Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Juni, 2023

Adsense

Abang penjual pisang (part 3)

Sebulan akhirnya berlalu. Aku dan bang Alvi masih tetap berteman. Kami masih sering bertemu, terutama saat aku berbelanja pisang padanya. Tapi aku tidak pernah lagi datang ke rumahnya, meski bang Alvi masih sering menawari ku. Bukan karena aku tidak mau bertemu bang Alvi lagi di rumahnya, dan menghabiskan waktu berdua dengannya. Aku hanya tidak ingin menyakiti perasaan ku sendiri, karena terlalu berharap padanya. Kami masih sering mengobrol, hanya saja, obrolan kami hanya sebuah obrolan basa-basi. Tidak ada lagi obrolan yang serius diantara kami. Karena aku takut, setiap pembicaraan yang serius hanya akan mengingatkan aku , akan perasaan ku pada bang Alvi. Tapi aku akan selalu mencintainya, karena bang Alvi adalah cinta pertama dalam hidupku. Dan aku tidak akan pernah bisa melupakannya. Apa lagi aku masih punya harapan untuk bisa memilikinya. Hingga pada suatu hari... "nanti malam ke rumah ya.." tawar bang Alvi untuk kesekian kalinya. "lihat nanti aja ya, bang. Kalau aku

Abang penjual pisang (part 2)

Karena sudah merasa akrab dan dekat, aku pun memberanikan diri untuk datang ke rumah bang Alvi. Apa lagi sudah beberapa kali bang Alvi menawarkan ku untuk datang ke rumahnya. Karena memang jarak rumah kami tidak lah terlalu jauh. Masih di jalan yang sama, hanya beda gang. Waktu itu malam minggu, dan pagi tadi aku juga sudah sampaikan pada bang Alvi akan datang ke rumahnya malam ini. Bang Alvi juga sudah mengirimkan lokasi rumah kontrakannya melalui aplikasi WA. "selamat malam, bang.." sapa ku, ketika akhirnya aku sampai ke rumah bang Alvi. Bang Alvi sendiri sudah menantikan kedatangan ku di teras rumahnya. "malam juga, Theo.." balasnya, "kamu kelihatan keren sekali malam ini.." lanjutnya memuji. "ah.. biasa aja kok, bang..." balasku sedikit tersipu. Terus terang, baru kali ini aku dibilang keren oleh seorang laki-laki dewasa, seperti bang Alvi. "justru abang yang terlihat gagah sekali malam ini.." lanjutku pelan. "ya udah.. yuk mas

Abang penjual pisang

Sebut saja namanya Alvian, dan aku biasa memanggilnya bang Alvi. Dia seorang penjual pisang di sebuah pasar tradisional yang berada tepat di perempatan jalan, yang salah satu persimpangannya adalah jalan menuju gang tempat aku tinggal. Aku seorang mahasiswa baru di sebuah kampus yang cukup ternama di kota tempat aku tinggal. Aku masuk kampus tersebut, bukan karena aku termasuk golongan orang yang mampu secara ekonomi, tapi karena memang aku mendapatkan beasiswa penuh, untuk bisa kuliah di kampus tersebut. Aku tinggal bersama ibu ku, hanya berdua. Ayahku sudah lama pergi merantau menjadi TKI di luar negeri. Tapi sampai saat ini, kami belum pernah mendapat kabar apa pun darinya. Bahkan aku sendiri menganggap kalau ayah ku sudah tidak ada lagi. Aku tak pernah berharap lagi, beliau akan kembali. Ayahku pergi ketika aku masih berusia delapan tahun. Beliau meninggalkan aku dan ibu ku di kota besar ini, yang membuat ibu ku harus berjuang sendiri untuk membesarkan ku. Aku dan ibuku masih tingg

Abang penjual buah

Ini adalah sebuah kisah nyata yang aku alami sendiri. Sebuah kisah yang sebenarnya memang aku inginkan terjadi. Kisah yang terkesan sedikit aku rencanakan. Kisah ini baru saja terjadi, tepatnya sekitar beberapa bulan yang lalu. Namun sebelum kisah ini aku ceritakan secara terperinci, ada baiknya aku terlebih dahulu memperkenalkan diriku. Namaku Raja, sebut saja begitu, bukan raja dalam arti yang sebenarnya. Hanya Raja. Aku tak tahu pasti, kenapa orangtua ku dulu memberi aku nama Raja. Mungkin mereka berharap suatu saat nanti aku bisa menjadi raja. Namun terlepas dari siapa pun nama ku, itu tidaklah terlalu penting. Karena bagi ku, nama hanyalah sebuah pembeda antara kita dengan orang lain. Supaya orang lebih gampang mengenali dan memanggil kita. Itu saja. Aku anak kedua dari dua bersaudara. Kakak ku perempuan, hanya beda tiga tahun dari ku. Saat ini aku sudah berusia 21 tahun lebih. Dan aku masih kuliah. Papa ku seorang pengusaha yang cukup sukses, sementara mama ku adalah seorang dose

Paman Istri ku (part 4)

"minggu ini kita weekend di kampung nenek, ya.." ucapku pada istri ku pada suatu hari. "tumben, mas ngajak weekend ke kampung nenek, biasanya saya ajak gak pernah mau..." balas istri ku sedikit heran. "saya kangen sama nenek.." balasku asal. Padahal aku justru ingin bertemu dengan pakde Rohim. "kangen sama nenek atau sama pakde Rohim?" tanya istri ku, seakan bisa membaca pikiranku. "ya.. sama nenek lah.." balasku sedikit ketus. "tapi kan mas dekatnya sama pakde Rohim bukan sama nenek.." ucap istri ku kemudian. "iya sih... tapi intinya saya kangen suasana desa tersebut. Disana terasa nyaman..." balasku sedikit membela diri. "ya udah... terserah mas aja... asalkan nanti disana jangan buru-buru minta pulang lagi ya..." ucap istri ku, yang membuat ku jadi teringat kejadian pada waktu kami pergi liburan pertama kalinya ke kampung nenek. Waktu itu aku jadi buru-buru ingin pulang karena ingin menghindari pakde Roh

Paman istri ku (part 3)

Seminggu kemudian, di luar dugaan ku, di luar harapan ku, tiba-tiba pakde Rohim muncul di rumah kami. Ia datang sedirian. Saat itu hari minggu. Aku tidak bekerja, sementara istri ku sedang berada di rumah mertua ku. Sejak menikah dengan istri ku, kami memang sudah pisah rumah dengan mertua ku. Aku sengaja menyewa sebuah rumah kontrakn kecil untuk tempat tinggal keluarga kecil ku. Rumah yang kami sewa itu jaraknya juga tidak terlalu jauh dari rumah mertua ku. Masih satu komplek. "semakin kamu menghindar dari ku, semakin aku akan penasaran dengan kamu, Antonio. Aku akan tetap berusaha untuk bisa mendapatkan kamu. Meski aku harus mengorbankan banyak hal karenanya..." pakde Rohim berucap, saat ia berhasil duduk di samping ku, di ruang tamu. "pakde mau apa lagi dari ku? Bukankah waktu itu, pakde hanya minta dua hal padaku? Pakde hanya minta agar aku bisa menjaga rahasia pakde, dan juga agar aku tidak membenci pakde. Aku sudah melakukan kedua hal tersebut. Aku simpan rahasia i

Paman istri ku (part 2)

"sebenarnya rahasia apa yang ingin pakde cerita kan padaku?" tanya ku akhirnya, setelah cukup lama kami hanya saling terdiam. Sepertinya pakde Rohim masih ragu untuk menceritakan hal tersebut pada ku. "kamu ingin tahu, apa alasan ku sebenarnya masih belum menikah sampai saat ini?" pakde Rohim balik bertanya. "jika pakde bersedia untuk menceritakannya, saya siap mendengarkannya. Dan saya janji, saya tidak akan menceritakan hal tersebut kepada siapa pun.." balasku. "termasuk kepada istri mu?" ucap pakde Rohim lagi. "iya... termasuk kepada istri ku.." balasku cepat. Karena aku semakin penasaran dengannya. Pakde Rohim terlihat menarik napas beberapa kali. Kemudian ia pun akhirnya berucap, "aku dilahirkan tidak seberuntung orang-orang pada umumnya. Aku dilahirkan berbeda. Aku tidak sedang menyalahkan takdir, atau pun membenci keadaan.. tapi... kadang... aku membenci diriku sendiri.." begitu ia memulai ceritanya. "sejak remaja,

Paman istri ku

Waktu itu aku sedang berlibur di kampung istri ku. Kebetulan sejak kami menikah, aku belum pernah sampai ke kampung istri ku. Karena sebenarnya hampir semua keluarga istri ku, termasuk kedua orangtuanya, sudah pindah ke kota tempat kami tinggal. Meski masih ada beberapa orang dari keluarga istri ku yang masih tetap tinggal di kampung halamannya. Ada tante Dewi, adik kedua dari ibu mertua ku. Kemudian ada juga pakde Rohim, adik bungsu dari ibu mertua ku. Ibu mertua ku memang punya banyak saudara kandung. Mereka semuanya tujuh bersaudara. Dan pakde Rohim adalah adik bungsunya, yang masih belum menikah. Sebenarnya pakde Rohim masih cukup muda, usianya hanya terpaut empat tahun dari ku. Usia ku sendiri saat ini sudah 30 tahun. Dan aku menikah dengan istri sudah lebih dari dua tahun, kami juga sudah punya seorang putra yang baru berusia 1 tahun. Pakde Rohim hanya tinggal berdua bersama ibunya, yang merupakan nenek dari istri ku. Ayah pakde Rohim atau kakek dari istri ku, sudah lama meningga

Iklan google