Sebenarnya kisah ini terjadi sekitar beberapa tahun yang lalu. Saat itu aku masih kuliah, kalau gak salah sudah semester akhir.
Ini sebenarnya adalah kisah nyata. Namun tentu saja ada tambahan bumbu-bumbu cerita, untuk membuat kisah ini lebih menarik dan lebih mudah di pahami.
Sebelum aku menceritakan tentang kisah yang aku alami ini, ada baiknya aku memperkenalkan diri dulu.
Namaku Angga (bukan nama sebenarnya). Aku kost di kota sendirian, setidaknya sejak aku mulai kuliah. Orangtua dan semua keluarga ku berada di kampung, yang cukup jauh dari kota tempat aku kuliah.
Aku anak kedua dari kami tiga bersaudara. Kakak pertama ku laki-laki, dan adik bungsu ku perempuan. Ayahku hanya seorang petani di kampung, sedangkan ibu ku juga ikut membantu ayah kerja di sawah.
Setamat SMA, aku langsung pindah ke kota untuk kuliah dan mengambil sebuah kamar kost untuk tempat aku tinggal.
Dari tempat kost ku menuju kampus tempat aku kuliah, memang berjarak sedikit jauh. Karena itu aku harus menempuhnya dengan naik motor, yang merupakan pemberian ayahku.
Diantara tempat kost ku itu dengan kampus tempat aku kuliah, ada sebuah SPBU yang cukup besar. SPBU itu kadang juga cukup ramai. Di SPBU itu terdapat sebuah mini market dan juga sebuah toilet umum.
Awalnya aku jarang sekali mampir di SPBU tersebut, karena aku memang jarang sekali mengisi minyak motor ku di sana.
Namun pernah pada suatu kesempatan aku sengaja mampir ke SPBU tersebut. Bukan untuk mengisi minyak motor, tapi karena aku kebelet ingin buang air.
Aku langsung menuju toilet SPBU tersebut yang berada di bagian belakang mini market. Aku memarkir motor dan segera berjalan menuju toilet tersebut.
Di depan toilet, ada sebuah meja tempat pembayaran, dan meja itu di jaga oleh seorang cowok, mereka menyebutnya petugas kebersihan toilet.
Awalnya aku tidak terlalu memperhatikan cowok tersebut, karena aku memang lagi buru-buru. Aku langsung masuk ke dalam toilet dan melepaskan hajat ku.
Saat keluar, aku harus membayar di meja yang di jaga oleh cowok tadi. Aku mengambil uang receh di dalam saku celana ku dan segera meletakkannya di dalam kotak yang memang tersedia di atas meja tersebut.
Saat itulah aku dapat melihat dengan jelas, wajah cowok penjaga toilet tersebut. Ternyata cowok itu berwajah cukup tampan. Hidungnya terlihat mancung, dengan rahangnya yang kokoh. Postur tubuhnya juga terlihat gagah dan kekar.
Dada ku berdebar tiba-tiba, saat mata kami saling bersirobok pandang. Wajah cowok itu benar-benar tampan. Meski berkulit sedikit gelap, namun tidak mengurangi ketampanan wajah cowok tersebut.
Aku pun memasang senyum termanis ku, agar terlihat ramah. Cowok itu pun membalas tersenyum.
"makasih, mas." ucap cowok itu ramah, sambil terus tersenyum.
Aku pun mengangguk ringan, tanpa melepaskan tatapan ku. Cukup lama kami saling tatap. Sampai akhirnya aku pun melangkah dengan pelan meninggalkan toilet tersebut dan menuju tempat parkir motor ku.
Sesampai di tempat parkir, aku masih terus memikirkan cowok tersebut. Aku masih tak percaya kalau cowok setampan itu bekerja menjadi penjaga toilet. Namun kenyataannya, cowok itu benar-benar bekerja di sana.
Dan pertemuan pertama itu sungguh membuat aku merasa sangat terkesan. Bahkan mungkin aku telah jatuh hati dengan cowok tersebut. Aku sungguh terpesona dengan ketampanan wajahnya dan juga dengan senyumnya yang manis.
Sepanjang perjalanan ke kampus, aku terus membayangkan wajah tampan cowok itu. Mata kami yang sempat saling tatap beberapa saat itu, sungguh membuat aku tidak bisa melupakannya.
Ah, inikah yang namanya cinta pada pandangan pertama?
Mengapa perasaanku tiba-tiba menjadi tidak menentu seperti ini?
Aku pun jadi senyum-senyum sendiri setiap kali mengingat moment singkat itu.
"kamu kerasukan apa sih, Ngga?" tanya Devan, teman kampus ku, "dari tadi saya perhatikan, kamu suka senyum-senyum sendiri gak jelas gitu." lanjutnya.
Aku tidak membalas ucapan Devan barusan. Karena aku memang tidak menjelaskan hal tersebut. Ini merupakan ketiga kalinya aku merasakan hal tersebut.
Dulu ketika SMA, aku pernah juga jatuh cinta. Boleh di bilang itu adalah cinta pertama ku. Saat itu aku jatuh cinta kepada salah seorang cowok kakak kelas ku. Namun cinta ku itu hanyalah sebuah cinta terpendam. Karena aku tidak pernah berani mendekati kakak kelas ku itu.
Aku mencintainya, hingga dia pun lulus SMA. Aku memang pernah sempat dekat dengannya. Namun hanya sebatas teman biasa. Kebetulan kami sama-sama terlibat menjadi panitia pensi kelulusan kelas akhir tahun itu.
Setelah ia lulus SMA, aku pun mulai belajar untuk melupakannya.
Sampai akhirnya aku masuk kuliah, dan untuk kedua kalinya aku pun merasakan jatuh cinta. Kali ini dengan salah seorang cowok, senior ku di kampus. Sekali lagi itu hanya sebuah cinta terpendam. Aku pun tak berani untuk mendekati cowok tersebut. Hingga cowok itu pun lulus kuliah.
Dan sekali lagi aku pun belajar untuk melupakan cowok yang aku cinta.
Cinta terpendam memang selalu jadi dilema bagi ku. Sulit sebenarnya menjalani itu semua, tapi hal itu selalu terjadi dalam perjalanan hidupku.
*****
Sejak pertama kali melihat cowok penjaga toilet SPBU tersebut, aku pun menjadi rajin singgah di sana. Hampir setiap hari aku berhenti di sana untuk sekedar buang air, atau lebih tepatnya untuk bisa melihat wajah tampan cowok tersebut.
Hingga pada suatu kesempatan, aku pun memberanikan diri untuk mendekati dan berbicara dengan cowok tersebut.
Dari pembicaraan singkat kami, aku pun mengetahui kalau nama cowok itu adalah Jono, setidaknya begitulah pengakuannya padaku.
Dari cerita Jono, aku juga jadi tahu, kalau ia merupakan seorang yatim. Ayahnya meninggal beberapa tahun yang lalu, sementara ibunya sudah cukup tua dan sering sakit-sakitan.
Jono merupakan anak ketiga dari empat bersaudara. Kedua kakaknya perempuan dan sudah menikah. Sementara adik bungsunya juga perempuan, masih sekolah. Jono sendiri hanyalah lulusan SMA. Usianya masih 20 tahun waktu itu.
Aku pun menyempatkan untuk bertukar nomor handphone dengan Jono.
Sejak saat itulah, aku jadi sering menghubungi Jono. Atau sekedar mengirim pesan singkat padanya.
Aku dan Jono pun kian menjadi dekat. Jono juga merupakan teman yang asyik untuk di ajak ngobrol. Kedekatan kami sungguh membuat aku merasa bahagia. Kebahagiaan yang belum pernah aku rasakan sebelumnya.
Suatu saat aku pernah mengajak Jono untuk sekedar makan malam bersama. Kami pun ngobrol banyak hal, yang membuat kami kian dekat. Dan secara otomatis, aku dan Jono pun berteman dekat.
****
Hari-hari pun berlalu. Aku dan Jono masih terus berteman dengan baik.
Hingga pada suatu siang, aku seperti biasa mampir di tempat Jono bekerja. Saat itu aku baru saja pulang kuliah.
"tumben sepi?" tanya ku berbasa-basi.
"kadang memang sepi seperti ini, mas. Apa lagi sekarang kan hari jum'at, jadi memang agak sepi." jelas Jono.
"tapi memang lebih asyik kalau sepi begini, Jon. Kita jadi bebas untuk ngobrol." ucapku ringan.
"kalau sepi begini, bukan hanya asyik untuk ngobrol, mas. Tapi juga asyik untuk..." Jono seperti sengaja menggantung kalimatnya.
"asyik untuk apa, Jon? Kamu jangan memancing suasana, deh." ucapku pelan.
"emangnya mas Angga gak mau di pancing?" tanya Jono sedikit menekan suara.
"kalau cuma di pancing untuk apa, Jon? Bukannya lebih asyik, kalau langsung aja." balasku mulai mengerti arah pembicaraan Jono.
"kalau mas Angga mau langsung aja, ayok! Mumpung toiletnya masih sepi." ucap Jono penuh arti.
"kamu serius, Jon?" tanyaku ragu.
"iya, aku serius, mas." jawab Jono.
"kita melakukannya di toilet?" tanya ku lagi.
"iya. Namanya juga kebelet, mas. Di toilet pun jadi..." balas Jono.
"ya udah. Aku tunggu kamu di dalam ya..." ucap ku akhirnya.
Jono mengangguk mantap. Aku pun kemudian segera berdiri, dan melangkah menuju toilet tersebut.
Setelah menunggu beberapa saat, Jono pun ikut masuk. Kami segera mengunci pintu toilet tersebut dari dalam.
"kamu yakin mau melakukannya di sini, Jon?" tanya ku masih belum begitu yakin.
"udahlah, mas. Kita nikmati aja. Yang penting itu bukan tempatnya, tapi rasanya." balas Jono.
"sebelumnya aku mau tanya dulu sama kamu, Jon." ucapku, "kamu ini memang seorang gay atau hanya mau mengerjai ku saja?" lanjutku bertanya.
"sejujurnya, sejak pertama kali kita bertemu dulu, aku sudah tertarik sama mas Rangga. Dan sampai akhirnya kita menjadi dekat, aku pun semakin menyukai mas Angga." jelas Jono.
"jadi aku bukan yang pertama buat kamu?" tanya ku lagi.
"kita gak usah bahas itu dulu sekarang ya, bang. Waktu kita gak banyak. Jadi lebih baik, kita mulai saja ya.." balas Jono.
Aku pun mengangguk setuju. Jono benar, saat ini yang penting adalah memanfaatkan kesempatan yang singkat itu dengan sebaik-baiknya. Untuk sesaat aku memang harus mengabaikan tentang perasaan diantara kami dulu.
Jono pun mulai melangkah mendekati ku. Hati ku menjadi mendebar hebat. Biar bagaimana pun, ini adalah pertama kalinya, aku begitu dekat dengan seorang cowok. Apa lagi cowok yang berdiri di hadapanku saat ini, adalah cowok yang aku cintai saat ini.
"mas Angga benar-benar belum pernah melakukan hal ini sebelumnya?" tanya Jono melihat kekakuan ku.
"iya, Jon." jawabku mengangguk.
"apa mas Angga yakin, ingin melakukannya dengan ku?" tanya Jono.
"aku... aku yakin, Jon. Aku memang suka sama kamu. Aku juga penasaran ingin merasakan hal tersebut. Dan aku memilih kamu, untuk menjadi laki-laki pertama melakukan hal tersebut dengan ku." balas ku dengan nada serak.
Jono pun tersenyum. Senyum terlihat begitu manis. Apa lagi wajah Jono sangat dekat dengan ku.
Jono pun menyentuh pipi ku dengan lembut.
"mas Angga sangat tampan." bisiknya pelan.
"kamu juga sangat tampan, Jono." balasku bergetar.
Dan perlahan wajah Jono pun kian mendekat, sampai akhirnya untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku bisa merasakan hal tersebut.
Jono melakukannya dengan sangat baik. Aku yang awalnya merasa kaku, pun mulai bisa menikm4ti hal tersebut.
Semakin lama kami pun semakin terb4wa su4sana. Kami sudah tidak bisa mengend4likan diri k4mi lagi. Sampai akhirnya semu4 itu pun terj4di.
Jono m3nuntun ku dengan sangat baik. Sepertinya dia memang sud4h berpeng4laman. Dan aku pun mengikuti s3mua keing!nan Jono si4ng itu.
Hal yang selama ini hanya ada dalam anganku, siang itu pun menjadi sebuah keny4taan.
Ternyata hal itu jauh lebih indah dari semua kh4yalan ku selama ini, tentang Jono. Hal itu sungguh penuh kes4n bagiku. Hal yang membuat aku kian terbu4i dalam peson4 indah Jono yang sempurna.
Jono berhasil membawa aku berl4yar dalam l4utan keind4han cinta. Dengan pos!sinya seb4gai seor4ng t0p, Jono pun berus4ha memb3rikan aku sebu4h peng4laman yang lu4r biasa. Aku pun berus4ha menj4di b0t yang b4ik untuknya. Memberinya kes4n yang indah.
Semuanya berjalan dengan lancar. Meski pun kami mel4kukannya di dalam sebu4h toilet, namun hal itu tidak mengurangi keind4han yang kami ras4kan.
Seperti yang Jono katakan tadi, bahwa yang penting itu bukan tempatnya, tapi adalah rasa yang tercipta diantara kami berdua.
Rasanya sungguh luar biasa dan penuh sensasi.
****
Saat semua itu telah berakhir, kami pun kembali keluar dari to!let tersebut. Saat kami keluar, keadaan sudah mulai ramai. Beruntunglah belum ada orang yang datang ke toilet tersebut. Sehingga kami bisa keluar dengan aman.
Namun saat aku hendak mulai berbicara lagi dengan Jono, ada beberapa orang yang mulai berdatangan menuju toilet. Sehingga aku harus menunda beberapa pertanyaan yang ingin aku ajukan pada Jono.
Aku masih penasaran, seperti apa sebenarnya kehidupan Jono sebelumnya, sebelum kami saling kenal. Terutama tentang kehidupannya menjadi seorang gay.
Dari caranya memperlakukan aku tadi, ia memang terlihat sudah sangat berpengalaman. Sepertinya aku memang bukan laki-laki pertama baginya.
Sebenarnya aku tidak terlalu mempermasalahkan tentang masa lalu Jono. Namun sebagai orang yang mencintainya, aku juga ingin tahu tentang masa lalunya.
Namun hal itu belum sempat aku pertanyakan, karena Jono sudah mulai sibuk kembali dengan pekerjaannya.
Aku diam-diam, tanpa permisi kepada Jono, pun pergi dari sana. Aku tidak ingin mengganggu Jono yang sedang bekerja. Lagi pula, aku sudah mendapatkan pengalaman yang indah bersama Jono tadi.
Mungkin esok aku akan coba mengunjungi Jono lagi. Atau mungkin aku bisa menelponnya nanti.
Aku memang butuh kepastian dari Jono.
Apakah hubungan kami akan terus berlanjut? Atau hanya sampai di sini?
Meski pun Jono tadi sempat mengatakan, kalau ia juga menyukai ku. Namun bisa saja hal itu ia katakan, hanya untuk membuat aku bersedia memenuhi keinginannya.
Dan setelah ia berhasil mendapatkan apa yang ia inginkan dari ku, bisa saja ia akan menjauhi ku dan tak ingin lagi bertemu dengan ku.
Namun apa pun itu, aku memang harus bersabar menungu besok, untuk mendapatkan jawabannya.
Dan yang pasti, setidaknya, aku sudah pernah meraskan keindahan bersama Jono. Sebuah keindahan yang luar biasa bagi ku. Sebuah kesan yang tidak akan pernah aku lupakan.
Bukan saja, karena hal itu adalah pertama kali aku melakukannya, tapi juga karena aku melakukannya dengan orang yang aku cintai, dan juga karena apa yang dilakukan Jono padaku sungguh luar biasa bagiku.
Sebuah pengalaman terindah dalam perjalana hidupku.
Namun seperti apakah kelanjutan hubungan ku dengan Jono?
Mungkinkah kami akan menjalin hubungan lebih dalam lagi?
Atau mungkinkah Jono hanya sekedar singgah dalam hidupku?
Temukan jawabannya di part berikutnya, tetap di channel yang sama, atau bisa langsung klik link nya di deskripsi video ini.
Terima kasih sudah menyimak video ini sampai selesai, semoga terhibur.
Sampai jumpa lagi di video selanjutnya, salam sayang selalu buat kalian semua.
****
Part 2
Malam itu, aku pun menelpon Jono. Aku memang masih penasaran tentang kelanjutan hubungan kami. Biar bagaimana pun aku butuh kepastian. Aku tak ingin hubungan kami terjadi hanya untuk sesaat. Karena aku benar-benar telah jatuh cinta kepada Jono.
"apa kabar, mas Angga?" tanya Jono di ponsel.
"sangat baik, Jon. Apa lagi setelah kejadian indah yang kita alami siang tadi. Aku jadi merasa sangat bahagia bisa merasakan hal tersebut bersama kamu." balas ku apa adanya.
"aku juga merasa bahagia, mas. Bagi ku apa yang kita lakukan siang tadi sungguh membuat aku terkesan." ucap Jono.
"tapi aku butuh kepastian dari kamu, Jon. Apa mungkin hubungan kita bisa terus berlanjut? Atau hanya sampai di sini?" balasku penuh tanya.
"itu dia masalahnya, mas. Sejujurnya aku memang menyukai mas Angga, tapi aku tak yakin kalau mas Angga akan bisa menerima diri ku apa adanya." ucap Jono pelan.
"aku pasti bisa menerima kamu apa adanya, Jon. Karena aku benar-benar telah jatuh cinta sama kamu. Apa lagi setelah kejadian siang tadi, aku semakin yakin dengan perasaan ku padamu." balas ku yakin.
"tapi mas Angga belum tahu siapa aku sebenarnya. Jadi mas Angga gak usah terlalu yakin dulu." ucap Jono lagi.
"memangnya siapa kamu sebenarnya, Jon? Aku jadi penasaran." balasku.
"kita tidak bisa membicarakannya di telpon, mas. Bagaimana kalau besok malam, kita bertemu langsung, mungkin aku bisa datang ke kost mas Angga?" ucap Jono kemudian.
"baiklah, Jon. Aku tunggu kamu besok malam di tempat kost ku." balas ku ringan.
"oke, mas. Tapi aku harap, setelah mas Angga tahu siapa aku sebenarnya, mas Angga tidak akan membenci ku." ucap Jono membalas.
"iya, Jon. Aku gak mungkin bisa membenci kamu. Aku terlanjur sayang sama kamu." balasku lagi.
Lalu kemudian kami pun saling menutup telpon. Sementar pikiran ku masih terus membayangi kejadian indah siang tadi, yang terjadi antara aku dan Jono.
Aku juga semakin penasaran, dengan cerita Jono tentang siapa dia sebenarnya. Aku tidak tahu, kehidupan seperti apa yang Jono jalani selama ini, sehingga ia begitu yakin, kalau aku akan berubah pikiran, jika aku mengetahui siapa dia sebenarnya.
Namun yang pasti apa pun itu, aku memang harus bersabar menunggu malam besok. Aku hanya berharap, aku bisa menjalin hubungan asmara bersama Jono selamanya. Bukan hanya cinta sesaat, seperti yang aku takutkan.
*****
Keesokan harinya, aku mencoba menjalani hari-hari ku seperti biasa. Berangkat kuliah seperti biasa. Dan aku sengaja tidak singgah di tempat Jono bekerja siang itu. Karena aku tidak ingin menggangunya sedang bekerja.
Setelah penantian seharian penuh, akhirnya malam pun datang. Jono sudah mengabari ku lagi, kalau ia akan sampai sekitar jam delapan malam ke kost ku.
Tepat jam delapan, Jono pun tiba. Aku menyambutnya dengan senyum manis ku. Jono hanya memakai baju kaos oblong malam itu, dengan celana jeans pendek. Ia terlihat sangat maskulin. Pikiran ku kembali membayangkan kejadian indah kami siang kemarin.
Aku mempersilahkan Jono masuk ke kamar kost ku. Kami duduk berdampingan di sisi ranjang tidur ku yang kecil.
"sebenarnya kamu bekerja menjadi penjaga toilet di SPBU itu sudah berapa lama sih, Jon?" tanya ku memulai pembicaraan.
"sudah hampir dua tahun sih, mas. Setidaknya sejak ayah ku meninggal." jelas Jono singkat, sepertinya ia tidak begitu tertarik membicarakan hal itu.
"lalu hal apa yang ingin kamu ceritakan padaku sebenarnya, Jon?" tanya ku akhirnya.
"sebenarnya aku ini cowok bookingan, mas." pelan Jono berucap, namun kalimatnya itu mampu membuatku merasa sangat kaget. Aku mencoba untuk tidak percaya, tapi Jono terlihat sangat serius.
"sudah dua tahun aku menjalani profesi tersebut, mas. Berawal dari ketika ayah ku sakit parah dan harus masuk rumah sakit. Saat itu kami tidak punya uang biaya berobat ayah. Sebagai anak laki-laki satu-satunya, aku merasa kalau itu adalah tanggung jawab ku."
"apa lagi kedua kakak-kakak ku juga bukan orang berada. Kehidupan mereka juga sulit. Sementara ibu ku sendiri juga tidak bekerja. Karena itu, mau tidak mau aku harus memutar otak untuk bisa mendapatkan uang, untuk biaya berobat ayah."
"berhari-hari, bermalam-malam, aku berusaha mencari uang, namun aku tidak mendapatkannya. Hingga akhirnya di rumah sakit, aku bertemu dengan seorang laki-laki yang sudah cukup tua, namanya om Hadi. Aku pun menceritakan tentang kesulitan ku pada om Hadi, meski pun kami baru saja saling kenal waktu itu."
"om Hadi pun menawarkan aku sejumlah uang, dengan syarat aku harus memenuhi keinginannya sebagai seorang laki-laki gay. Aku ingin menolak awalnya, tapi aku juga memang sangat membutuhkan uang. Hingga dengan sangat terpaksa aku pun menerima tawaran om Hadi waktu itu."
"setelah memenuhi keinginannya malam itu, om Hadi pun memberi aku sejumlah uang. Uang yang om Hadi berikan bahkan jauh lebih banyak dari yang aku butuhkan."
Jono berhenti sejenak, sambil meneguk minumannya.
"setelah itu aku pun menyelesaikan semua biaya rumah sakit. Namun sayangnya ayah ku tak berhasil di selamatkan, ayahku pun meninggal. Mungkin karena uang yang aku gunakan untuk biaya berobatnya aku perolah dari cara yang tidak baik. Tapi aku tidak pernah menyesali hal itu. Setidaknya aku sudah berusaha."
"setelah ayahku meninggal, beban hidupku pun semakin berat. Ibu ku yang sudah cukup tua dan sudah tidak bekerja lagi, adik bungsu ku yang masih sekolah juga butuh biaya banyak. Karena itu, aku pun mulai menawarkan diri kepada laki-laki gay yang membutuhkan ku."
"tawaran ku pun di sambut dengan baik. Aku memang laku di pasaran. Banyak laki-laki gay yang membooking ku dengan bayaran yang lumayan. Sejak saat itulah aku menjani profesi tersebut."
"dan untuk menutupi pekerjaan ku yang sebenarnya, aku pun mencoba mencari pekerjaan lain. Namun karena aku hanya lulusan SMA, aku hanya bisa menjadi penjaga toilet di SPBU itu. Sebenarnya pekerjaan itu hanya kedok bagiku. Dan aku bekerja di SPBU hanya pada saat siang hari, karena kalau malam aku sudah punya jadwal dengan para pelanggan ku."
"aku mencoba menjalani dua profesi tersebut secara bersamaan. Meksi pun sebenarnya hati kecil tidak rela melakukan hal tersebut. Namun aku sudah terlanjur jatuh dalam kubangan dosa tersebut. Aku tak bisa menghindarinya lagi. Apa lagi aku memang butuh uang yang banyak, untuk biaya hidup dan juga untuk biaya sekolah adik ku."
Begitulah kira-kira kisah kehidupan Jono, yang ia ceritakan padaku. Aku benar-benar tidak menyangka sama sekali, kalau Jono adalah cowok panggilan. Pantas saja, ia sudah terlihat sangat berpengalaman saat kami melakukan hal tersebut di toilet waktu itu.
"dan sekarang setelah mas Angga tahu siapa aku sebenarnya, apa mas Angga masih mau menjalin hubungan dengan ku?" tanya Jono kemudian, melihat aku yang hanya terdiam.
Aku masih terdiam. Aku benar-benar tidak tahu apa yang aku rasakan saat ini. Aku bingung dan menjadi dilema.
Di satu sisi aku memang benar-benar mencintai Jono, namun di sisi lain, hati ku tidak rela harus menjalin hubungan asmara dengan seorang cowok penggilan seperti Jono.
"mas Angga gak harus jawab sekarang. Mas Angga bisa pikirkan dulu hal ini. Namun yang pasti aku sudah jujur pada mas Angga tentang siapa aku sebenarnya." ucap Jono lagi.
"setidaknya mas Angga cukup beruntung, bisa melakukan hal tersebut dengan ku tanpa harus membayar. Sementara selama ini, semua laki-laki gay yang menginginkan ku harus membayar. Dan hal itu cukup membuktikan, kalau aku sebenarnya memang mencintai mas Angga."
"namun aku cukup sadar diri. Aku memang tidak pantas untuk laki-laki sebaik mas Angga. Karena itu aku tidak ingin berharap lebih. Aku juga tidak ingin membohongi mas Angga. Meski pun kita pernah sempat melakukan hal tersebut, tapi bukan berarti hal itu bisa mengikat kita. Mas Angga tetap bebas menentukan pilihan."
Jono terus berucap, saat melihat keterdiaman dan kebingungan ku.
"aku memang sudah terlanjur jatuh cinta sama kamu, Jon. Tapi aku benar-benar tidak menyangka semua ini. Namun jujur saja, aku tidak pernah menyesali kejadian kita waktu di toilet itu. Aku justru memang merasa beruntung." aku berucap juga akhirnya.
"kini semua terserah mas Angga. Aku akan terima apa pun keputusan mas Angga, akan kelanjutan hubungan kita ke depannya." Jono berujar dengan suara berat.
"iya, Jon. Aku memang butuh waktu untuk memikirkan ini. Tidak mudah bagiku saat ini, untuk membuat keputusan. Sebagai orang yang sangat mencintai kamu, tentu saja aku tidak rela jika kamu juga bersama laki-laki lain. Tapi aku juga sudah terlanjur mencintai kamu dan berharap bisa menjalin hubungan lebih lama lagi bersama kamu." ucapku sendu.
"aku akan menunggu dengan sabar keputusan mas Angga. Namun untuk malam ini, jika mas Angga menginginkan ku, aku siap menghabiskan malam ini bersama mas Angga." balas Jono lugas.
"iya, Jon. Untuk malam ini aku memang membutuhkan kamu. Karena kita sudah terlanjur berada di kost ku. Jadi lebih baik kita nikmati saja malam ini berdua. Tapi masih gratis kan?" ujar ku membalas.
"kalau untuk mas Angga, aku selalu berikan gratis, kapan pun dan sebanyak apa pun yang mas Angga butuhkan." balas Jono mantap.
Setelah berkata demikian Jono pun mulai mendekati ku. Dia mulai melakukan aksi lagi padaku.
Aku yang sudah pernah melakukan hal tersebut bersama Jono, kini sudah mulai terbiasa dengan hal itu. Aku sudah mulai mengerti dengan peran ku.
Dan malam itu, untuk yang kedua kalinya, kami pun melakukan pergelaran itu lagi. Sebuah pergelaran yang penuh sensasi bagiku. Biar bagaimana pun aku memang mencintai Jono, dan aku memang sangat menginginkannya.
*****
"apa kamu gak berniat untuk berhenti, Jon?" tanya ku suatu siang, saat kami bertemu kembali di tempat kerja Jono, sebagai seorang penjaga toilet SPBU.
"aku pasti akan berhenti, mas. Tapi tidak dalam waktu dekat ini. Saat ini aku masih butuh biaya banyak, setidaknya sampai adik ku bisa mandiri." jelas Jono pelan.
"lalu jika status kita yang ikatan apa-apa seperti saat ini, apa kamu masih mau melakukannya dengan ku? Tentu saja tanpa harus membayar." tanyaku lagi.
"seperti yang aku katakan, mas. Kalau untuk mas Angga, aku siap kapan pun mas Angga membutuhkan ku, dan mas Angga gak perlu membayar ku untuk hal tersebut." balas Jono terdengat yakin.
Aku pun terdiam untuk beberapa saat. Rasanya jawaban Jono barusan mampu membuat aku merasa bahagia. Namun tetap saja, hati ku merasa sakit, setiap kali membayangkan Jono bersama laki-laki lain.
"aku melakukannya dengan mas Angga itu murni atas keinginan ku sendiri, dan aku melakukannya dengan penuh perasaan. Sementara jika aku melakukannya dengan laki-laki lain, itu hanya karena uang, aku melakukannya tanpa perasaan apa-apa." ucap Jono tiba-tiba, seperti bisa menebak apa yang barusan aku pikirkan.
"berarti hubungan kita ini, adalah hubungan tanpa status." ucapku tanpa sadar.
"lebih tepatnya, teman tapi mesra, mas." balas Jono dengan nada sedikit bercanda.
Aku tersenyum mendengar penuturan Jono barusan. Sepertinya kalimat itu memang cocok untuk hubungan kami saat ini.
"lalu apa mas Angga gak ingin, mencari laki-laki lain, yang lebih pantas untuk mas Angga?" tanya Jono kemudian.
"aku tidak mungkin bisa mencari laki-laki lain, Jon. Hati ku sudah terlanjur dipenuhi oleh nama mu." balasku mantap.
"tapi aku tidak bisa memberikan mas Angga apa-apa selain cinta dan kasih sayang, serta keindahan..." ucap Jono tertahan.
"semua itu sebenarnya sudah cukup bagi ku, Jon. Hanya saja aku selalu merasa cemburu, setiap kali membayangkan kamu bersama cowok lain. Itu yang membuat aku tidak mau terikat dengan kamu, Jon. Karena jika kita terikat hubungan cinta, aku pasti akan selalu menuntut kamu untuk tidak lagi menjalani profesi tersebut. Sementara aku tahu, kamu melakukan semua itu, hanya karena terpaksa." balasku panjang lebar.
"iya, mas. Aku ngerti. Tapi jika mas Angga bersedia untuk tetap menjalani hubungan kita seperti ini, hubungan yang tanpa ikatan, hubungan teman tapi mesra, aku juga gak merasa keberatan untuk menjalaninya." ucap Jono lagi.
Dan begitulah hubungan ku dengan Jono terjalin. Hubungan tanpa ikatan, hubungan teman tapi mesra.
Kami memang saling mencintai, tapi kami terlalu takut untuk terikat satu sama lain. Dan lagi pula, hal itu tidaklah terlalu jadi masalah bagiku saat ini. Setidaknya aku masih bisa terus bersama Jono. Aku masih bisa terus melakukan pergelaran dengannya. Dan hal itu lah sebenarnya yang aku butuhkan darinya.
Meski tidak pernah bisa aku pungkiri, kalau aku kadang juga berharap, agar Jono berhenti dari pekerjaan sebagai cowok bookingan, dan mulai menjalin hubungan yang serius dengan ku.
Karena biar bagaimana pun, sebagai seseorang yang sangat mencintai Jono, aku juga ingin merasakan kasih sayang dan perhatiannya, sebagai kekasih. Bukan sebagai penyalur keinginan kami semata. Bukan sebagai teman tapi mesra.
Namun apa pun itu, aku memang harus berlapang dada menerima semua itu. Aku harus bisa menjalani hubungan yang tanpa status bersama Jono. Setidaknya itu jauh lebih baik, dari pada aku tidak bisa memilikinya sama sekali.
****
Kini hari-hari ku pun mulai terasa berbeda. Meski pun aku dan Jono tidak punya ikatan hubungan apa pun, namun akan ada saatnya kami akan menghabiskan waktu berdua. Sekedar menyalurkan keinginan kami masing-masing.
Akan ada malam-malam tertentu, terutama saat Jono tidak sedang ada panggilan, kami akan bertemu di kost ku, sekedar melepaskan dahaga kami berdua.
Aku memang selalu merindukan hal tersebut. Biar bagaimana pun Jono adalah laki-laki pertama bagiku. Dia laki-laki pertama yang mampu memberi aku kesan yang teramat indah.
Dan aku tidak ingin melepaskan Jono walau dengan alasan apa pun. Meski pun hubungan kami hanya sebatas teman tapi mesra.
Lalu bagaimanakah kelanjutan kisah hubungan tanpa status dengan Jono?
Mungkinkah hubungan itu akan bisa bertahan lebih lama lagi?
Akankah kami bisa menjalin hubungan serius?
Atau justru kami akan saling melepaskan?
Simak kelanjutan kisah ini di channel ini ya, atau bisa langsung klik link nya di deskripsi video ini.
Terima kasih sudah menyimak video ini sampai selesai, semoga terhibur.
Sampai jumpa lagi di video selanjutnya, dan jangan bosan-bosan ya..
Salam sayang selalu untuk kalian semua ...
*****
Part 3
Lebih dari satu tahun, aku menjalin hubungan tanpa status bersama Jono. Kami tidak punya ikatan apa-apa, tapi kami saling membutuhkan. Jono selalu siap sedia, kapan pun aku meminta "jatah" padanya.
Jono tetap menjalankan profesi nya sebagai cowok bookingan, demi mendapatkan sejumlah uang, untuk biaya hidup dan juga biaya sekolah adiknya. Jono juga masih terus bekerja di SPBU sebagai penjaga toilet, saat siang hari.
Aku pun tetap menjalankan hidupku sebagaimana biasanya, kuliah dan sesekali bertemu dengan Jono, untuk sekedar melepask rindu.
Dalam keseharian ku, aku pun masih sering berselancar di dunia maya, terutama di media sosial yang khusus berhubungan dengan kaum gay. Aku sengaja menggunakan akun palsu, untuk menutupi siapa aku sebenarnya. Aku memang tidak ingin, siapa pun tahu, kalau aku adalah seorang gay.
Di media sosial, aku pun berkenalan dengan seorang cowok gay, yang mengaku bernama Devan. Namun Devan tak pernah memperlihatkan photo aslinya, begitu juga dengan ku. Kami hanya saling chattingan, tapi tidak pernah saling tahu wajah kami masing-masing.
Namun entah mengapa, aku merasa suka setiap kali chattingan dengan Devan. Rasanya obrolan kami selalu nyambung. Apa lagi kami juga seumuran.
Dari hasil obrolan kami di media sosial, aku juga jadi tahu, kalau Devan juga kuliah di kampus yang sama dengan ku. Namun Devan tak menyebutkan secara rinci jurusan kuliahnya. Di antara kami berdua, memang sama-sama belum berani untuk saling jujur.
Namun pada suatu kesempatan, aku pun memberanikan diri untuk mengajak Devan ketemuan. Devan awalnya menolak, tapi aku terus bersikeras mengajaknya bertemu.
"saya mau ketemuan, tapi kita bertemunya harus di hotel." begitu tulis Devan di kolom pesan akhirnya.
"oke, saya setuju. Tapi saya yang menentukan hotelnya." balas ku.
Devan pun kemudian membalas dengan dua jempol, tanda ia juga setuju.
****
Setelah mendapatkan kesepakatan mengenai waktu dan tempat, kami pun akhirnya melakukan sebuah pertemuan, di sebuah hotel.
Dan betapa kagetnya aku saat tahu, kalau Devan yang aku temui tersebut adalah Devan teman kuliah ku.
Kalian masih ingat, dengan Devan teman kuliah ku, yang aku ceritakan di awal kisah ini, tepatnya di part 1 cerita ini. Aku sempat bercerita tentang Devan di awal kisah ini, hanya beberapa kalimat sih, namun kisah ini sebenarnya memang bermuara ke sana.
Aku dan Devan memang sudah berteman cukup lama, sejak kami sama-sama mulai kuliah, bahkan boleh di bilang, kami cukup akrab.
Hanya saja aku tidak menyangka sama sekali, kalau Devan juga seorang gay. Pantas saja obrolan kami selama ini di media sosial cukup nyambung satu sama lain. Padahal, secara fisik penampilan Devan cukup jantan dan macho. Walau selama kami berteman, aku belum pernah melihat Devan berpacaran.
Devan tentu juga sangat kaget, mengetahui kalau yang selama ini chattingan dengannya adalah aku.
"padahal kita hampir bersama setiap hari, melakukan banyak hal bersama, tapi kita hampir tidak kenal pribadi masing-masing." ucap Devan, saat kami sudah sama-sama duduk di ranjang hotel.
"namanya juga dunia pelangi, Van. Tentu saja hal itu gak bisa kita umbar sembarangan. Kita harus tetap terlihat normal di mata orang-orang, sekali pun itu teman dekat kita sendiri." balas ku sok bijak.
"iya, sih. Tapi aku benar-benar gak nyangka, kalau kamu juga gay, padahal secara fisik, kamu cukup gagah dan terlihat jantan." ucap Devan lagi.
"aku juga gak nyangka, Van. Tapi sekarang kita sudah saling tahu. Lalu selanjutnya apa?" balasku sedikit bertanya.
"aku sih suka sama kamu, Angga. Bahkan sejak awal-awal kita berteman. Hanya saja selama ini, aku tidak tahu, kalau kamu juga penyuka sesama jenis. Jadi aku hanya memendamnya. Lalu bagaimana dengan sendiri, apa aku termasuk tipe kamu?" ucap Devan sambil bertanya.
"secara fisik sih, aku suka. Hanya saja kita kan belum begitu saling kenal pribadi masing-masing. Meski pun selama ini kita berteman dekat, tapi tetap saja aku merasa belum percaya kalau kamu juga seorang gay, jadi mungkin aku masih butuh waktu. Dan lagi pula, saat ini aku juga sedang dekat dengan seseorang." balas ku ringan.
"kamu sudah punya pacar?" tanya Devan.
"bukan pacar sih. Tapi lebih kepada hubungan tanpa status." jelasku singkat.
"kok bisa gitu?" tanya Devan lagi.
"panjang ceritanya, Van." balasku datar.
"gak apa-apa kamu cerita aja, kita masih punya banyak waktu kan?" ucap Devan ringan.
Aku menarik napas ringan. Lalu kemudian dengan perlahan, mulai menceritakan tentang kisah ku bersama Jono, si penjaga toilet SPBU tersebut.
Aku menceritakan semuanya. Aku memang berniat untuk memulai hubunganku dengan Devan secara jujur. Aku tak ingin menyembunyikan apa-apa lagi dari Devan.
"jadi kalian masih sering melakukan hal tersebut?" tanya Devan, sesaat setelah aku selesai bercerita.
"kalau sekarang sih, sudah mulai jarang. Aku juga sudah mulai belajar, untuk bisa melupakan Jono. Sepertinya hubungan kami memang tidak bisa di lanjutkan lagi." jelas ku.
"apa itu berarti, aku ... aku masih punya kesempatan?" tanya Devan lagi.
"aku akan memikirkannya, Van. Namun untuk saat ini, aku butuh waktu. Aku juga harus menyelesaikan urusan hubungan tanpa status ku dengan Jono. Aku tak ingin terjadi kesalahpahaman di kemudian hari." balas ku ringkih.
"jadi kamu sudah cukup berpengalaman ya dalam hal ini?" ucap Devan kemudian, setelah untuk beberapa saat kami saling terdiam.
"Jono adalah laki-laki pertama yang melakukan hal tersebut dengan ku, Van. Selain itu, aku tidak pernah melakukannya dengan laki-laki lain. Jadi kalau di bilang sudah berpengalaman sih belum. Tapi aku memang sudah pernah melakukannya berkali-kali bersama Jono." jelasku jujur.
"yah, kamu cukup beruntung, Angga. Sementara aku, hanya bisa melakukan hal tersebut dalam khayalan ku. Aku belum pernah berani untuk mencobanya. Aku juga gak mau melakukannya dengan sembarang laki-laki." ucap Devan selanjutnya.
"lalu apa kamu mau mencobanya dengan ku malam ini? Mumpung kita sudah berada di hotel loh." tanya ku sedikit ragu.
"aku sih terserah kamu, Ngga. Seperti yang aku katakan, aku memang suka sama kamu. Tapi kalau kamu melakukannya hanya karena terpaksa atau kasihan, lebih baik jangan." balas Devan lugas.
"aku sudah katakan dari awal, kalau secara fisik aku memang tertarik sama kamu, Van. Jadi aku gak merasa terpaksa atau pun kasihan. Hanya saja, jika kamu merasa keberatan, aku juga gak apa-apa, kok." ucapku membalas.
"aku mau, Ngga. Tapi aku benar-benar belum pernah melakukan hal tersebut. Jadi aku harap kamu bisa mengerti, kalau aku masih terasa kaku melakukannya." balas Devan dengan nada suara hampir berbisik.
"kamu tenang aja, Van. Aku akan membimbing kamu dengan baik. Kita melakukannya pelan-pelan aja. Gak usah buru-buru. Dan aku harap kamu juga sudah tahu posisi kamu dalam hal ini." ucap ku lugas.
"sejak awal aku memang sudah tahu posisi ku, Ngga. Hanya saja, aku tidak tahu bagaimana harus memulainya." balas Devan lagi.
"ya udah, aku yang akan memulainya. Apa lagi dengan posisi mu sebagai t0p, kamu pasti akan lebih mudah memahaminya." ucapku lugas lagi.
Sesaat kemudian, aku pun mulai mendekati Devan. Aku memang tertarik pada Devan, selain tampan dan gagah, Devan memang sangat atletis. Aku memang menginginkannya malam ini, apa lagi setelah aku tahu, kalau Devan masih polos. Ia masih belum pernah melakukannya, hal itu tentu saja membuat aku semakin penasaran.
Aku pun berperan cukup agr3sif malam itu, mengingat Devan yang masih terasa kaku. Dan lagi pula sudah hampir tiga minggu ini, aku tidak pernah melakukan hal tersebut bersama Jono. Tentu saja hal itu membuat aku jadi sedikit brut4l.
Devan menerima kehadiran ku dengan penuh semangat. Pelan namun pasti ia pun mulai bisa menguasai keadaan. Ia mulai bisa melakukan perannya dengan baik. Dan tak butuh waktu lama, kami pun akhirnya terh4nyut dalam gelombang keindahan penuh warna dan sensasi.
Sungguh malam yang luar biasa bagiku, Devan melakukan perannya dengan baik. Bahkan menurutku apa yang dilakukan Devan jauh lebih baik dari pada Jono. Dan aku terkesan.
****
"sepertinya aku sudah gak bisa lagi melanjutkan hubungan tanpa status kita ini, Jon." ucapku, ketika akhirnya aku mengundang Jono untuk datang ke kost ku.
"kenapa?" tanya Jono heran.
"karena aku sedang dekat dengan laki-laki lain saat ini, Jon. Dan aku tidak ingin ada kesalahpahaman diantara kita. Jadi sebelum semuanya terlambat, lebih baik aku jujur sama kamu dari sekarang." jelasku apa adanya.
"oke. Gak apa-apa, kok. Aku ngerti. Bukankah dari awal kita memang tidak terikat hubungan apa pun. Jadi kamu bebas mau pergi kapan saja." balas Jono parau.
"maafkan aku ya, Jon. Dan terima kasih untuk semuanya." ucap ku lagi.
"aku yang minta maaf sama mas Angga. Dan aku juga yang harusnya berterima kasih pada mas Angga." balas Jono lirih.
"iya, Jon. Yang penting kita sama-sama saling memaafkan, dan aku harap tidak ada dendam di antara kita setelah ini." ucapku kemudian.
Jono pun mengangguk mantap sambil tersenyum. Aku tahu, Jono tidak benar-benar tulus melepaskan ku. Namun ia mungkin merasa, kalau ia tidak punya hak untuk tetap menahanku.
Biar bagaimana pun sebenarnya kami saling mencintai. Namun karena keadaanlah yang membuat kami tidak bisa terikat dalam hubungan cinta yang lebih serius.
Aku juga sebenarnya merasa berat harus melepaskan Jono. Biar bagaimana pun, Jono lah laki-laki pertama yang mampu memberi kesan indah padaku. Dan sebenarnya aku masih mencintainya. Tapi aku tidak terus bersamanya, tanpa ikatan. Tanpa status yang jelas.
Lagi pula, saat ini, aku mulai memikirkan tentang Devan. Aku mulai menyukai Devan. Secara fisik sebenarnya mereka berdua punya kelebihan masing-masing. Namun Devan lebih bebas. Devan juga mencintaiku, dan kami bisa saja bersama, serta menjalin hubungan yang lebih dalam lagi.
*****
"aku sudah memutuskan hubungan tanpa status ku dengan Jono." jelas ku pada Devan, ketika untuk yang kedua kalinya kami bertemu berdua. Kali ini kami bertemu di tempat kost ku.
"jadi sekarang gimana?" tanya Devan sedikit ragu.
"sekarang sudah saatnya, kita membicarakan tentang hubungan kita selanjutnya." balasku ringan.
"apa kamu sudah yakin dengan perasaan mu padaku?" tanya Devan.
"aku yakin, kalau kita terus bersama, perasaan ku akan terus berkembang terhadap kamu, Van. Lagi pula aku cukup terkesan, dengan apa yang kita lakukan di hotel waktu itu." balas ku lugas.
"jadi sekarang kita pacaran?" tanya Devan lagi.
"iya, Van. Tapi aku ingin kita berdua bisa menjaga rahasia hubungan kita ini. Saat di depan orang-orang, terutama saat kita di kampus, aku ingin kita bersikap biasa saja." balasku.
"tentu saja, Ngga. Aku juga gak mau lah, orang-orang tahu, kalau kita menjalin hubungan asmara." ucap Devan membalas.
Sejak saat itulah, aku dan Devan pun menjalin hubungan yang serius. Kami selalu punya waktu untuk bersama. Di depan orang-orang, kami hanyalah teman dekat. Namun saat kami hanya berdua, kami adalah sepasang kekasih yang saling mencintai dan menyayangi.
Hubugan indah kami pun bertahan hingga bertahun-tahun. Bahkan hingga kami sama-sama lulus kuliah dan mulai bekerja.
Meski pun kami bekerja di tempat yang berbeda, namun hal itu tidak mengurangi intensitas dan kwalitas kebersamaan kami.
Hubungan kami terjalin begitu indah, tanpa ada seorang yang tahu.
Dan begitulah kisah ku kali ini, kisah hubungan tanpa status ku bersama Jono, si penjaga toilet SPBU tersebut dan juga kisah cinta ku bersama Devan, teman kuliah ku yang diam-diam telah lama mencintaiku.
Kini aku dan Devan masih tetap berhubungan. Sementara aku tak pernah lagi bertemu dengan Jono. Aku memang sengaja untuk tidak lagi menemuinya. Karena bagiku, kehadiran Devan sudah jauh lebih cukup untukku. Kehadiran Devan telah mampu melengkapi hidupku dengan sempurna. Sesempurna cinta yang hadir di antara kami berdua.
Terima kasih sudah menyimak kisah ini dari awal sampai akhir, semoga terhibur.
Sampai jumpa lagi pada kisah-kisah selanjutnya, salam sayang untuk kalian semua.
*****
Komentar
Posting Komentar
Terima kasih