Simon adalah seorang mahasiswa baru di sebuah universitas swasta.
Tiga bulan yang lalu Simon telah melepaskan seragam putih-abunya. Kemudian dengan nilai yang pas-pasan ia mencoba mendaftar ke beberapa universitas.
Seminggu yang lalu ia dinyatakan lulus di salah satu universitas.
Dan hari itu adalah hari pertama bagi Simon memasuki kampus barunya.
Dengan perasaan canggung dan sedikit kikuk, Simon melangkah masuk melewati gerbang kampus.
Meski masa orientasi mahasiswa baru sudah lewat beberapa hari yang lalu, tapi Simon tidak dapat mengikutinya karena dalam kondisi sakit.
Setelah melewati gerbang kampus, Simon mengarahkan langkahnya menuju salah satu gedung yang ia yakin adalah pusat kantor dari kampus tersebut. Simon ingin mengurus beberapa hal disana.
Namun sebelum langkahnya sepenuhnya terarah kesana, sebuah suara memaku langkahnya.
"hei anak baru ya..?" suara itu berasal dari belakangnya, untuk itu Simon segera memutar tubuhnya.
Di belakangnya telah berjalan dengan santai seorang laki-laki yang memakai baju kemeja belang-belang hitam. Laki-laki itu tersenyum kearah Simon dan berhenti tepat kira-kira satu meter dari posisi Simon berdiri.
Simon membalas senyum laki-laki itu lalu mengangguk dengan pelan.
"kenapa baru kelihatan sekarang?" tanya laki-laki itu lagi.
"kemarin saya sakit, jadi baru hari ini bisa hadir ke kampus.." balas Simon sedikit kaku.
"oh ya, saya Heri.." ucap laki-laki itu lagi, ia mengacungkan tangan kanannya.
"saya Simon.." balas Simon, sambil menjabat tangan laki-laki itu.
Begitulah awalnya. Awal perkenalan Simon dengan Heri.
Heri ternyata adalah seniornya. Heri seorang mahasiswa tingkat akhir. Tapi Heri sangat baik padanya, yang membuat mereka lebih cepat akrab.
"kak Heri kok mau berteman dengan saya? Padahal saya hanya anak baru disini, dan lagi pula jarak usia kita terlalu jauh..." tanya Simon suatu hari.
"kenapa? kamu malu berteman dengan orang yang jauh lebih tua dari kamu?" Heri justru balik nanya.
"gak. Bukan itu maksud saya. Tapi kan kak Heri punya banyak teman yang se angkatan. Kenapa justru dekat sama saya?" ucap Simon lagi.
Tapi Heri hanya diam. Dia enggan menjelaskannya.
Hari-hari terus berlalu, Simon dan Heri pun semakin dekat dan akrab.
Hingga suatu hari, Heri mengajak Simon untuk main ke kost-nya. Selama ini Simon memang belum pernah ke kost Heri. Mereka hanya bertemu ketika di kampus.
"kamu mau gak nginap tempat saya?" tanya Heri ketika mereka sudah berada di dalam kamar kost.
"mumpung malam minggu, loh. Kamu kan bisa minta izin sama orangtua kamu.." lanjutnya.
Sesaat Simon hanya terdiam.
"mau gak?" tanya Heri lagi.
"emangnya kak Heri gak mau ketemu pacarnya malam minggu begini?" tanya Simon.
"saya gak punya pacar.." jawab Heri cukup tegas.
"oh." Simon membulatkan bibir. "kalau begitu saya telpon ke rumah dulu ya.." ucapnya.
"oke.." balas Heri, sambil menautkan jari telunjuk dengan jempolnya membuat angka nol.
***********
Setelah berjalan-jalan memutari kota, Simon dan Heri kemudian kembali lagi ke kost. Malam sudah menunjukkan jam sebelas.
Sesampai di dalam kost, Heri membuka baju dan celana yang ia pakai. Ia hanya mengenakan sebuah celana pendek berwarna biru.
Tubuhnya terlihat kekar, dengan otot dada yang bidang dan perutnya yang six pack.
Sesaat Simon merasa kurang nyaman melihat hal tersebut, namun ia berusaha bersikap biasa.
Meski harus ia akui dari dalam hatinya, ia begitu mengagumi sososk Heri. Selain memiliki wajah yang tampan, Heri juga mempunyai tubuh yang atletis. Benar-benar sosok laki-laki yang sangat di dambakan para kaum hawa.
Heri juga seorang yang humoris dan pintar. Teman-teman kampus hampir semuanya suka dengan Heri. Selain ramah, Heri juga sangat supel.
Di kamar kost itu, hanya terdapat sebuah dipan berukuran kecil. Dipan itu seharusnya hanya muat untuk satu orang. Simon duduk di pinggiran dipan tersebut dengan perasaan campur aduk. Biar bagaimana pun, ini adalah kali pertamanya ia menginap di tempat orang lain. Selama ini Simon selalu tidur di rumah. Meski kedua orangtuanya selalu memberi kebebasan untuk Simon.
Sementara itu Heri masuk ke kamar mandi sekedar buang air kecil. Ia keluar dengan mengibas-ngibaskan tangannya yang basah.
Kemudian ia duduk di samping Simon.
"kenapa?" tanya Heri, melihat Simon hanya bengong.
Simon menggeleng.
"gak kenapa-kenapa, kok. Hanya tidak terbiasa saja dengan kondisi seperti ini.." jawabnya.
"maksudnya kondisi seperti apa?" tanya Heri lagi.
Kali ini Simon hanya diam. Dia bingung harus menjelaskannya kepada Heri.
"saya mau ngomong sesuatu sama kamu, tapi kamu jangan marah ya..." ucap Heri yang duduk di samping Simon.
"kak Heri mau ngomong apa?" tanya Simon terdengar lugu.
"kak Heri suka sama Simon. Kak Heri gak tahu entah kapan rasa suka itu datang. Simon orang yang baik dan juga perhatian. Kak Heri merasa dihargai. Kak Heri pengen menjalin hubungan serius dengan Simon, lebih dari sekedar teman dekat..." ucap Heri penuh perasaan.
Simon terkesima. Tak disangkanya Heri akan mengatakan hal tersebut padanya.
Selama ini Heri selalu menunjukkan sikap biasa-biasa saja terhadap Simon.
Di dalam hati Simon merasa sangat bahagia mendengar hal itu. Tentu saja, karena sudah berbulan-buan Simon hanya bisa memendam perasaannya pada Heri.
"kamu mau gak?" tanya Heri lagi, yang membuat Simon kaget.
"tapi saya...."
"iya, saya tahu." potong Heri cepat, "ini salah. Apa yang saya rasakan sama kamu adalah sebuah kesalahan. Namun saya tidak bisa membohongi diriku sendiri, kalau saya benar-benar telah jatuh cinta padamu. Yang ada dalam pikiran saya hanya kamu seorang..." lanjutnya lagi.
Simon semakin terperangah.
"iya. Saya mau, kak..." jawab Simon cepat. Ia tidak mau menyia-nyiakan kesempatan tersebut. Biar bagaimanaoun Heri adalah cinta pertama Simon.
"selama ini saya juga suka sama kak Heri." lanjut Simon lagi. "kak Heri orang yang baik dan juga sangat tampan. Tapi apa kak Heri gak menyesal nantinya karena menjalin hubungan dengan orang seperti saya?"
"untuk apa saya harus menyesal?"
"ya, karena kak Heri kan orang yang ganteng dan juga pintar. Sementara saya hanya orang biasa..."
"sudahlah, Simon. Kamu gak usah ngomong seperti itu lagi. Bagi saya kamu itu istomewa. Saya menyukai apa adanya dirimu..."
Kembali Simon terdiam.
Sejak saat itu mereka pun menjalin hubungan yang serius. Mereka semakin sering bersama. Simon sungguh bahagia dengan semua itu. Cintanya ternyata tidak bertepuk sebelah tangan. Heri juga mencintainya, bahkan sangat menyayanginya. Simon merasa sangat beruntung bisa berpacaran dengan Heri. Meski hubungan mereka dilakukan secara diam-diam. Hanya mereka berdua yang tahu, tentang hubungan terlarang tersebut.
Bersambung...
Komentar
Posting Komentar
Terima kasih