Langsung ke konten utama

Postingan

Adsense

Akibat cinta satu malam

Lelaki itu menatap ku sekali lagi. Kali ini lebih lama. Cukup lama untuk membuatku merasa jengah, saat mata kami akhirnya bertemu pandang. Aku berpura-pura memalingkan muka. Mungkin lelaki itu hanya merasa mengenal ku, pikir ku. Sekedar menenangkan pikirin ku sendiri. "hei.. boleh kenalan?" sapa laki-laki itu, ketika akhirnya ia sudah berdiri di samping ku. Aku kembali menatapnya dengan sedikit gugup. Ku lihat laki-laki itu tersenyum, sambil ia mengulurkan tangannya padaku. Dengan sedikit ragu, aku jabat tangan lelaki itu. "Yopi.." ucapnya tegas. "Bagas.." balasku pelan. "sendirian?" lelaki itu bertanya lagi. Aku hanya mengangguk ringan. Saat itu kami sedang berada di sebuah pesta seorang teman, namanya Rio, yang sedang merayakan hari ulang tahunnya. Sebuah pesta yang di gelar cukup mewah, di rumahnya yang juga terhitung sangat mewah. Sebenarnya aku tidak terlalu suka menghadiri pesta seperti itu. Aku lebih suka menghabiskan waktu di kost ku samb

Pacar ku toxic

"aku ingin kita putus.." ucapku dengan suara tertahan. Hendra menatapku tajam. Aku hanya bisa tertunduk pada akhirnya. "kenapa?" tanya Hendra dengan nada keras. "aku capek, Hend. Aku capek menjalani hubungan ini. Kamu terlalu mengekang ku.." balasku pelan. "itu hanya alasan kamu saja, kan? Karena sebenarnya kamu sudah punya yang baru." ucap Hendra membalas. "aku gak pernah berpikir sekali pun, untuk mencari yang baru, Hend. Tapi aku juga sudah tidak mampu lagi bertahan dengan hubungan seperti ini." ucapku kemudian. "hubungan seperti apa yang kamu maksud?" Hendra balas bertanya. "kamu terlalu posesif, Hend. Kamu tidak memberikan aku sedikit pun kebebasan. Kamu juga terlalu mengatur hidupku." jawab ku apa adanya. "itu karena aku sangat mencintai kamu, Mahesa. Aku gak ingin kamu dekat-dekat sama siapa pun, karena kamu hanya milik ku." ucap Hendra, terdengar sedikit kasar. "tapi tidak dengan cara seperti i

Oh.. My boyfriend

"aku minta maaf, Den.." suara ku sedikit serak. "ini bukan hanya soal maaf memaafkan, Jay. Ini soal hubungan kita. Ini soal perasaan. Kalau kamu tidak bisa menjaga perasaan ku, bagaimana hubungan kita bisa dilanjutkan?" Deny membalas, suaranya sedikit keras. "iya.. aku tahu, karena itu aku minta maaf. Dan aku janji, aku tidak akan mengulanginya lagi. Lagi pula, kejadian tersebut tidak sepenuhnya aku sengaja. Aku tidak menyangka sama sekali, jika istri ku akan datang saat itu..." ucapku sedikit menjelaskan. "tapi setidaknya, jika kamu bisa menjaga perasaan ku, kamu tidak harus semesra itu dengan istri mu, saat aku masih berada disana." Deny membalas lagi. "yah.. mau gimana lagi, di depan orang-orang aku memang harus terlihat mesra bersama istri ku. Aku hanya tidak ingin orang-orang curiga." bela ku lagi. "terserah kamu aja, Jay. Aku capek. Mungkin untuk sementara kita tidak usah bertemu dulu. Aku pengen sendirian.." ucap Deny k

Si petugas pemadam kebakaran (part 2)

"kita jalan yuk, Bang..." ajak ku pada bang Amir pada suatu sore. "jalan kemana?" bang Amir balas bertanya. "kemana aja, bang. Keliling-keliling kota, sambil nanti kita cari tempat makan bakso yang enak.." ucapku lagi. "kamu mau traktir saya? kamu habis gajian ya?" bang Amir kembali bertanya. "iya, bang. Abang mau, kan? Mumpung istri abang juga lagi kerja...." ucapku kemudian. "ya udah.. terserah kamu. Saya ngikut. Saya juga lagi suntuk di rumah.." balas bang Amir akhirnya. "oke, bang. Saya ambil motor dulu, ya. Abang tunggu sini.." ucapku dengan nada riang. Aku tidak dapat menyembunyikan perasaan bahagia ku saat itu. Membayangkan aku berkeliling kota berdua bersama bang Amir naik motor, adalah sebuah kebahagiaan tersendiri bagi ku. Jadilah sore itu, aku dan bang Amir berjalan-jalan keliling kota naik motor butut ku. Kami sempat singgah di beberapa tempat. Kami juga sempat makan bakso di sebuah warung bakso pinggir j

Si Petugas Pemadam Kebakaran

Tak terasa, sudah dua bulan aku pindah ke kota ini. Sudah dua bulan juga aku tinggal di perumahan ini. Sebuah perumahan sederhana, yang berada di pinggiran kota.  Aku sengaja menyewa sebuah rumah di perumahan tersebut, untuk tempat aku tinggal. Karena sudah dua bulan ini, aku bekerja di sebuah perusahaan kecil di kota tersebut. Sebagai karyawan baru, dan juga sebagai orang yang baru pindah, aku memang belum begitu mengenal lingkungan sekitar ku. Aku juga belum begitu kenal dengan rekan-rekan kerja ku, dan juga para tetangga di sekitaran perumahan tempat aku tinggal. Namun begitu, aku berusaha untuk menikmati kehidupan baru ku di kota ini. Sejak aku diterima bekerja di perusahaan tersebut, aku memang telah mempersiapkan untuk bisa hidup di rantau orang sendirian. Setahun yang lulus kuliah, lalu kemudian aku pun mengirimkan lamaran kerja ke beberapa perusahaan. Dan kebetulan, hanya perusahaan di kota ini yang menerima lamaran ku. Aku anak kedua dari tiga bersaudara. Kakak laki-laki ku ju

Anak pembantu ku yang gagah

Namanya Jodi. Sebut saja begitu. Dia seorang pemuda yang berusia berkisar 20 tahun saat ini. Dan dia adalah anak dari Bi Asih, salah seorang pembantu di rumah ku. Bi Asih memang sudah bertahun-tahun bekerja di rumah ku, sejak Jodi masih kecil. Bi Asih seorang janda muda waktu itu. Suaminya, menurut cerita yang aku tahu, kabur bersama perempuan lain. Sehingga Bi Asih harus membesarkan anak semata wayangnya seorang diri. Karena itulah mama ku merasa kasihan padanya, dan membawa Bi Asih tinggal bersama kami, serta mempekerjakannya sebagai seorang pembantu. Papa ku memang seorang pengusaha yang sukses, dan mama ku sebenarnya hanyalah seorang ibu rumah tangga biasa. Namun papa tidak ingin mama bekerja terlalu keras di rumah, sehingga papa sengaja mempekerjakan beberapa orang pembantu di rumah kami. Aku adalah anak kedua dari kami dua bersaudara. Kakak ku seorang perempuan yang masih kuliah saat ini. Sedangkan aku juga masih kuliah, tiga tahun di bawah kakak ku. Lalu seperti apakah

Pak Tentara yang gagah

Nama ku Juned. Sebut saja begitu. Dan ini adalah kisah ku. Kisah ini terjadi sekitar 15 tahun yang lalu, saat itu aku masih berusia 19 tahun. Aku tinggal di sebuah desa yang cukup terpencil, bahkan sangat terpencil. Saat itu di desa ku belum ada listrik masuk. Dan jalan menuju desa ku, hanya bisa di tempuh dengan jalan kaki, atau paling tidak hanya bisa di tempuh dengan naik sepeda, itu pun kadang sepedanya lebih sering di dorong. Desa ku memang berada di kawasan hutan saat itu. Jarak dari desa ku menuju jalan lintas hanya sekitar lima kilo meter sebenarnya. Namun karena hanya bisa di tempuh dengan jalan kaki atau naik sepeda, jarak itu terasa sangat jauh bagi kami. Karena itu kami para warga sangat jarang keluar dari desa kami, kecuali ada keperluan yang sangat penting. Biasanya yang rutin keluar itu, adalah mereka yang punya usaha berdagang, atau mereka yang bersekolah. Kebetulan di desa ku itu, hanya ada satu sekolah dasar, itu pun sebenarnya hanya sebuah sekolah cabang, at

Iklan google