Langsung ke konten utama

Adsense

Dokter ganteng si pencuri hati (part 5)

'siapkah aku tuk jatuh cinta lagi?'

selirik lagu dinyanyikan Raka dengan nada sumbangnya, seperti sengaja menyindirku.

Ketika suatu malam, ia datang lagi ke rumahku.

Aku memang belum punya keberanian untuk berterus terang tentang dokter Adi padanya.

Aku tidak tega merusak kebahagiaannya denganku.

Tapi bayangan dokter Adi selalu melintas di benakku, setiap kali aku bersama Raka.

"bang Randi sebenarnya bahagia gak, sih, menjalani ini semua denganku?" tanya Raka selanjutnya.

Aku menatap Raka penuh perasaan. Aku benar-benar ingin tahu, perasaanku yang sebenarnya pada Raka.

Tapi aku tidak pernah bisa menemukan jawabannya.

Aku nyaman, saat bersamanya. Kadang merasa rindu juga, bila tak bertem dengannya.

Tapi, aku merasa itu bukan cinta. Itu hanya rasa nyaman, yang terjadi, karena Raka hadir pada saat yang tepat.

Namun sekarang, kehadirannya justru membuatku jadi serba salah.

"jika kamu sudah ada yang lain. Aku gak apa-apa kok, Ran. Selama hal itu bisa membuat kamu bahagia." terngiang kembali ucapan dokter Adi malam itu.

"aku sadar, aku telah mengabaikanmu terlalu lama. Dan rasanya wajar, kalau kamu akhirnya menemukan sesuatu yang baru.." suara itu mengalun lembut di telingaku.

"siapa sih, bang. Orang yang masih bersarang di hati bang Randi?" suara Raka membuyarkan ingatanku tentang dokter Adi.

Raka terbaring dengan bertelanjang dada di sampingku.

Aku mengalihkan pandanganku segera. Aku tidak ingin Raka tahu, kalau pikiranku tidak sedang bersamanya.

"aku tidak tahu, harus memulainya dari mana, Ka." suaraku pelan.

"tapi yang pasti kisahku teramat panjang, hingga akhirnya kita bisa bertemu." lanjutku lagi.

Raka memperhatikanku dengan serius.

Dan aku melanjutkan ceritaku, tentang dokter Adi, tentang Farel dan juga tentang perjodohanku dengan Desi. Aku memutuskan untuk menceritakan semuanya pada Raka.

Setidaknya Raka berhak tahu, setidaknya ia harus tahu.

Aku tidak ingin menutupinya lagi dari Raka.

"jadi bang Randi masih mencintai dokter Adi? " Raka mengeluarkan suara juga akhirnya, setelah untuk beberapa saat, suasana menjadi hening, ketika aku mengakhiri ceritaku.

"aku bingung, Ka. sejujurnya, iya, aku memang masih mencintai dokter Adi. Tapi ... untuk kembali lagi bersamanya, aku takut. Aku takut dikecewakan lagi, oleh orang yang sama..." jawabku, sambil menghela napas berat. Seberat perasaanku saat ini.

"aku juga sayang sama kamu, Raka. Meski perasaanku tak kian berkembang. Perasaanku masih terus dibayang-bayangi oleh sosok dokter Adi.." lanjutku kemudian.

Kali ini Raka terdiam. Benar-benar terdiam. Yang membuat suasana kembali hening.

Aku tidak bisa menyimpulkan apa yang dirasakan Raka saat ini.

'aku telah tahu, kita memang tak mungkin...'

Raka menyanyikan selirik lagu lagi, masih dengan nada sumbangnya.

Kemudian ia memejamkan dan mulai tertidur.

*****

Esoknya aku terbangun. Dan aku tidak melihat ada Raka di sampingku.

Aku segera bangkit, dan taka sengaja aku melihat secarik kertas bertuliskan tinta hitam, diatas meja kerjaku.

Penasaran, aku pun meraih kertas itu.

"dear bang Randi yang tampan dan juga baik.."

tulisan Raka, tertera di situ, memulai kalimatnya.

"terima kasih udah menemani hari-hariku. Terima kasih telah memberiku sebuah pengalaman yang indah.

Aku memang tidak sempurna. Aku juga bukan yang terbaik. Tapi aku dapat merasakan, jika cintaku untuk bang Randi sangat sempurna. Begitu sempurna.

Bahkan saking sempurnanya, aku tidak bisa membedakan lagi, entah bagian mana sebenarnya yang membuat hatiku terluka.

Entah karena, akhirnya aku sadar, kalau bang Randi ternyata tak pernah mencintaiku, meski aku sudah berusaha untuk itu.

Atau justru karena, ternyata bang Randi masih menyimpan seseorang di hati bang Randi, dan aku tidak pernah menyadari hal itu.

Maafkan aku, bang Randi.

Yang telah mencoba masuk ke dalam hatimu, yang ku pikir awalnya kosong, tapi ternyata sebuah nama masih tersimpan utuh disana.

Dan aku sadar, aku tak berhak menggantikannya. Meski dengan cara dan posisi apapun.

Bang Randi bisa saja terus berpura-pura, akan berusaha mencintaiku.

Tapi karena kesempurnaan cintaku, aku tak sanggup melihat itu semua.

Karena aku sadar, aku bukanlah seseorang yang sempurna untuk bisa membahagiakan sosok sempurna seperti bang Randi.

Maafkan aku, bang.

Aku pergi tanpa permisi, karena ak tahu, aku juga datang tanpa harapan.

Dan aku juga tahu, kehadiranku yang tak pernah bang Randi inginkan, hanya membuat bang Randi berada di posisi yang sangat dilema.

Kini bang Randi bebas dariku.

Meski akan butuh waktu yang sangat lama bagiku, untuk bisa bebas dari kesempurnaan cintaku pada bang Randi.

Aku akan belajar, bang. Aku akan belajar melupakan semua yang pernah terjadi diantara kita.

Selamat tinggal, bang Randi.

Semoga abang kembali akan menemukan kebahagiaan.

salam,

orang yang terlanjur mencintaimu dengan sempurna.

"Raka"

****

Aku melipat kertas itu, dan menyimpannya di laci kerja.

Tiba-tiba perasaan hampa menyelinap kembali di hatiku.

Mengapa Raka harus pergi? bathinku.

Mengapa orang-orang harus pergi, justru karena mereka mengaku cinta?

Bukankah mereka seharusnya bertahan?

Ah... aku jadi nelangsa tak menentu.

Sebuah ketukan terdengar di pintu depan. Aku segera memakai pakaianku, lalu bergegas ke depan.

"dokter Adi?" kalimatku keluar dalam kekagetan.

Dokter Adi tersenyum. Aku merapika rambutku yang berantakan karena belum mandi.

Aku pun mempersilahkan dokter Adi masuk, dan duduk di ruang tamu.

"ada apa mas Adi kesini?" tanyaku memulai pembicaraan.

"aku masih menunggu jawaban kamu, Ran. Seminggu aku rasa sudah cukup, untuk kamu membuat sebuah keputusan.." jawab dokter Adi, berusaha setenang mungkin.

"tapi, aku ... aku ... aku..." suaraku tiba-tiba terbata.

Baru saja aku kehilangan sosok Raka. Dan sekarang dokter Adi datang.

Aku belum siap.

"kamu kenapa, Ran?" dokter Adi menggugahku dengan tanyanya.

"aku.... aku gak tahu mesti berkata apa, mas.." jawabku akhirnya.

Dokter Adi tiba-tiba berdiri, lalu melangkah mendekat.

Ia menarik tanganku untuk ikut berdiri.

Aku dengan sedikit berat, mengikuti keinginannya.

Setelah aku berdiri di depannya, tiba-tiba lagi, dokter Adi mendekap tubuhku erat.

Dekapan itu masih terasa begitu hangat. Aku merasa nyaman berada disana.

"aku janji, Ran. Kali ini, aku tidak akan pernah meninggalkan kamu lagi..." dokter Adi membisikkan kalimat itu di telingaku, dekapannya kian erat.

Aku perlahan, membalas dekapan itu. Aku mencoba menumpahkan segala kerinduanku selama ini.

Bertahun-tahun, aku memendam semua rasa itu. Kini dokter ganteng itu kembali berada dalam pelukanku.

Aku tidak akan melepaskannya lagi. Tidak untuk kali ini.

Sudah terlalu banyak air mataku yang terkuras selama ini. Sudah terlalu banyak luka yang menggores hatiku.

Kini saatnya aku untuk bahagia.

Kini saatnya aku untuk meraih mimpiku bersama dokter Adi, dokter ganteng yang sejak awal telah mampu mencuri hatiku, dan bahkan telah mampu mengikatnya terlalu dalam.

Hingga aku tak mampu lagi, melepaskannya.

Sebanyak apa pun peristiwa yang coba mengubah perasaanku pada dokter Adi, ternyata tidak satu pun yang benar-benar berhasil, membuatku bisa melupakannya.

Semoga saja, kali ini, benar-benar sudah tidak ada lagi air mata..

***

Simak kisah lainnya :

Dokter ganteng si pencuri hati (part 4) 

Dokter ganteng si pencuri hati (part 3) 

Dokter ganteng si Pencuri hati (part 2) 

Dokter ganteng si pencuri hati (part 1) 

Nasib cinta seorang therapist (part 5) 

Nasib cinta seorang therapist (part 4)

Nasib cinta seorang therapist (part 3)

Nasib cinta seorang therapist (part 2)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita gay : Sang duda tetangga baruku yang kekar

 Namanya mas Dodi, ia tetangga baruku. Baru beberapa bulan yang lalu ia pindah kesini. Saya sering bertemu mas Dodi, terutama saat belanja sayur-sayuran di pagi hari. Mas Dodi cukup menyita perhatianku. Wajahnya tidak terlalu tampan, namun tubuhnya padat berisi. Bukan gendut tapi lebih berotot. Kami sering belanja sayuran bersama, tentu saja dengan beberapa orang ibu-ibu di kompleks tersebut. Para ibu-ibu tersebut serring kepo terhadap mas Dodi. Mas Dodi selalu menjawab setiap pertanyaan dari ibu-ibu tersebut, dengan sekedarnya. Saya dan mas Dodi sudah sering ngobrol. Dari mas Dodi akhirnya saya tahu, kalau ia seorang duda. Punya dua anak. Anak pertamanya seorang perempuan, sudah berusia 10 tahun lebih. Anak keduanya seorang laki-laki, baru berumur sekitar 6 tahun. Istri mas Dodi meninggal sekitar setahun yang lalu. Mas Dodi sebenarnya pindah kesini, hanya untuk mencoba melupakan segala kenangannya dengan sang istri. "jika saya terus tinggal di rumah kami yang lama, rasanya terla

Adik Iparku ternyata seorang gay (Part 1)

Aku sudah menikah. Sudah punya anak perempuan, berumur 3 tahun. Usia ku sendiri sudah hampir 31 tahun. Pernikahan ku baik-baik saja, bahkan cukup bahagia. Meski kami masih tinggal satu atap dengan mertua. Karena aku sendiri belum memiliki rumah. Lagi pula, rumah mertua ku cukup besar. Aku tinggal dengan istri, anak dan kedua mertua ku, serta adik ipar laki-laki yang baru berusia 21 tahun.   Aku bekerja di sebuah perusahaan kecil di kota ini, sebagai seorang karyawan swasta. Gaji ku lumayanlah, cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga kecil kami. Mertua ku sendiri seorang pedagang yang cukup sukses. Dan istri ku tidak ku perbolehkan bekerja. Cukuplah ia menjaga anak dan mengurus segala keperluan keluarga. Aku seorang laki-laki normal. Aku pernah dengar tentang gay, melalui media-media sosial. Tapi tak pernah terpikir oleh ku, kalau aku akan mengalaminya sendiri. Bagaimana mungkin seorang laki-laki bisa merasakan kenikmatan dengan laki-laki juga? Aku bertanya-tanya sendiri mendengar ka

Cerita gay : Nasib cinta seorang kuli bangunan

Namaku Ken (sebut saja begitu). Sekarang usiaku sudah hampir 30 tahun. Aku akan bercerita tentang pengalamanku, menjalin hubungan dengan sesama jenis. Kisah ini terjadi beberapa tahun silam. Saat itu aku masih berusia 24 tahun. Aku bekerja sebagai kuli bangunan, bahkan hingga sekarang. Aku kerja ikut mang Rohim, sudah bertahun-tahun. Sudah bertahun-tahun juga, aku meninggalkan kampung halamanku. Orangtuaku hanyalah petani biasa di kampung. Kehidupan kami memang terbilang cukup miskin. Karena itu, aku hanya bisa sekolah hingga SMP. Setelah lulus dari SMP, aku mulai bekerja serabutan di kampung. Hingga akhirnya aku bertemu dengan mang Rohim, seorang laki-laki paroh baya, yang sudah sangat berpengalaman di bidang pertukangan. Aku ikut mang Rohim merantua ke kota dan ikut bekerja dengannya sebagai kuli bangunan. Sebagai seseorang yang memiliki kehidupan ekonomi yang pas-pasan, aku memang belumm pernah pacaran, sampai saat itu. Apa lagi sejak aku ikut mang Rohim bekerja. Tempat kerja kami y

Iklan google