Langsung ke konten utama

Postingan

Adsense

Nasib cinta seorang therapist (part 5) ending

Menjadi seorang therapist bukanlah sebuah pilihan. Tapi untuk orang seperti saya, yang tidak punya skill apa-apa dan hanya mengandalkan ijazah SD, menjadi tukang pijat adalah pilihan terbaik saat ini. Banyak yang menyarankan saya, untuk berhenti menjadi seorang therapist dan mencoba mencari pekerjaan lain. Aku bukannya tidak berusaha mencari pekerjaan lain, tapi sampai saat ini, belum ada satu pun pekerjaan yang aku dapatkan. Sebenarnya menjadi seorang tukang pijat bukanlah sebuah pekerjaan yang buruk, selama masih dalam batas sekedar memijat orang. Tanpa ada embel-embel pelayanan plus-nya.   Namun image seorang therapist di jaman sekarang, memang terkesan seperti itu. Karena jika tidak, seorang tukang pijat tidak akan mudah mendapatkan pelanggan. Kecuali jika kita punya keahlian khusus dalam dunia pijat, bukan hanya mengandalkan sebuah elusan di tubuh pelanggan. "sudah seminggu kamu belum mendapatkan pelanggan satu pun, Bal.." suara Regen, rekan kerja ku, tiba

Nasib cinta seorang therapist (part 4)

Aku harus memulainya lagi dari awal. Namun kali ini, aku punya kebebasan untuk memilih, siapa yang harus aku beri kesempatan untuk mendapatkan pelayanan plus dariku, dan siapa yang tidak. Sebenarnya jika harus memilih, tidak seorang pun dari pelanggan pijatku yang ingin aku layani, selain pelayanan pijat biasa tanpa embel-embel plus-nya, terutama pelanggan laki-laki. Namun yang aku kadang tak habis pikir, selalu saja orang yang datang untuk pijat itu, kebanyakan laki-laki dan selalu menginginkan pelayanan plus dariku. Kadang kebutuhan hidup yang membuatku terpaksa menerima pelanggan dengan pelayanan plus dariku. Sudah teramat sering aku melakukan hubungan intim dengan banyak laki-laki. Harus aku akui, kalau aku mulai terbiasa dengan hal tersebut. Dan jujur, kadang ada saat aku merindukan hal tersebut. Ada sensasi berbeda yang aku rasakan, ketika aku melakukannya dengan seorang laki-laki. Mungkin memang sudah jalannya seperti ini. Aku pernah gagal menjalin hubungan yan

Nasib cinta seorang therapist (part 3)

Ketidakberuntungan terus mengikuti setiap langkah kakiku. Dan aku mulai lelah dengan hidup ini. Rasa sakit karena harus kehilangan orang yang aku cintai, di tambah lagi, harus tertipu oleh orang yang selama ini aku percayai, membuatku semakin terpuruk. Aku terjebak pada yang namanya kehidupan. Andai aku bisa keluar dari semua itu? Andai aku bisa mengakhiri semuanya? Tapi sekali lagi aku hanya bisa pasrah. Bertahun-tahun berlalu, Sinta bahkan sekarang udah kuliah. Aku memang masih mampu membiayai hidup kami, membayar kontrakan rumah, membayar uang kuliah Sinta dan juga kebutuhan harian kami. Namun hutangku pada mas Donald tak juga kunjung lunas. Hingga suatu saat, aku bertemu om Danang. Seorang laki-laki paroh baya, yang baru saja menjadi pelangganku. Om Danang tidak tampan, tapi tubuhnya gempal berotot. Aku suka melayani om Danang, karena ia sangat pandai membuatku terbuai dengan permainan indahnya. Om Danang melakukan semuanya dengan penuh perasaan, bukan sekedar mengumbar nafsu

Nasib cinta seorang therapist (part 2)

Hari-hari selanjutnya, aku semakin sering mendapatkan pelanggan. Aku juga sudah terbiasa melakukan hal tersebut. Aku selalu mendapat tip yang besar dari setiap pelangganku, terutama yang pelanggan laki-laki. Mereka selalu merasa puas dengan apa yang aku lakukan pada mereka. Kondisi Sinta, adikku, juga semakin membaik. Ia sudah kembali ke rumah kontrakan kami. Meski masih harus melakukan kontrol setiap minggunya. Aku tidak bercerita apapun pada Sinta. Sinta juga tidak berani bertanya padaku. Namun yang pasti, aku sekarang jadi jarang di rumah. Aku lebih sering di tempat kerja. Bahkan aku sering keluar masuk hotel, untuk memenuhi panggilan para pelanggan. Uang yang aku kumpulkan juga sudah cukup banyak. Meski tentu saja, sebagian besarnya, aku gunakan untuk mengansur hutangku pada mas Donald. Seperti yang mas Donald katakan, aku bisa saja melunasi semua hutangku dalam waktu dekat, jika aku bisa membuat para pelanggannya merasa puas. "aku mau kamu berhenti jadi seorang therapi

Nasib cinta seorang therapist (part 1)

Aku melangkah gontai, menelusuri trotoar. Hiruk pikuk kendaraan berlalu lalang mengiringi langkahku. Malam sudah mulai menjelang. Orang-orang sedang sibuk menuju ke rumahnya masing-masing, setelah seharian lelah berjuang. Pikiranku menerawang melayang tak tentu arah. Terngiang kembali percakapanku dengan dokter Dewi sore tadi.   "Sinta harus menjalani cangkok sumsum tulang. Leukimia yang di deritanya sudah semakin parah." suara dokter Dewi lembut. "Namun sebelumnya kami akan melakukan kemoterapi atau radioterapi dosis tinggi, yang berarti Sinta harus di infus dan harus di rawat inap selama beberapa hari di rumah sakit ini." dokter Dewi melanjutkan. Aku hanya terdiam. Selain merasa kasihan mengetahui penyakit yang di derita oleh Sinta, aku juga sangat bingung tentang biaya yang harus saya tanggung untuk semua pengobatan itu. Sinta, adik perempuanku satu-satunya. Sejak Ibu meninggal dua tahun lalu, Sinta sudah menjadi tanggungjawabku sepenuhnya. Ayah

Iklan google