Namanya kang Udin, setidaknya begitulah aku mengenalnya. Kang Udin adalah pemilik sebuah warung kecil yang ada tepat di persimpangan jalan masuk menuju ke perumahan tempat aku tinggal.
Hampir setiap pagi, aku selalu mampir di warung kang Udin, untuk sekedar membeli minyak motor ku, sebelum aku berangkat kerja.
Bahkan kadang, saat pulang kerja pun aku selalu mampir disana, untuk membeli rokok dan juga sedikit jajanan, buat aku makan pada malam hari, sebelum aku tertidur.
Aku bekerja sebagai seorang guru di sebuah sekolah swasta, tak jauh dari perumahan tempat aku tinggal.
Aku memang tinggal sendiri di rumah yang sengaja aku sewa, untuk tempat aku tinggal semenjak aku mulai bekerja di sekolah swasta tersebut. Setidaknya sudah hampir dua tahun aku tinggal disana.
Kang Udin, sudah cukup lama membuka warung di sana. Bahkan jauh sebelum aku tinggal diperumahan tersebut. Dan yang aku tahu, kang Udin belum menikah, meski pun menurut pengakuannya, ia sudah berusia 40 tahun lebih.
Karena sudah sering mampir di warungnya, aku dan kang Udin sudah mulai akrab. Kami juga sudah sering ngobrol berdua. Meski pun selama ini, obrolan kami masih bersifat umum dan hanya hal-hal biasa saja.
Awalnya, aku memang tidak merasa tertarik dengan kang Udin. Namum lama kelamaan, entah mengapa, ada rasa suka hadir di hatiku, saat bisa bertemu dengan kang Udin.
Entah mengapa, aku merasa bahagia, aku merasa nyaman, bisa ngobrol dengannya. Meski pun secara fisik, kang Udin tidak terlalu tampan. Tapi ia memiliki bentuk tubuh yang cukup atletis dan kekar.
Apa lagi kang Udin, juga sangat ramah orangnya. Ia suka bercanda, dan kadang, entah ia sadari atau tidak, ia juga suka memuji ku.
"ah, masa iya sih, cowok secakep kamu, masih belum punya pacar?" ucap kang Udin pada suatu malam, saat aku sengaja datang ke warungnya, untuk membeli rokok. Kebetulan saat itu, hanya ada kami berdua di warung tersebut.
"benar, kang.. Saya memang belum punya pacar, kok.." balasku seadanya.
"kamu nya yang terlalu pemilih mungkin.." ucap kang Udin lagi.
"yah... gimana ya, kang. Tapi... memang saya, belum ada niat untuk cari pacar saat ini, saya masih mau fokus sama pekerjaan saya.." balasku lagi.
"jangan terlalu lama jomblo, loh... rugi ... nanti terlanjur tua kayak saya, udah gak laku lagi.." kang Udin berucap kembali.
"emangnya kang Udin, gak punya rencana buat nikah?" tiba-tiba aku bertanya demikian.
"dulu sih pernah.. punya rencana buat nikah, tapi... sepertinya saya gak punya bakat buat jadi suami.." balas kang Udin, sedikit berkelakar.
"kok bisa gitu, kang? Emang harus punya bakat ya, untuk jadi suami?" tanya ku sekenanya.
Tapi kali ini, kang Udin hanya membalas dengan sebuah tawa renyah.
****
Dan begitulah, semakin hari aku dan kang Udin semakin dekat dan akrab. Kami jadi semakin sering bercerita. Aku juga semakin sering berkunjung ke warung kang Udin, walau aku gak punya sesuatu untuk aku beli disana.
Tujuan ku hanyalah, untuk bisa mengobrol bersama kang Udin. Aku merasa bahagia, bisa menjadi dekat dan akrab dengan kang Udin.
Semakin hari, rasa suka ku pun terasa semakin besar. Bahkan mungkin, aku telah jatuh cinta padanya. Hampir setiap malam sebelum tidur, aku selalu berkhayal tentang kang Udin. Aku selalu membayangkan, bagaimana rasanya, berada dalam dekapan hangat cowok kekar itu.
"eh.. kok tiba-tiba melamun kamu?" sapa kang Udin, ketika ia melihat aku hanya terdiam di depannya.
Saat itu, untuk kesekian kalinya, aku kembali datang ke warung kang Udin, hanya untuk sekedar bercerita dengannya. Rasanya hal itu, sudah cukup untuk membuat aku merasa bahagia.
"gak kok, kang.. saya gak lagi melamun, cuma lagi mikirin pekerjaan aja.." balas ku pelan.
"mikirin pekerjaan, atau mikirin seseorang?" tanya kan Udin sedikit mengedip mata padaku.
"ah.. kang Udin bisa aja.. saya gak punya seseorang yang harus saya pikirkan saat ini.." balasku sedikit mengelak.
"siapa tahu, lagi mikirin saya...." ucap kang Udin sedikit menebak, tapi dengan nada candanya.
"emang boleh, kalau saya mikirin kang Udin?" tanyaku spontan.
"ya.. boleh aja... tapi... yakin kamu mau mikirin saya yang udah tua ini?" kang Udin balas bertanya, yang membuat aku jadi sedikit salah tingkah.
Aku gak mau salah paham, dengan ucapan kang Udin barusan. Aku juga gak mau salah paham, akan semua perlakuan baik kang Udin selama ini padaku.
Aku akui, kalau kang Udin selama ini memang cukup baik padaku. Ia sering memberi aku minyak gratis, saat aku belum gajian. Ia juga sering menawarkan rokok, kalau aku lagi duduk-duduk di warungnya.
Selama ini, kang Udin, juga sangat perhatian padaku. Selalu bertanya, aku sudah makan apa belum. Selalu bertanya, aku masih punya uang atau tidak. Semua itulah, salah satu yang membuat aku merasa nyaman saat bersamanya.
"tuh kan melamun lagi..." suara kang Udin membuyarkan lamunan ku sejenak.
"lagi mikirin apaan sih?" lanjut kang Udin bertanya.
"kamu lagi ada masalah?" tanyanya lagi, dengan nada sedikit khawatir.
"ah.. gak kok, kang. Saya gak lagi ada masalah apa-apa.." balasku pelan.
"saya... cuma.. saya cuma merasa kang Udin selama ini udah sangat baik padaku.." lanjutku dengan nada sedikit terbata.
"yah... itu karena... saya... suka sama kamu, Fan..." balas kang Udin terdengar spontan.
"maksudnya, kang?" tanya ku ragu, dan masih takut salah paham.
"saya minta maaf ya, Fan. Tapi ... jujur saja, saya sudah tidak bisa lagi memendam semua ini. Sejak awal mengenal kamu, sebenarnya saya sudah merasa tertarik sama kamu. Kamu tampan dan baik. Sudah sangat lama saya tidak merasakan perasaan ini.." suara kang Udin sangat pelan.
"maafkan saya, kalau selama ini, diam-diam, saya telah jatuh cinta sama kamu. Saya sangat ingin bisa memiliki kamu sebagai kekasih..." lanjut kang Udin, masih dengan suara sangat pelan.
Untuk sesaat aku hanya bisa terdiam, mendengar pengakuan jujur kang Udin. Meski pun aku merasa sangat bahagia mendengar semua itu. Tapi, aku benar-benar tidak percaya, kalau kang Udin akan berkata demikian padaku.
"kang Udin serius?" aku bertanya juga akhirnya.
"iya.. aku sangat serius dengan semua ini. Aku benar-benar sayang sama kamu, Fan. Andai saja kamu mau menjadi kekasihku, pasti aku akan merasa sangat bahagia.." balas kang Udin terdengar penuh perasaan.
"sebenarnya... sebenarnya... aku.. aku juga sayang sama kang Udin.." suara terbata dan terdengar sangat serak.
"kamu.. gak lagi berusaha untuk membuat aku merasa senang kan, Fan?' tiba-tiba kang Udin bertanya demikian.
"gak lah, kang. Aku serius, aku juga sayang sama kang Udin. Selama ini, aku berusaha memendam hal tersebut, karena takut kang Udin tidak punya perasaan yang sama. Tapi ... setelah mendengar pengakuan kang Udin barusan, aku jadi merasa juga harus jujur sama kang Udin.." balasku kemudian.
"jadi... kalau begitu... kamu mau jadi pacar saya?" kang Udin bertanya kembali.
"iya... saya mau, kang. Saya juga cinta sama kang Udin.." balasku apa adanya.
"kalau begitu, malam ini, aku nginap di tempat kamu ya... Biar... kita jadi punya waktu untuk berdua. Biar... kita juga jadi bebas melakukan apa yang selama ini hanya ada dalam khayalan ku." ucap kang Udin lagi.
"emangnya... selama ini, kang Udin juga sering mengkhayalkan saya?" tanyaku lembut.
"hampir setiap malam, Fan. Hampir setiap malam aku selalu berkhayal tentang kamu. Tentang betapa indahnya, bisa menghabiskan waktu berdua sama kamu...." balas kang Udin.
"aku juga selama ini, sering mengkhayal tentang kang Udin.." ucapku membalas.
"karena itu, malam inilah saatnya, kita mewujudkan semua khayalan kita selama ini, Fan. Dan aku berharap, kita bisa bersama-sama selamanya..." kang Udin berucap, sambil menatapku sendu.
****
Malam itu, adalah malam terindah dalam perjalanan hidupku. Aku benar-benar tidak menyangka, kalau kang Udin juga menyukai ku. Aku merasa sangat bahagia dengan semua itu.
Dan tanpa menunggu lebih lama lagi, kang Udin pun segera menutup warungnya. Meski pun sebenarnya malam sudah cukup larut, sudah hampir jam sebelas malam. Suasana malam juga sudah mulai sunyi.
Dengan mengendarai motor ku, kami pun segera menuju ke rumah tempat aku tinggal. Aku benar-benar sudah tidak sabar lagi, untuk bisa berduaan dengan kang Udin, tanpa terganggu oleh apa pun.
Seperti yang dikatakan kang Udin barusan, malam inilah saatnya, untuk kami mewujudkan semua khayalan kami selama ini. Malam inilah saatnya, untuk aku bisa menikmati apa yang selama ini hanya ada dalam angan ku.
Aku benar-benar merasa bahagia dengan semua ini. Seumur hidup, baru kali ini, aku bisa bertemu dengan orang yang bisa mencintai ku seperti kang Udin.
Selama ini, aku selalu jatuh cinta pada orang yang salah. Aku selalu jatuh cinta pada orang yang tidak pernah bisa aku miliki. Selama ini, cinta ku selalu bertepuk sebelah tangan.
Namun kali ini, cinta ku bisa berbalas. Kali ini, aku jatuh cinta pada orang yang tepat. Aku jatuh cinta pada orang yang juga mencintai ku. Semuanya terasa begitu sempurna.
Apa lagi, kang Udin juga sudah sangat berpengalaman dalam hal tersebut. Dia juga memperlakukan ku dengan lembut. Aku jadi bisa merasakan hal yang selama ini, belum pernah aku rasakan.
Aku jadi bisa merasakan hal yang selama ini hanya ada dalam khayal ku.
Ternyata benar, dicintai oleh orang yang tepat itu, terasa sangat indah.
Aku benar-benar dibuat terbuai oleh kang Udin, dengan segala cintanya yang sempurna.
****
"terima kasih ya, kang.. Sudah memberi aku sebuah kesan yang indah.." ucapku, saat kami sudah sama-sama terbaring di ranjang.
"aku yang harusnya terima kasih sama kamu, Fan. Kamu benar-benar luar biasa. Sudah sangat lama aku tidak merasakan hal tersebut.." balas kang Udin pelan.
"maukah kang Udin berjanji padaku?" ucapku kemudian.
"berjanji apa?" tanya kang Udin.
"maukah kang Udin berjanji, untuk tidak akan pernah meninggalkan selamanya. Aku benar-benar takut kehilangan kang Udin..." ucapku lagi.
"aku juga merasa takut akan kehilangan kamu, Fan. Jadi... tanpa kamu minta pun, aku pasti tidak akan pernah meninggalkan kamu. Dan aku harap, kamu juga jangan pernah pergi dari ku.." balas kang Udin terdengar tulus.
"aku juga tidak akan pernah pergi dari kang Udin. Aku akan selalu untuk kang Udin. Percayalah.. aku sangat mencintai kang Udin. Kang Udin adalah pacar pertama ku. Dan aku merasa sangat bahagia dengan semua ini." ucapku penuh perasaan.
Dan begitulah, sejak saat itu, aku dan kang Udin resmi berpacaran. Hari-hari ku pun jadi penuh warna karenanya. Aku jadi lebih punya semangat menjalankan kehidupan ini. Aku jadi punya tujuan.
Selama ini aku pikir, aku tidak akan pernah bertemu dengan orang yang bisa mencintai ku apa adanya. Aku pikir, aku akan selalu jatuh cinta pada orang yang salah. Aku pikir, aku tidak akan pernah bisa memiliki orang yang aku cintai.
Dan ternyata semua itu salah. Sekarang aku bisa hidup bahagia bersama orang yang aku cintai. Aku bisa hidup bahagia, bersama orang yang aku inginkan. Meski pun usia kami terpaut sangat jauh. Namun hal itu, tidak mengurangi sedikit pun kebahagiaan kami.
Semoga saja, hubungan cinta kami bisa bertahan selamanya. Semoga saja, kang Udin bisa aku miliki selamanya...
Yah... Semoga saja..
****
Komentar
Posting Komentar
Terima kasih