Om Prass pun melanjutkan ceritanya. Aku berusaha untuk mendengarkannya dengan serius, meski pun aku masih merasa sangat kaget akan pengakuan om Prass tersebut.
"sebelum menikah, saya memang sempat pacaran dengan seorang laki-laki. Namanya Jaka. Ia adalah cinta pertama sekaligus pacar pertama saya. Jaka seorang laki-laki yang sangat tampan. Dia juga laki-laki yang baik. Meski ia hanya berasal dari keluarga yang sederhana..."
"saya dan Jaka saling mencintai. Kamu pacaran juga cukup lama. Sudah bertahun-tahun. Kami pacaran sejak kami sama-sama mulai kuliah. Hingga kami kemudian sama-sama lulus kuliah, dan mulai bekerja di bidang kami masing-masing."
"Jaka bekerja di sebuah perusahaan swasta, sementara saya harus melanjutkan usaha keluarga saya. Namun begitu, kami tetap menjalin hubungan, meski pun kami jadi jarang bertemu. Tapi cinta kami tetep utuh. Semua terasa begitu sempurna.."
"aku sangat mencintai Jaka, begitu juga sebaliknya. Kami berjanji, akan selalu bersama selamanya. Kami tidak ingin berpisah walau apa pun yang akan terjadi." om Prass menarik napas sejenak.
"namun ternyata, takdir berkata lain... Jaka mengalami sebuah kecelakaan. Kecelakaan yang sangat fatal. Kecelakaan yang akhirnya merenggut nyawanya. Jaka meninggal dunia, di saat aku masih sangat membutuhkannya. Dia pergi untuk selamanya, di saat aku masih sangat mencintainya.."
"saya merasa sangat kehilangan dirinya. Saya tidak punya semangat untuk hidup lagi. Kepergian Jaka benar-benar merenggut semuanya. Kebahagiaan ku, cinta ku dan bahkan jiwa ku. Aku sempat frustasi dan putus asa. Hidupku hancur. Berantakan.."
"keluarga ku melihat perubahan ku tersebut. Mereka merasa prihatin. Meski pun mereka tidak tahu apa penyebab sebenarnya. Selama itu, mereka bahkan tidak mengenal Jaka sama sekali. Hubunganku dengan Jaka hanyalah sebuah rahasia. Namun luka yang tumbuh akibat kepergiannya, sungguh terasa sangat menyakitkan bagiku.."
"karena ingin melihat aku terlarut dalam keterpurukan, yang mereka sendiri tidak tahu apa penyebabnya, orangtua ku segera mencarikan jodoh untuk ku. Mereka ingin aku bangkit kembali, entah dari apa. Namun yang pasti, aku tidak berusaha menolak perjodohan tersebut.." sekali lagi, om Prass menarik napas dalam.
"aku tidak ingin mereka tahu, apa yang menyebabkan aku berduka. Dan mungkin dengan menikah, aku berpikir, aku akan bisa melupakan Jaka. Dan memulai hidupku yang baru. Meski aku sendiri tidak yakin, kalau aku akan begitu mudah melupakan Jaka. Terlalu banyak kenangan indah bersamanya.."
"dan setelah menikah, aku pun berusaha menjalani kembali hidup ini. Menjadi versi diri ku yang lain. Belajar untuk bisa mencintai istri ku. Menutupi semua luka-luka ku, dengan terus bekerja dan bekerja. Aku berusaha melupakan Jakan seutuhnya. Meski pun hampir setiap malam, bayangan Jaka selalu hadir dalam angan ku.."
"kini.. sudah lebih dari 25 tahun berlalu, semenjak Jaka pergi. Semenjak aku menjadi versi diriku yang lain. Aku bahagia, karena punya istri yang pengertian, punya anak-anak yang baik. Namun luka di hati ku tidak pernah benar-benar sembuh. Aku masih sering mengingat Jaka.."
"sampai akhirnya... aku melihat kamu, Alan. Kamu benar-benar mengingatkan aku akan sosok Jaka. Wajah kamu, postur tubuh kamu, semuanya benar-benar mirip Jaka. Luka yang telah lama aku simpan, seakan berdarah kembali, saat pertama kali aku melihat kamu, Alan.."
"kamu benar-benar mirip dengannya. Kamu membuat aku mengingat kembali tentangnya. Beberapa kali melihat kamu di lampu merah, membuat aku semakin yakin, kalau kamu sangat mirip dengan Jaka. Dan jujur saja, sebelum aku berani untuk mengajak kamu mengobrol, aku sudah memperhatikan kamu sejak lama.."
"awalnya, aku ingin mengabaikan kamu, Alan. aku tidak ingin mengingat hal apa pun lagi tentang Jaka. Namun semakin aku mencoba untuk tidak peduli akan kehadiran mu, semakin aku ingin tahu tentang kamu. Aku semakin merasa penasaran. Dan karena itulah, aku memberanikan diri, untuk mengajak kamu ikut dengan ku waktu itu.."
"dan semakin aku tahu tentang kamu, semakin membuat aku mengingat kembali tentang Jaka. Cara kamu ngomong, cara kamu berjalan, dan juga kehidupan kamu secara ekonomi, hampir semuanya seperti Jaka. Karena Jaka juga berasal dari kampung, dan ia juga berusaha kerja keras sendiri, untuk membiayai kuliahnya sendiri.."
"saya sangat mengagumi Jaka dan juga sangat mencintainya. Dan karena itu juga, saya ingin sekali kamu bisa kuliah, dan mendapatkan kehidupan yang layak. Karena dulu, Jaka selalu berhasil menolak semua bantuan ku padanya. Jaka seseorang yang sangat mandiri. Ia tidak dengan begitu mudah menerima bantuan dari orang lain, sekali pun itu dari pacarnya sendiri.."
"namun apa pun itu, Alan.. sekarang kamu sudah tahu semuanya. Kamu juga sudah tahu, alasan apa yang membuat saya, jadi begitu peduli padamu. Saya harap kamu bisa mengerti, dan saya harap kamu jangan pernah berpikir untuk meninggalkan ku.."
Dan begitulah, cerita om Prass padaku. Cerita yang membuat aku jadi merasa dilema. Cerita yang membuat aku jadi mengerti, mengapa om Prass begitu baik padaku.
****
"jadi.. sekarang... saya harus bagaimana, om?" tanyaku akhirnya, setelah cukup lama suasana hening tercipta diantara kami.
"saya hanya minta satu hal sama kamu, Alan. Saya ingin kita melanjutkan kisah ku bersama Jaka. Saya ingin kamu menjadi pacar ku..." kali ini om Prass menjawab dengan cukup tegas.
"tapi.. om... saya bukan Jaka. Dan saya... saya juga bukan seorang gay. Saya laki-laki normal, om. Saya gak mungkin bisa pacaran sama laki-laki..." balasku mulai terbata kembali.
"saya gak akan memaksa kamu untuk jadi Jaka, Alan. Saya juga gak akan memaksa kamu, untuk menjadi pacar saya. Tapi, saya hanya ingin kamu tahu, tentang apa yang saya ingin dari kamu, untuk semua yang telah saya berikan padamu selama ini."
"saya akan beri kamu waktu untuk berpikir. Dan saya tidak ingin mengancam kamu. Namun, jika kamu menolak keinginan saya, kamu juga harus siap kehilangan semua ini. Kamu harus siap, untuk kembali hidup di jalanan lagi..." ucap om Prass kemudian.
Ucapan om Prass, benar-benar membuat aku sadar, posisi ku saat ini. Aku tidak punya kekuatan untuk menolak hal tersebut. Aku tidak ingin kembali ke jalanan. Aku tidak ingin kehilangan semua kemewahan ini. Tapi...
"saya... saya minta maaf, om. Tapi permintaan om Prass sangat berat untuk bisa saya terima begitu saja. Saya.. saya masih butuh waktu, untuk mencerna semua ini, om. Tolong beri saya waktu, om. Untuk memikirkan semuanya.." ucapku akhirnya dengan terbata.
"saya bukan orang jahat, Alan. Saya akan memberi kamu waktu, sepanjang yang kamu inginkan. Tapi kamu harus ingat, Alan. Untuk mendapatkan sesuatu yang kita inginkan, kita memang harus mengorbankan sesuatu yang kita punya, apa pun itu."
"dan satu hal lagi, saya ingin kamu tahu, kalau kehadiran mu telah mampu membangkitkan segala kenangan lama ku bersama Jaka. Dan aku tidak ingin kehilangan itu lagi. Aku ingin kamu mengerti akan hal itu, Alan. Sebagai salah satu bahan pertimbangan kamu, sebelum kamu mengambil keputusan nantinya.." ucap om Prass selanjutnya.
****
Dan waktu kembali bergulir. Tanpa bisa dicegah atau pun di pacu.
Seminggu berlalu, semenjak peristiwa malam itu. Semenjak aku tahu siapa om Prass sebenarnya, alasan apa yang membuat ia begitu baik padaku, dan apa yang ia inginkan dari ku.
Semenjak malam itu, aku pun terus memikirkan hal tersebut. Mempertimbangkan segala sesuatunya. Mencari jalan terbaik untuk semuanya.
"jadi gimana, Alan? Apa kamu sudah punya jawabannya?" tanya om Prass, setelah seminggu kemudian ia datang lagi ke tempat ku.
Om Prass sudah sangat baik padaku. Ia telah banyak memberikan aku bantuan. Ia juga sudah berhasil mewujudkan impian ku untuk bisa kuliah. Bahkan secara keseluruhan hidup ku pun berubah karenanya. Aku tidak lagi hidup dijalanan. Semua kebutuhan ku juga terpenuhi dengan baik.
Namun demikian, aku juga masih merasa berat, jika harus menjadi pacar om Prass. Bukan saja karena ia seorang laki-laki, tapi juga karena ia sudah cukup tua. Dan aku merasa jijik, membayangkan jika aku harus berpacaran dengan om Prass.
Namun aku hanyalah manusia biasa. Hidup dalam keterbatasan ekonomi, membuat aku tidak punya banyak pilhan dalam hidup ini.
Jika aku harus mempertahankan harga diri ku, sebagai seorang laki-laki normal. Aku juga harus siap kehilangan kehidupan mewah seperti saat ini. Dan jika aku ingin tetap hidup enak, aku memang harus kehilangan harga diri ku.
Namun apa lah arti sebuah harga diri, jika hidup kita menderita karenanya. Dan aku bukanlah laki-laki baik-baik, seperti kebanyakan laki-laki di dunia ini. menjadi pacar om Prass bukanlah hal yang berat, dan saya tidak merasa di rugikan akan hal itu.
"iya, om... saya mau...." balasku akhirnya.
"mau apa?" tanya om Prass, berusaha meyakinkan dirinya sendiri.
"saya mau ... jadi pacar om Prass, jika hal itu bisa membuat om Prass bahagia." balasku lagi.
"terima kasih ya, Alan. Karena kamu mau mengerti akan perasaan saya... Meski pun saya yakin, kamu mau menjadi pacar saya, hanya karena terpaksa. Tapi saya juga yakin, kalau suatu saat nanti, kamu pasti tidak akan menyesali semua ini..." ucap om Pass kemudian.
"dan mulai sekarang, mulai malam ini, kita resmi berpacaran. Dan aku ingin kamu bisa menjaga rahasia ini dengan baik. Aku tidak ingin siapa pun tahu, tentang hubungan kita..." om Prass melanjutkan ucapannya.
"baik, om. Saya pasti akan jaga rahasia ini dengan baik.." balasku.
"jadi... karena kita sudah pacaran... bolehkah aku..." suara om Prass tiba-tiba tercekat.
"boleh, om.. lakukan saja apa pun yang om inginkan dari ku, selama hal itu bisa membuat om merasa senang..." aku memotong ucapan om Prass cepat, saat aku mulai mengerti kemana arah ucapannya barusan.
****
Dan begitulah, sejak malam itu, aku resmi menjadi pacarnya om Prass. Lebih tepatnya sih kekasih simpanannya. Tapi aku gak peduli dengan status tersebut. Toh, hubungan kami hanya kami berdua yang tahu. Tiada siapa pun yang tahu, tentang status ku saat ini.
Om Prass tidak setiap malam ke tempatku. Ia hanya datang pada malam-malam tertentu. Ia hanya datang saat ia membutuhkan ku. Dan hal itu cukup memberi ruang bagiku, untuk tetap menjadi diri ku sendiri, saat tidak sedang bersama om Prass.
Aku mencoba menikmati semua itu. Mencoba menjalaninya seperti seharusnya.
Di luar aku adalah seorang Alan, anak kuliah yang tinggal di apartemen mewah. Namun pada malam-malam tertentu, aku adalah kekasih om Prass, yang harus bisa memberikan servis terbaik untuknya.
Om Prass sangat menyayangi ku. Ia selalu memanjakan ku. Ia selalu memenuhi semua keinginan ku. Ia tak pernah membuat aku merasa kecewa. Ia selalu berusaha untuk membuat aku merasa senang dan tenang. Dan aku mulai menyukai semua itu.
Namun apakah semua ini akan berjalan selancar yang aku harapkan?
Apakah semuanya akan selalu baik-baik saja?
Ketika akhirnya aku malah jatuh cinta pada orang lain.
****
Bersambung...
Komentar
Posting Komentar
Terima kasih