Aku merasa dilema.
Di satu sisi, aku merasa kehadiran David benar-benar telah membuat aku merasa nyaman dengan segala kebaikan serta perhatianya padaku selama ini.
Namun di sisi lain, aku merasa kalau cinta David padaku adalah sebuah kesalahan. Bukan saja karena aku seorang laki-laki, tapi juga karena aku sudah punya istri dan anak.
Kehadiran David mampu mengubah hari-hari ku menjadi lebih baik dan penuh warna. Namun itu semua hanyalah sebatas teman dekat dan juga sebagai seorang tetangga. Tidak lebih.
Tapi... Kebaikan David selama ini, dan juga segala perhatiannya padaku, mampu membuat aku merasa penting di hidupnya. Ia dengan rela dan tulus, membantu aku mengerjakan tugas-tugas yang aku sendiri tidak mampu melakukannya.
Ia dengan rela, dan tanpa meminta imbalan apa pun, memasak untuk ku setiap harinya, mencuci pakaian ku setiap minggunya, dan bahkan, kadang-kadang, ia juga sering membersihkan rumahku yang sering berantakan.
Dan itu semua ia lakukan, tanpa mengharapkan imbalan apa pun dari ku.
Namun sekarang aku tahu, kalau ia melakukan itu semua, karena ia telah jatuh cinta padaku. Ia mencintai ku, begitu tulus, sehingga ia rela mengorbankan apa saja untuk ku. Dan aku harus menghargai hal tersebut.
Mungkin cinta David memang sebuah kesalahan. Tapi ketulusannya mengurusi hidupku selama ini, tidak bisa diabaikan begitu saja. Jarang ada orang yang mau melakukan semua itu dengan tulus, seperti yang dilakukan David padaku.
Dan hal itu mampu membuat aku merasa sangat dilema.
Di suatu sisi, aku membutuhkan David dalam hidupku, untuk menyelesaikan semua pekerjaan rumah yang tidak bisa aku lakukan sendiri. Namun di lain sisi, aku juga tidak mungkin mengkhianati istri dan anak-anak ku.
Jika aku menerima cinta David, hanya dengan alasan, karena ia sudah sangat baik padaku, rasanya hal itu sangat sulit untuk aku lakukan. Namun jika aku mengabaikan perasaannya, entah mengapa aku merasa menjadi orang yang jahat, karena David telah sangat baik padaku selama ini.
Harus aku akui, kalau aku memang merasa nyaman bersama David. Ia mampu mewarnai hari ku dengan segala perhatiannya. Ia tak pernah membuat aku kecewa. Ia selalu bisa aku andalkan, kapan pun aku membutuhkannya.
Tapi apakah hal itu cukup, menjadi alasaan bagi ku, untuk membalas cintanya?
Lalu alasan apa yang aku punya, untuk menolaknya menjadi kekasih ku?
Bukankah selama disini, hanya David satu-satunya orang yang benar-benar peduli padaku?
Hanya dia yang benar-benar bisa memahami ku. Dan aku tidak ingin kehilangan seseorang seperti David, walau dengan alasan apa pun.
****
"maafkan saya ya, bang.." begitu ucap David, ketika akhirnya, beberapa malam kemudian, aku datang menemuinya di rumahnya.
Beberapa hari ini, sejak David menyatakan cintanya padaku, aku memang sengaja untuk tidak menemuinya. Aku butuh waktu untuk berpikir.
Dan beberapa hari ini, aku benar-benar menjadi kacau. Hidupku terasa sepi dan berantakan. Makan ku pun jadi tidak teratur, rumah ku juga jadi berserakan. Aku benar-benar membutuhkan David dalam hidupku.
"kamu gak perlu minta maaf, Vid..." balasku lemah.
"tapi... sejak abang tahu perasaanku, semuanya jadi berbeda, bang. Abang tak lagi mau main ke rumahku, bahkan abang juga tidak lagi makan masakan ku, seperti biasa. Aku jadi merasa bersalah.
"kamu tak perlu merasa bersalah, Vid. Aku mungkin... hanya butuh waktu untuk sendiri dan berpikir. Aku sangat menghargai kejujuran mu... Tapi... aku .. juga menjadi sedikit bingung dengan semua ini... seandainya saja... aku ini belum menikah... mungkin hal ini tidak akan menjadi serumit ini..." ucapku sedikit terbata.
"jika abang gak mau, juga gak apa-apa, bang... tapi tolong... jangan pernah menjauh dari ku.. Aku benar-benar menyayangi bang Jhoni.. walau tidak bisa memiliki abang, sebagai kekasih... setidaknya beri aku kesempatan untuk menjadi sahabat terbaik bang Jhoni..." David berucap dengan nada sendu.
Aku merasa terenyuh mendengarnya. Aku tak menyangka, jika cinta David padaku, begitu besar dan tulus. Hatiku merasa tersentuh. Aku merasa tidak mungkin bagiku, mengabaikan semua itu begitu saja. David terlalu baik, dan aku tidak ingin membuatnya merasa kecewa.
Lagi pula, tidak ada ruginya juga bagiku, untuk menerima cinta David. Toh, selama aku masih tinggal disini, aku memang membutuhkan David dalam hidupku. Setidaknya, dengan menjadi kekasihnya, segala pekerjaan rumah yang tidak bisa aku lakukan sendiri, bisa terbantu dengan kehadiran David.
"oke... aku... aku akan mencobanya, jika hal itu bisa membuat kamu merasa bahagia, Vid.." ucapku akhirnya, meski masih dalam keraguan hatiku.
"abang serius?" tanya David ragu.
"iya... aku serius... tapi... kita pelan-pelan aja ya.. terus terang... ini masih baru bagi ku.. Aku butuh waktu untuk menyesuaikan diri dengan semua ini.." balasku kemudian.
"iya, bang... gak apa-apa... aku ngerti, kok. Yang penting abang mau, itu sudah cukup untuk membuatku merasa bahagia..." ucap David dengan nada lega.
"lalu apa selanjutnya?" tanyaku tanpa sadar.
"yah... terserah abang sih.. abang maunya gimana?" balas David, sedikit bertanya.
"kok terserah saya? Saya kan kurang ngerti hal-hal seperti ini... Kan kamu juga tahu, kalau saya belum pernah pacaran dengan laki-laki sebelumnya.." ucapku.
"ya udah... bagaimana kalau malam ini, abang nginap di rumah ku aja.. Nanti biar semuanya mengalir seperti apa adanya.." David berujar, dengan nada sedikit berharap.
"aku.. aku ikut kamu aja, Vid. Terserah kamu gimana baiknya.. Yang pasti.. aku akan berusaha untuk memberikan yang terbaik buat kamu.." balasku kemudian.
"iya, bang... aku juga akan berusaha untuk melakukan yang terbaik buat abang. Aku ingin abang merasa nyaman dulu, dengan semua ini. Aku tidak akan memaksa..." ucap David.
Untuk beberapa saat kami saling terdiam. Meski pun aku tahu, apa yang diinginkan David dari ku. Tapi.. aku masih ragu untuk melakukan semua itu. Biar bagaimana pun, aku memang belum pernah melakukan hal tersebut, dengan seorang laki-laki.
Namun, aku juga tidak bisa memungkiri, bahwa sejak aku pindah kesini, aku sangat jarang melakukan hal tersebut dengan istri ku. Karena pada kenyataannya, aku memang hanya pulang ke kota, sekali dalam sebulan, dan itu hanya satu malam.
Jauh dari istri, memang membuat ku jadi sedikit merasa kesepian. Tapi selama ini, aku masih mampu menahan semua itu. Aku berusaha memendam semua keingina tersebut, hingga aku bisa bertahan sampai saat ini.
Sekarang ada David disini, dengan segala cinta dan keinginannya padaku. Sekarang ada David, yang rela melakukan apa saja untuk ku. Dan aku akan mencobanya. Untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku telah mengingkari takdir ku sebagai seorang laki-laki.
Dan ternyata, hal itu tidak seburuk yang aku takutkan. David mampu memberikan aku sesuatu yang luar biasa. Aku terhanyut dengan cintanya yang tulus. Dia berusaha memberikan yang terbaik untukku. Dia sangat mengerti apa yang aku inginkan dan yang aku butuhkan.
Jujur saja, rasa kesepian ku yang selama ini aku pendam, seakan menemukan tempat untuk berlabuh. David mampu menjadi dermaga yang indah, untuk tempat aku mencurahkan segala gelora rasa yang sudah berminggu-minggu, tak pernah aku luahkan. Dan aku merasa lega dengan semua itu. Bahkan sangat lega.
****
Hari-hari pun terus berlalu. Aku berusaha menjalani kehidupan ku sebagaimana mestinya. Dan kehadiran David, yang saat ini, sudah menjadi kekasihku, telah mampu membuat aku merasa bahagia.
Entah mengapa, semua yang dilakukan David untuk ku, jadi begitu penting bagiku. Aku benar-benar diperlakukan istimewa oleh David. Ia selalu berusaha untuk memberikan yang terbaik padaku. Dan hal itu mampu membuatku merasa terlena.
Hari-hari ku terasa begitu indah. Hidupku jadi lebih berwarna. Aku tidak lagi merasa kesepian. Aku seakan menemukan hal baru dalam hidupku. Hal baru yang membuatku merasa lebih baik.
"terima kasih ya, bang..." ucap David, ketika untuk kesekian kalinya, kami berada di rumahnya.
"aku yang harusnya terima kasih sama kamu, Vid. Kamu benar-benar lelaki yang luar biasa. Aku merasa beruntung bisa memiliki mu.." balasku apa adanya.
"aku merasa sangat bahagia dengan semua ini, bang.. Untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku bisa hidup bersama orang yang aku cintai..." ucap David lagi, seperti sengaja mengabaikan ucapanku barusan.
"dan juga mencintamu.." lanjutku tanpa sadar.
"maksudnya, bang?" David bertanya.
"iya.... setelah berbulan-bulan melakukan semua ini bersama kamu, aku mulai merasa, kalau aku juga telah jatuh cinta sama kamu, Vid. Aku merasa juga merasa bahagia dengan semua ini. Aku seakan menemukan setetes embun di tengah gurun gersang. Betapa aku sangat membutuhkan mu.." ucapku lagi, sedikit puitis.
"ah.. abang bisa aja... justru aku yang merasa beruntung bisa memiliki bang Jhoni... Aku merasa hidupku begitu sempurna saat ini... dan aku berharap, semoga hubungan kita bisa bertahan selamanya... dan semoga abang tidak merasa bosan dengan ku.." balas David.
"bagaimana aku bisa merasa bosas sama kamu, Vid. Jika yang kamu lakukan padaku, lebih dari apa yang aku harapkan. Kamu mampu memberikan aku sesuatu yang belum pernah aku rasakan selama ini.." balasku kemudian.
Suasan hening tercipta sesaat. Kami hanya saling tatap. Kemudian sama-sama tersenyum. Ada getar-getar aneh yang aku rasakan, saat melihat David tersenyum. Entah mengapa, senyum itu jadi terlihat indah di mataku. Dan aku dapat melihat dengan jelas, ada begitu banyak cinta di mata indah milik David. Cinta yang tulus dan apa adanya.
****
Waku terus berlalu. Kebahagiaan demi kebahagiaan terus kami rasakan bersama. Dunia jadi begitu indah bagi kami berdua. Cinta memang telah bersarang di hati ku untuk David. Demikian juga sebaliknya.
Namun cinta yang indah dan penuh warna tersebut, tidaklah sempurna. Ada banyak liku-liku di dalamnya. Sebagai seorang suami dan seorang ayah, aku tetap harus menjalankan kewajiban ku. Aku tetap harus pulang ke kota, sekali sebulan, untuk bertemu istri dan anak-anak ku.
Meski David tidak pernah mempermasalahkan hal tersebut, karena sejak awal ia sudah tahu status ku. Dan aku harus bisa berpura-pura, kalau semuanya baik-baik saja, ketika berada bersama istri dan anak-anak ku.
Hingga pada suatu saat, sebuah hal tak terduga terjadi padaku. Istriku memberikan aku pilihan yang sulit.
Istri ku merasa sudah tidak mampu lagi mengurusi anak-anak sendiri di kota. Ia siap untuk berhenti bekerja dan mengajak anak-anak untuk pindah ke tempat aku bekerja saat ini. Atau ia ingin aku yang pindah kembali bekerja di kota, dan hidup bersamanya lagi seperti sebelumnya.
Sungguh sebuah pilahan yang sulit bagi ku.
Jika istri dan anak-anak ku pindah dan ikut tinggal bersama ku di tempat aku bekerja sekarang, aku takut hal itu akan membuat David merasa kecewa. Karena biar bagaimana pun, hal itu tentu saja, akan membuat hubungan kami sulit untuk dilanjutkan.
Dan jika aku yang kembali pindah ke kota, tentu saja aku harus berpisah dengan David, laki-laki yang telah membuat aku jatuh cinta padanya. Selain itu, aku juga belum pasti akan bekerja dimana, jika aku pindah lagi ke kota. Perusahaan tempat aku bekerja, jelas belum menginginkan aku untuk pindah kerja lagi di kota.
Pilihan yang paling mungkin terjadi ialah istri dan anak-anak akan pindah dan ikut tinggal bersama di tempat aku bekerja sekarang. Dan hal itu cukup beresiko bagi hubungan ku dan David.
"kalau istri dan anak-anak abang pindah kesini, kita tidak akan bisa lagi seperti ini, bang.. dan aku belum siap untuk hal itu..." ucap David, ketika akhirnya, aku menceritakan keinginan istri ku tersebut.
"tapi aku tidak punya pilihan lain, Vid... Pilihannya hanya dua.. Aku yang pindah ke kota, atau istriku yang pindah kesini.." balasku lemah.
"tapi abang kan bisa minta istri abang untuk tetap seperti ini.. gak mesti harus ada yang pindah.." ucap David pelan.
"anak-anak ku sudah mulai tumbuh besar, Vid. Mereka butuh kontrol lebih dari kedua orangtuanya. Jika kami tetap hidup terpisah seperti saat ini, tentu saja, anak-anak ku akan merasa kehilangan kasih sayang seorang ayah... Lagi pula, istri ku pasti kewalahan harus mengurusi mereka sendirian.." jelasku kemudian.
"tapi ... mengapa baru sekarang?" tanya David.
"yah... mungkin sudah lama istri ku menginginkan hal tersebut, tapi ia berusaha memendamnya, karena itu juga merupakan pilihan yang sulit baginya... Namun sekarang sepertinya... keputusannya sudah bulat, bahkan ia rela harus kehilangan pekerjaannya, demi anak-anak kami... Dan aku tidak mampu menolak itu semua... aku gak punya alasan yang kuat untuk menolaknya..." balasku.
David terdiam. Aku juga. Kami sama-sama seakan merasa menemukan jalan buntu akan hubungan kami selanjutnya. Kebahagiaan kami yang baru setahun ini tercipta, seakan semua akan segera berakhir.
Aku juga merasa dilema tiba-tiba. Diantara pilihan yang sama-sama sulit bagi ku. Jika aku pindah lagi ke kota, mungkin aku bisa saja meminta kepada perusahaan untuk memindahkan kembali aku ke induk perusahaan di kota. Dan aku bisa menjalani kehidupanku bersama istri dan anak-anak ku sebagaimana sebelumnya.
Tapi resikonya, aku akan kehilangan David untuk selama-lamanya, karena sudah pasti kami tidak akan pernah bertemu lagi.
Atau bisa saja, aku memilih pilihan kedua, membiarkan istri dan anak-anak ku pindah kesini bersama ku.
Tentu saja resikonya, selain istri ku akan kehilangan pekerjaannya, aku juga akan kesulitan untuk bisa menghabiskan waktu bersama David, dan bahkan mungkin hubungan kami juga akan berakhir sampai disitu. Karena biar bagaimana pun, jelas tidak mungkin lagi bagi kami untuk bisa menghabiskan berdua seperti yang kami lakukan selama ini.
Ah... aku benar-benar dibuat bingung dengan semua ini. Ternyata benar, kebahagiaan itu tidak akan pernah utuh. Akan selalu ada hal-hal yang terjadi di luar dugaan kita sebagai manusia.
****
Dalam keraguan hati ku, aku memang harus memilih. Memilih pilihan yang terbaik dari yang terbaik.
Aku mengajukan permohonan pindah kerja ke perusahaan ku. Aku bermohon untuk bisa pindah lagi bekerja di kota, meski harus menjadi karyawan biasa lagi. Dan pihak perusahaan pun memenuhi permohonan tersebut.
Aku memutuskan untuk pindah kerja lagi ke kota. Aku memutuskan hal tersebut, bukan tanpa pertimbangan. Aku sudah memikirkan hal itu, selama berhari-hari. Dan menurut ku itu adalah keputusan yang terbaik dari yang terbaik.
Jika istri dan anak-anak ku pindah kesini, maka sudah pasti hubungan ku dan David akan terkendala, dan besar kemungkinan hubungan kami juga akan berakhir. Sementara, kami pasti hampir setiap hari masih harus bertemu. Selain karena kami satu tempat kerja, kami juga bertetangga.
Akan terasa sangat menyakitkan bagiku dan David, karena kami hanya akan bisa saling menatap dari jauh, tanpa bisa saling memadu kasih seperti biasa. Aku tidak bisa lagi makan masakannya, apalagi menginap di rumahnya.
Dan David pasti akan merasa terluka, melihat aku dan istriku setiap harinya.
Jadi, lebih baik, aku yang pindah ke kota. Selain karena alasan tersebut, aku juga tidak ingin istri ku meninggalkan pekerjaannya.
Walau pun itu artinya, aku juga akan kehilangan David untuk selama-lamanya.
Mungkin tidak akan mudah bagiku, untuk bisa melupakan David begitu saja. Tak akan mudah bagiku, untuk bisa melupakan segala kenangan indah bersamanya. Tapi aku memang harus membuat sebuah keputusan dalam hidupku.
Aku memang mencintai David. Tapi aku juga sadar, bahwa cinta kami selama ini adalah sebuah kesalahan. Dan aku harus memperbaiki kesalahan tersebut. Aku juga tidak ingin selamanya, terjebak dalam cinta yang salah.
Mungkin David akan kecewa dengan keputusan ku ini. Mungkin dia akan marah padaku, dan akan membenci ku seumur hidupnya. Namun aku juga percaya, jika pada akhirnya, David pasti bisa menerima semua ini.
Aku memang sengaja tidak memberitahu David akan kepindahan ku. Aku tidak ingin ia mencegahku. Aku harus pergi diam-diam. Biarkan waktu yang akan membuat David sadar, kalau aku sudah tidak lagi bisa hiduup bersamanya.
Cukup bagiku, kisah cintaku bersama David, akan menjadi kenangan terindah dalam hidupku. Aku tak akan pernah melupakannya. Tapi aku juga tidak akan pernah mengharapkannya kembali.
Aku akan memulai hidup ku yang baru. Benar-benar baru. Tanpa David. Dan tanpa cinta yang salah.
Semoga David juga bisa menerima kenyataan tersebut. Dan semoga aku bisa melanjutkan hidupku meski tanpa David lagi..
Yah... semoga saja...
*****
Komentar
Posting Komentar
Terima kasih