ia selesaikan secepatnya.
Urusan mobil bang Jaya sendiri, sudah dibereskan oleh teman-temannya, dan juga oleh perusahaan tempat bang Jaya bekerja. Jadi, bang Jaya bisa lebih fokus pada kesembuhannya.
"makasih ya, Riz... kamu sudah merawat saya selama di sini. Kamu juga sudah meluangkan waktu untuk bisa menemani saya disini..." ucap bang Jaya, sesaat sebelum ia di perbolehkan pulang.
"iya, bang. Sama-sama. Makasih juga, sudah memberikan saya kesempatan ini.." balasku tulus.
"kamu juga sampai bolos kuliah selama beberapa hari, hanya demi bisa menjaga saya disini.." bang Jaya berucap lagi.
'apa pun akan saya lakukan, bang. Demi membuktikan ketulusan cinta saya sama abang..' bisik ku dalam hati. Aku enggan mengucapkan hal tersebut. Karena aku yakin dan percaya, kalau bang Jaya pasti sudah memahami itu semua.
"tapi saya benar-benar minta maaf, Riz... saya bukan bermaksud memanfaatkan kamu... saya hanya tidak punya siapa-siapa disini, selain kamu. Saya tahu, kamu melakukan semua ini, karena kamu memang menyukai saya... tapi.. jujur saja, saya masih belum bisa menerima kamu, Riz... Kamu jangan berharap lebih ya... aku tidak bisa menjanjikan apa-apa...." ucap bang Jaya kemudian.
"iya, bang. aku ngerti, kok. Kan sudah aku katakan dari awal, kalau aku juga gak bakal maksa bang Jaya. Biarkan saja semuanya mengalir apa adanya, bang. Meski jujur saja, sampai saat ini, aku masih punya harapan yang besar terhadap bang Jaya..." balasku sedikir serak.
"tapi aku janji, Riz.. Aku akan berusaha menjadi teman kamu lagi. Aku tidak akan menghindari kamu lagi. Kita bisa berteman seperti dulu lagi, Riz..." ucap bang Jaya lagi.
"oke, bang. Terima kasih banyak atas kesempatannya..." balasku ringan.
Aku bersorak sedikit girang di dalam hati ku. Setidaknya, pengorbanan ku selama beberapa hari ini, tidaklah sia-sia. Aku jadi punya kesempatan untuk bisa dekat-dekat lagi dengan bang Jaya. Setidaknya dengan begitu, kesempatan ku untuk meluluhkan hati nya jadi kian terbuka.
****
Komentar
Posting Komentar
Terima kasih