Cerita berawal ketika saya ikut kegiatan KKN disebuah desa.
Disana lah saya bertemu Ryan, seorang pemuda desa yang tampan dan atletis.
Awalnya semuanya biasa saja. Kami memang sering bertemu. Karena Ryan salah seorang pengurus Pemuda di Desa itu. Jadi kegiatan kami selama KKN disana sering dibantu oleh pengurus pemuda disana.
Ryan sangat aktif selama kami disana. Dia suka bermain voly setiap sore dilapangan desa. Kami sering bercerita mengenai kegiatan-kegiatan yang kami lakukan disana. Ryan orang yang cerdas. Usianya sudah 27 tahun.
Kami berjumlah 9 orang, 5 orang cewek dan 4 orang cowok. Kami yang cowok tinggal di sebuah rumah kosong, tak jauh dari lapangan voly tempat biasa Ryan bermain. Sedangkan yang cewek tinggal di salah satu rumah penduduk.
Sudah hampir 2 minggu kami disana dari 40 hari yang di jadwalkan. Sudah banyak kegiatan yang kami lakukan.
Sudah hampir 2 minggu kami disana dari 40 hari yang di jadwalkan. Sudah banyak kegiatan yang kami lakukan.
Hingga suatu malam, saya berjalan ke tempat Ryan dan teman-temannya biasa nongkrong. Saya memang biasa kesana, jika tidak ada kegiatan dengan kawan-kawan KKN.
Saat sampai ditempat itu, saya melihat Ryan duduk sendirian disana, sambil bermain gitar. Ryan memang suka bermain gitar dan suara nya bagus. Saya suka mendengarkan dia bernyanyi.
"sendirian saja," tegur ku, saat sudah duduk disamping Ryan, "mana yang lain..?" lanjut ku kemudian. Ryan berhenti sejenak memainkan gitarnya, lalu menjawab "yang lain pergi lihat hiburan ke desa tetangga.." jelasnya.
"oh.." saya mengangguk. Ryan kembali memainkan gitarnya, dia menatapku sejenak, seraya memperlihatkan senyuman yang begitu manis. Saya membalas tersenyum, sambil menahan debaran di dada saya yang bergemuruh. Senyum Ryan memang teramat manis, dihiasi lesung pipi tipisnya.
"abang gak ikut?" tanyaku lagi.
"gak!" jawabnya singkat. Ryan memang sedikit pendiam orangnya. Dia hanya berbicara seperlunya saja.
baca juga :
Cerita gay : cowok normal yang terjebak
"pergi yuk!" ucapku, setelah Ryan menyanyikan sebuah lagu. Ryan kembali menatap ku, kali ini cukup lama.
"kemana?" tanyanya kemudian.
"lihat hiburan di desa tetangga itu.." jawabku.
"oh.." balasnya, "kamu suka lihat hiburan seperti itu?' lanjutnya bertanya.
"gak juga, sih. tapi dari pada bengong disini, kan..?" jawabku lagi.
"lihat hiburan di desa tetangga itu.." jawabku.
"oh.." balasnya, "kamu suka lihat hiburan seperti itu?' lanjutnya bertanya.
"gak juga, sih. tapi dari pada bengong disini, kan..?" jawabku lagi.
"ayoklah.." balasnya, setelah terdiam sesaat. "kamu tunggu disini ya, saya ambil motor dulu.." sambil ia berdiri dan pergi menuju rumahnya.
Rumah Ryan hanya berjarak kurang lebih 50 meter dari situ.
*****
Ryan membawa motornya pelan-pelan menuju desa tetangga, saya duduk dibelakangnya dengan dada yang semakin berdebar. Jujur, saya memang suka dengan Ryan, sejak awal kami bertemu. Ryan yang baik, tampan dan kekar.
"dingin gak?" tanya Ryan padaku, ketika diperjalanan. Jarak desa tetangga tersebut kurang lebih 6 kilo meter dari desa Ryan.
"lumayan lah..." jawabku jujur.
"peluk aja, kalau dingin.." katanya lagi.
"dingin gak?" tanya Ryan padaku, ketika diperjalanan. Jarak desa tetangga tersebut kurang lebih 6 kilo meter dari desa Ryan.
"lumayan lah..." jawabku jujur.
"peluk aja, kalau dingin.." katanya lagi.
Aku terdiam sejenak, kemudian melingkarkan tangan ke tubuh Ryan yang gagah. Tubuh itu terasa hangat. Dada ku semakin bergemuruh dan berdebar hebat. Jantung ku berdetak lebih kencang dari biasanya.
Tak berapa jauh kemudian, tiba-tiba motor kami mogok. Ryan mencoba menstater nya lagi, tetap tak mau hidup. Saya turun. Ryan membuka jok belakang, dan ternyata bensin nya habis.
"bensinnya habis.." jelas Ryan. "saya lupa mengisinya tadi.." lanjutnya.
"oh.." keluhku, "jadi gimana?" tanyaku.
"ya. kita tunggu aja orang lewat.." jawabnya, "itupun kalau ada.." lanjutnya.
"kok, kalau ada...?" tanyaku lagi.
"iya. karena udah jam segini, biasanya jarang orang lewat.." katanya. Aku melihat jam ditangan ku, sudah menunjukkan hampir jam 10 malam.
"teman-teman yang pergi lihat hiburan pulang jam berapa?" tanyaku.
"biasanya jam 2 atau jam 3.." jelasnya.
Aku terdiam. Ryan menatap ku, kemudian berujar, "kita tunggu disana aja yuk..." Ryan menunjuk ke arah dalam sebuah kebun karet masyarakat. Disana ada sebuah pondok tak jauh dari situ. Cahaya rembulan yang benderang, membuat pondok itu terlihat jelas dari kejauhan.
Aku pun mengangguk. Setuju.
Ryan mendorong motor ke dalam kebun, menuju pondok tersebut. Saya mengikutinya dari belakang.
Sesampainya di pondok, kami masuk kedalam, ternyata pondok itu tidak dikunci.
"ini pondok siapa?" tanyaku berbasa-basi.
"pondok warga yang punya kebun ini.." jawabnya sekenanya. Kemudian bertanya,"kamu takut?"
Ryan mendorong motor ke dalam kebun, menuju pondok tersebut. Saya mengikutinya dari belakang.
Sesampainya di pondok, kami masuk kedalam, ternyata pondok itu tidak dikunci.
"ini pondok siapa?" tanyaku berbasa-basi.
"pondok warga yang punya kebun ini.." jawabnya sekenanya. Kemudian bertanya,"kamu takut?"
"sedikit..." jawabku jujur. "dan dingin juga..." lanjutku lagi.
Tiba-tiba Ryan duduk disampingku. Tangannya merangkul pundakku. Aku merasa begitu hangat.
"masih dingin?" tanya Ryan. Aku hanya diam.
Ryan kemudian melingkarkan tangannya memeluk tubuhku. Aku gemetaran, dada ku semakin tak karuan. Ryan memelukku begitu erat dan hangat. Aku membalas memeluknya. Aku merasakan begitu kekarnya tubuh Ryan. Kutatap mata Ryan, dia tersenyum. Seperti biasa, senyum yang begitu manis. Tapi kali ini begitu dekat, sangat dekat. Aku merasakan hembusan nafas Ryan. Kami saling tatap cukup lama.
Ryan semakin mendekatkan wajahnya. Aku sedikit bergetar, dadaku bergemuruh hebat. Hembusan napas Ryan terasa begitu wangi menyeruak ke dalam hidungku.
"aku boleh c!.um kamu?" ucap Ryan tiba-tiba, yang membuatku semakin berdebar.
Aku tidak tahu harus mengatakan apa, namun repleks aku mengangguk.
Ryan mulai menyentuh daguku dengan tangannya. Ia tatapi wajahku lama.
"kamu sangat tampan, dik." ucapnya lagi. Aku tersenyum bangga.
"bang Ryan juga sangat tampan.." balasku dengan suara bergetar.
"abang suka sama kamu." ujar Ryan lagi. "kamu mau gak jadi pacar abang.?" tanya Ryan melanjutkan.
Rasanya saat itu, semua bunga bermekaran di sekelilingku. Hatiku begitu bergembira mendengar pernyataan bang Ryan barusan. Siapa yang tak ingin menjadi pacar seorang Ryan. Seorang pemuda tampan dan atletis. Tak ada yang mampu menolak pesona Ryan, tak terkecuali saya, yang memang sudah sejak pertama bertemu telah mengaguminya.
Untuk itu, aku pun mengangguk.
"aku juga suka sama bang Ryan..." aku mengeluarkan suara lagi.
Kulihat Ryan tersenyum. Kemudian perlahan tangannya mengusap pipiku dengan lembut. Tangan kekar itu terasa hangat di pipiku.
Cuaca dingin dan suasana yang sunyi, menambah keromatisan kami malam itu. Sungguh tak pernah kusangka, jika Ryan juga menyukaiku. Aku merasa begitu bahagia malam itu. Rasanya dunia sudah menjadi milik kami berdua.
Dengan perasaan yang saling tertarik dan saling mencintai, serta didukung oleh suasana yang sepi dan dingin. Malam itu, untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku pun bisa merasakan hal tersebut, bersama cowok yang aku cintai.
Aku merasa bahagia malam itu, sangat bahagia. Semua impian ku tentang Ryan pun menjadi nyata. Semuanya terasa indah, bahkan jauh lebih indah dari yang pernah aku bayangkan.
Kami sama-sama terhanyut dalam suasana nan romantis tersebut. Kami saling memberi dan menerima. Kami saling mengungkapkan semua rasa yang ada, dengan tindakan yang nyata. Kami pun terbuai dalam lautan penuh cinta yang indah.
Dan sejak malam itu, aku dan Ryan pun resmi berpacaran.
****
Sejak kejadian indah malam itu, aku dan Ryan semakin sering bertemu dan melakukannya lagi. Ryan selalu punya lokasi strategis untuk kami dapat bertemu berdua dan saling melepaskan keinginan kami.
Selama aku melaksanakan kegiatan KKN di desa Ryan, setidaknya lebih dari sepuluh kali kami melakukannya. Kami melakukannya atas dasar suka sama suka.
Hingga masa KKN-ku pun berakhir. Aku pun dengan cukup berat hati, karena harus berpisah dengan Ryan, kembali ke kota.
Sejak saat itu, hubunganku dengan Ryan pun terputus. Jarak kami terlalu jauh, untuk bisa terus bertemu. Dan lagi pula, Ryan sepertinya tidak terlalu berusaha untuk bisa bertemu denganku lagi.
Karena pernah beberapa kali aku coba mendatangi desa Ryan sendirian, tapi Ryan selalu menghindar. Ia Selalu tidak berada di rumah.
Awalnya aku merasa sangat kecewa, namun lama-kelamaan aku pun mulai belajar melupakan Ryan dan tak ingin mengharapkannya lagi.
Walau tak bisa lagi bersamanya, setidaknya aku pernah merasakan keindahan sebuah cinta bersama Ryan, cowok desa yang tampan dan atletis. Setidaknya, Ryan telah memberiku sebuah pengalaman yang begitu indah.
Ryan adalah pacar pertamaku sekaligus laki-laki pertama yang berhasil memberikan aku keindahan sebuah rasa yang penuh cinta.
Semoga kelak kami bisa bertemu kembali, dan mengulangi lagi semua keindahan tersebut. Semoga Ryan juga merasakan kesan yang indah bersama ku, selama aku berada di desanya.
Yah... Semoga saja.
*****
Sekian...
lanjutttt nya bos
BalasHapus