'siapkah aku tuk jatuh cinta lagi?'
selirik lagu dinyanyikan Raka dengan nada sumbangnya, seperti sengaja menyindirku.
Ketika suatu malam, ia datang lagi ke rumahku.
Aku memang belum punya keberanian untuk berterus terang tentang dokter Adi padanya.
Aku tidak tega merusak kebahagiaannya denganku.
Tapi bayangan dokter Adi selalu melintas di benakku, setiap kali aku bersama Raka.
"bang Randi sebenarnya bahagia gak, sih, menjalani ini semua denganku?" tanya Raka selanjutnya.
Aku menatap Raka penuh perasaan. Aku benar-benar ingin tahu, perasaanku yang sebenarnya pada Raka.
Tapi aku tidak pernah bisa menemukan jawabannya.
Aku nyaman, saat bersamanya. Kadang merasa rindu juga, bila tak bertem dengannya.
Tapi, aku merasa itu bukan cinta. Itu hanya rasa nyaman, yang terjadi, karena Raka hadir pada saat yang tepat.
Namun sekarang, kehadirannya justru membuatku jadi serba salah.
"jika kamu sudah ada yang lain. Aku gak apa-apa kok, Ran. Selama hal itu bisa membuat kamu bahagia." terngiang kembali ucapan dokter Adi malam itu.
"aku sadar, aku telah mengabaikanmu terlalu lama. Dan rasanya wajar, kalau kamu akhirnya menemukan sesuatu yang baru.." suara itu mengalun lembut di telingaku.
"siapa sih, bang. Orang yang masih bersarang di hati bang Randi?" suara Raka membuyarkan ingatanku tentang dokter Adi.
Raka terbaring dengan bertelanjang dada di sampingku.
Aku mengalihkan pandanganku segera. Aku tidak ingin Raka tahu, kalau pikiranku tidak sedang bersamanya.
"aku tidak tahu, harus memulainya dari mana, Ka." suaraku pelan.
"tapi yang pasti kisahku teramat panjang, hingga akhirnya kita bisa bertemu." lanjutku lagi.
Raka memperhatikanku dengan serius.
Dan aku melanjutkan ceritaku, tentang dokter Adi, tentang Farel dan juga tentang perjodohanku dengan Desi. Aku memutuskan untuk menceritakan semuanya pada Raka.
Setidaknya Raka berhak tahu, setidaknya ia harus tahu.
Aku tidak ingin menutupinya lagi dari Raka.
"jadi bang Randi masih mencintai dokter Adi? " Raka mengeluarkan suara juga akhirnya, setelah untuk beberapa saat, suasana menjadi hening, ketika aku mengakhiri ceritaku.
"aku bingung, Ka. sejujurnya, iya, aku memang masih mencintai dokter Adi. Tapi ... untuk kembali lagi bersamanya, aku takut. Aku takut dikecewakan lagi, oleh orang yang sama..." jawabku, sambil menghela napas berat. Seberat perasaanku saat ini.
"aku juga sayang sama kamu, Raka. Meski perasaanku tak kian berkembang. Perasaanku masih terus dibayang-bayangi oleh sosok dokter Adi.." lanjutku kemudian.
Kali ini Raka terdiam. Benar-benar terdiam. Yang membuat suasana kembali hening.
Aku tidak bisa menyimpulkan apa yang dirasakan Raka saat ini.
'aku telah tahu, kita memang tak mungkin...'
Raka menyanyikan selirik lagu lagi, masih dengan nada sumbangnya.
Kemudian ia memejamkan dan mulai tertidur.
*****
Esoknya aku terbangun. Dan aku tidak melihat ada Raka di sampingku.
Aku segera bangkit, dan taka sengaja aku melihat secarik kertas bertuliskan tinta hitam, diatas meja kerjaku.
Penasaran, aku pun meraih kertas itu.
"dear bang Randi yang tampan dan juga baik.."
tulisan Raka, tertera di situ, memulai kalimatnya.
"terima kasih udah menemani hari-hariku. Terima kasih telah memberiku sebuah pengalaman yang indah.
Aku memang tidak sempurna. Aku juga bukan yang terbaik. Tapi aku dapat merasakan, jika cintaku untuk bang Randi sangat sempurna. Begitu sempurna.
Bahkan saking sempurnanya, aku tidak bisa membedakan lagi, entah bagian mana sebenarnya yang membuat hatiku terluka.
Entah karena, akhirnya aku sadar, kalau bang Randi ternyata tak pernah mencintaiku, meski aku sudah berusaha untuk itu.
Atau justru karena, ternyata bang Randi masih menyimpan seseorang di hati bang Randi, dan aku tidak pernah menyadari hal itu.
Maafkan aku, bang Randi.
Yang telah mencoba masuk ke dalam hatimu, yang ku pikir awalnya kosong, tapi ternyata sebuah nama masih tersimpan utuh disana.
Dan aku sadar, aku tak berhak menggantikannya. Meski dengan cara dan posisi apapun.
Bang Randi bisa saja terus berpura-pura, akan berusaha mencintaiku.
Tapi karena kesempurnaan cintaku, aku tak sanggup melihat itu semua.
Karena aku sadar, aku bukanlah seseorang yang sempurna untuk bisa membahagiakan sosok sempurna seperti bang Randi.
Maafkan aku, bang.
Aku pergi tanpa permisi, karena ak tahu, aku juga datang tanpa harapan.
Dan aku juga tahu, kehadiranku yang tak pernah bang Randi inginkan, hanya membuat bang Randi berada di posisi yang sangat dilema.
Kini bang Randi bebas dariku.
Meski akan butuh waktu yang sangat lama bagiku, untuk bisa bebas dari kesempurnaan cintaku pada bang Randi.
Aku akan belajar, bang. Aku akan belajar melupakan semua yang pernah terjadi diantara kita.
Selamat tinggal, bang Randi.
Semoga abang kembali akan menemukan kebahagiaan.
salam,
orang yang terlanjur mencintaimu dengan sempurna.
"Raka"
****
Aku melipat kertas itu, dan menyimpannya di laci kerja.
Tiba-tiba perasaan hampa menyelinap kembali di hatiku.
Mengapa Raka harus pergi? bathinku.
Mengapa orang-orang harus pergi, justru karena mereka mengaku cinta?
Bukankah mereka seharusnya bertahan?
Ah... aku jadi nelangsa tak menentu.
Sebuah ketukan terdengar di pintu depan. Aku segera memakai pakaianku, lalu bergegas ke depan.
"dokter Adi?" kalimatku keluar dalam kekagetan.
Dokter Adi tersenyum. Aku merapika rambutku yang berantakan karena belum mandi.
Aku pun mempersilahkan dokter Adi masuk, dan duduk di ruang tamu.
"ada apa mas Adi kesini?" tanyaku memulai pembicaraan.
"aku masih menunggu jawaban kamu, Ran. Seminggu aku rasa sudah cukup, untuk kamu membuat sebuah keputusan.." jawab dokter Adi, berusaha setenang mungkin.
"tapi, aku ... aku ... aku..." suaraku tiba-tiba terbata.
Baru saja aku kehilangan sosok Raka. Dan sekarang dokter Adi datang.
Aku belum siap.
"kamu kenapa, Ran?" dokter Adi menggugahku dengan tanyanya.
"aku.... aku gak tahu mesti berkata apa, mas.." jawabku akhirnya.
Dokter Adi tiba-tiba berdiri, lalu melangkah mendekat.
Ia menarik tanganku untuk ikut berdiri.
Aku dengan sedikit berat, mengikuti keinginannya.
Setelah aku berdiri di depannya, tiba-tiba lagi, dokter Adi mendekap tubuhku erat.
Dekapan itu masih terasa begitu hangat. Aku merasa nyaman berada disana.
"aku janji, Ran. Kali ini, aku tidak akan pernah meninggalkan kamu lagi..." dokter Adi membisikkan kalimat itu di telingaku, dekapannya kian erat.
Aku perlahan, membalas dekapan itu. Aku mencoba menumpahkan segala kerinduanku selama ini.
Bertahun-tahun, aku memendam semua rasa itu. Kini dokter ganteng itu kembali berada dalam pelukanku.
Aku tidak akan melepaskannya lagi. Tidak untuk kali ini.
Sudah terlalu banyak air mataku yang terkuras selama ini. Sudah terlalu banyak luka yang menggores hatiku.
Kini saatnya aku untuk bahagia.
Kini saatnya aku untuk meraih mimpiku bersama dokter Adi, dokter ganteng yang sejak awal telah mampu mencuri hatiku, dan bahkan telah mampu mengikatnya terlalu dalam.
Hingga aku tak mampu lagi, melepaskannya.
Sebanyak apa pun peristiwa yang coba mengubah perasaanku pada dokter Adi, ternyata tidak satu pun yang benar-benar berhasil, membuatku bisa melupakannya.
Semoga saja, kali ini, benar-benar sudah tidak ada lagi air mata..
***
Komentar
Posting Komentar
Terima kasih