Namanya Hans. Terasa tak mau hilang nama itu dari hati ku. Nama seorang pemuda kampung yang kekar dan tampan.
Sebenarnya ia seorang lelaki normal, dia juga sudah punya tunangan waktu itu.
Kisah ini terjadi sekitar dua tahun yang lalu.
Kisah ini berawal ketika aku melaksanakan kegiatan KKN di sebuah desa yang cukup jauh dari kota tempat aku tinggal dan kuliah.
Sebuah desa yang terbilang sudah cukup maju dan berkembang. Sebagian besar penduduk desa bekerja sebagai nelayan di sungai yang memang berada tidak jauh dari desa. Sebagian lagi ada yang bertani dan berkebun.
Penduduk desa sangat ramah dan sangat senang kami berada di sana.
Sebenarnya ia seorang lelaki normal, dia juga sudah punya tunangan waktu itu.
Kisah ini terjadi sekitar dua tahun yang lalu.
Kisah ini berawal ketika aku melaksanakan kegiatan KKN di sebuah desa yang cukup jauh dari kota tempat aku tinggal dan kuliah.
Sebuah desa yang terbilang sudah cukup maju dan berkembang. Sebagian besar penduduk desa bekerja sebagai nelayan di sungai yang memang berada tidak jauh dari desa. Sebagian lagi ada yang bertani dan berkebun.
Penduduk desa sangat ramah dan sangat senang kami berada di sana.
Kami melaksanakan KKN selama dua bulan disana. Kami berjumlah sembilan orang, empat orang laki-laki dan lima orang perempuan.
Kami yang laki-laki tinggal di sebuah rumah kosong milik warga, yang memang sudah lama tidak berpenghuni, karena yang punya rumah, kabarnya sudah pindah ke rumah nya yang baru.
Sedangkan yang perempuan, tinggal di salah satu rumah warga yang tidak jauh dari tempat kami tinggal.
Para pemuda di sana sangat aktif membantu segala kegiatan kami di sana.
Dan disana lah aku berkenalan dengan Hans.
Kami yang laki-laki tinggal di sebuah rumah kosong milik warga, yang memang sudah lama tidak berpenghuni, karena yang punya rumah, kabarnya sudah pindah ke rumah nya yang baru.
Sedangkan yang perempuan, tinggal di salah satu rumah warga yang tidak jauh dari tempat kami tinggal.
Para pemuda di sana sangat aktif membantu segala kegiatan kami di sana.
Dan disana lah aku berkenalan dengan Hans.
Hans seorang pemuda yang cukup pendiam, dia tak banyak bicara. Tapi ia cukup banyak membantu kami selama di sana.
Hans sendiri bekerja sebagai nelayan. Dia anak sulung dari tiga bersaudara. Ayahnya sudah lama meninggal. Adiknya yang paling bungsu perempuan masih duduk di kelas 2 SMA waktu itu, sedangkan adiknya yang nomor dua laki-laki sudah kuliah di kota.
Hans baru berusia 25 tahun waktu itu. Setamat SMA dia tidak bisa kuliah, karena harus bekerja untuk membiayai sekolah adik-adiknya. Ibu nya yang sudah cukup tua, sudah sering sakit-sakitan. Jadilah Hans tulang punggung keluarga nya.
Hans di kenal sebagai pemuda yang baik dan juga soleh.
Ia bertunangan dengan seorang gadis yang berasal dari desa itu juga.
Menurut cerita Hans, pertunangan itu bukan lah atas keinginannya sendiri. Ibunya lah yang memaksa ia untuk bertunangan dengan gadis itu. Dan sebagai anak yang patuh, Hans tak ingin menolaknya.
Apalagi kedua orang tua gadis itu, begitu menginginkan Hans untuk jadi menantu nya.
Karena sering melakukan kegiatan bersama, aku dan Hans menjadi dekat dan cukup akrab.
Hans mengajarkan banyak hal padaku selama aku disana.
Hans juga sering mengajak ku, untuk ikut dengan nya menangkap ikan di sungai. Hans bahkan sering mengajak aku makan dan tidur di rumah nya. Ibu nya juga sangat baik padaku.
Kami menjadi sangat akrab dan lama kelamaan aku menjadi tertarik pada Hans.
Aku merasa bahagia setiap kali bersama nya. Hidup menjadi begitu indah bagiku.
Dan tanpa aku sadari aku pun jatuh cinta pada Hans.
Segala kesederhanaan Hans membuat aku begitu memuja nya.
Dia menjadi begitu berarti bagi ku. Kadang aku merasa begitu kesepian jika sehari saja tak jumpa dengan nya.
Aku selalu memikirkan Hans di setiap malam ku. Aku selalu teringat canda dan tawa nya yang begitu renyah.
Sikap nya yang santun dan sederhana, membuat aku semakin memuja nya.
Hans yang baik dan ramah, Hans yang selalu berhasil membuat aku selalu tersenyum.
Ia selalu hadir saat aku membutuhkannya.
Cinta memang telah bersarang di hati ku. Menumbuhkan benih-benih yang kian hari kian mekar kurasakan. Namun aku tahu, sangat tak mungkin bagi Hans, merasakan hal yang sama dengan yang aku rasakan pada nya.
Biar bagaimana pun, Hans adalah lelaki normal. Dan ia juga akan segera menikah.
Tapi semua rasa cinta ku pada nya begitu tulus. Aku tak berharap bisa memilikinya. Karena aku cukup sadar siapa diriku. Namun kedekatan kami sudah lebih dari cukup bagi ku.
Mengenal Hans dan menjadi dekat dengannya, merupakan sebuah anugerah bagiku.
Dan mencintai nya adalah sebuah kebahagiaan.
Aku tak berharap apa pun dari semua itu. Cukuplah bagi ku mencintainya dalam diam ku.
Mengaguminya dengan setulus hati ku.
*****************
Pada saat malam terakhir kami disana, kami dan pemuda disana melaksanakan kegiatan semacam acara perpisahan. Malam itu, setelah selesai acara, Hans mengajak ku tidur di rumahnya, sebagai malam terakhir katanya.
Aku dan Hans mengobrol cukup lama, sebelum akhirnya kami tertidur.
Sebelum waktu subuh, aku terbangun. Aku tatap wajah tampan milik Hans, sangat lama. Aku tatap seakan ingin menciumi lembut pipi itu.
Hans tidur tanpa baju, badan nya yang kekar dan cukup atletis terpapar jelas di mata ku.
Aku menatapi tubuh itu. Menatapi nya dengan penuh hasrat. Ingin rasa nya aku memeluk tubuh itu, mendekapnya dan menyandarkan wajah ku ke dalam dada bidangnya.
Tapi segera ku tepis segala keinginan ku, aku tak ingin merusak hubungan pertemanan kami.
Aku tak ingin, pada malam terakhir aku di sana, justru meninggalkan kesan yang buruk pada Hans.
Buru-buru ku pejamkan lagi mata ku, mencoba untuk tertidur kembali.
Tiba-tiba aku merasakan, tangan Hans berada di dadaku. Tangan itu terasa hangat dan menenangkan. Aku mencoba membuka mata ku kembali. Aku lihat Hans masih dalam kondisi tertidur. Aku tak tahu, apakah Hans sengaja meletakkan tangannya disitu atau itu terjadi hanya kebetulan saja. Namun terlepas dari itu semua, aku menikmatinya. Aku membiarkan tangan Hans tetap berada di dada ku.
Terpikir untuk menarik tangan itu lebih dekat dan memeluk tubuh Hans. Tapi sekali lagi, perasaan tak enak menghantui ku. Dan aku hanya membiarkannya.
************************
Sebulan setelah kepulangan ku dari desa Hans. Tiba-tiba aku mendapat telpon dari Hans, ia mengabarkan kalau ia sekarang berada di kota. Ia di kota karena harus mengantarkan uang belanja adiknya yang sedang kuliah. Hans memang pernah cerita, kalau biasanya ia sebulan sekali datang ke kota untuk mengantar uang kepada adiknya.
Selama sebulan ini, aku memang tidak berusaha menghubungi Hans. Walau keinginan itu ada, tapi aku takut.
Aku pun meminta Hans untuk datang ke rumah ku. Dan Hans pun bersedia untuk datang.
Aku bertemu Hans kembali setelah sebulan kami tak berjumpa. Perasaan ku masih saja sama, aku masih saja begitu mengaguminya. Aku masih mencintainya.
Selama sebulan ini, sebenarnya aku berusaha menghapus segala rasa itu. Berusaha melupakan Hans. Melupakan segala kenangan ku dengan Hans.
Walau aku tahu, itu tidak akan pernah berhasil. Karena aku begitu mencintai Hans.
Dan sekarang Hans disini, dengan segala pesona nya.
Selama sebulan ini, aku memang tidak berusaha menghubungi Hans. Walau keinginan itu ada, tapi aku takut.
Aku pun meminta Hans untuk datang ke rumah ku. Dan Hans pun bersedia untuk datang.
Aku bertemu Hans kembali setelah sebulan kami tak berjumpa. Perasaan ku masih saja sama, aku masih saja begitu mengaguminya. Aku masih mencintainya.
Selama sebulan ini, sebenarnya aku berusaha menghapus segala rasa itu. Berusaha melupakan Hans. Melupakan segala kenangan ku dengan Hans.
Walau aku tahu, itu tidak akan pernah berhasil. Karena aku begitu mencintai Hans.
Dan sekarang Hans disini, dengan segala pesona nya.
Aku mengajak Hans masuk ke kamar ku, setelah ku perkenalkan dengan mama dan papa ku.
Kami ngobrol seperti biasa, saling menanyakan kabar.
Adik Hans sebenarnya kost di kota, dan biasanya Hans menginap di sana selama satu malam, kemudian esok nya Hans baru pulang kembali ke desa.
Aku pun menawarkan Hans untuk menginap di kamar ku malam itu. Dengan sedikit sungkan Hans pun setuju.
Menjelang malam, aku mengajak Hans berkeliling kota. Sambil sedikit menghilangkan kejenuhan.
Setelah cukup lelah kami pun kembali ke rumah ku.
Aku merasa sangat bahagia hari itu. Sebulan aku coba menahan kerinduan ku pada Hans. Dan hari ini Hans hadir di sini. Segala rindu ku seakan sirna. Aku kembali bisa melihat senyum Hans, mendengar canda nya, dan mendengar tawa renyah nya lagi.
Selesai makan malam, kami pun kembali ke kamar. Hans sangat berterima kasih pada ku, karena mau mengajak nya tidur di rumahku dan juga mengajaknya jalan-jalan.
Aku hanya tersenyum menatap wajah tampan itu. Dadaku berdetak lebih kencang dari biasanya. Hans terlihat begitu sempurna di mata ku.
Aku tak bisa lagi menahan semua rasa ini. Cinta ku terlalu besar untuk bisa aku tutupi.
Namun aku tak bisa berbuat apa-apa.
Haruskah aku mengungkapkan semua ini pada Hans, yang resiko nya tentu saja Hans akan membenci ku dan akan semakin jauh dariku. Dan aku tak ingin hal itu terjadi. Aku tak ingin kehilangan kesempatan untuk bisa dekat dengan Hans. Karena hanya menatapnya saja aku sudah merasa cukup bahagia.
Atau ku biarkan saja rasa ini, terpendam selamanya tanpa ada siapa pun yang tahu. Yang tentu saja itu semua akan membuat aku merasa sakit, setiap kali aku mengingat asa ku. asa untuk memilikinya.
********************
Tapi di luar dugaan ku, ternyata Hans malam itu dengan sangat bergetar mengungkapkan, kalau ia sebenar nya suka padaku, bahkan sejak pertama kali kami bertemu. Dan beriring berjalannya waktu, ia pun semakin sayang padaku.
Namun ia sangat takut untuk mengatakannya. Ia takut salah paham dengan segala sikap baik ku pada nya selama ini. Dan sekarang ia tak bisa lagi memendam rasa itu, untuk itu ia beranikan diri untuk mengatakannya pada ku.
Katanya, aku harus tahu apa yang ia rasakan padaku, sebelum ia nanti nya menikah dengan gadis pilihan Ibu nya.
Aku sangat kaget, dan sungguh ini semua di luar dugaan ku. Hatiku bersorak gembira, meski tak sepenuhnya kuperlihatkan pada Hans.
Aku pun dengan cukup berani, mengatakan pada Hans kalau aku juga telah jatuh cinta padanya.
Hans tersenyum dan menatapku lama, seakan tak percaya.
Kemudian Hans pun memeluk ku erat. Aku merasa begitu hangat dan damai berada dalam pelukan tubuh kekar itu.
Tak ku sangka aku bisa memeluk tubuh Hans malam itu. Meski sudah sangat lama aku menginginkannya.
***************
Sejak malam itu kami pun resmi berpacaran. Meski aku tahu, hubungan kami tidak akan berlangsung lama. Karena biar bagaimana pun beberapa bulan lagi Hans akan menikah.
Meski Hans mengakui kalau ia tak pernah mencintai gadis pilihan Ibunya itu. Namun ia juga tidak bisa membatalkan begitu saja pernikahan itu. Selain akan membuat malu keluarga, Ibu nya juga dalam keadaan sakit yang cukup parah saat ini. Ia tak bisa menolak keinginan terakhir Ibunya.
Ia hanya mencoba menjadi anak yang berbakti.
Menyadari itu semua, hati ku terasa begitu sakit. Untuk pertama kali nya aku bisa merasakan bahagia bersama orang yang aku cintai, tapi semua harus segera berakhir.
Tapi kami tetap bersama. Hans lebih sering datang ke kota, untuk bertemu dengan ku.
Kami berusaha menikmati setiap detik kebersamaan kami, sebelum kami akhirnya harus terpisah.
Kami sering saling telpon-telponan jika Hans berada di kampung.
Sejujurnya aku sangat bahagia dengan semua itu. Aku bahagia dengan hubungan kami.
Cinta kami begitu indah.
Hans telah menghiasi hari-hari ku dengan cinta nya yang begitu besar.
Sampai hari pernikahan itu pun tiba. Hans mengabarkan pada ku, kalau beberapa hari lagi ia akan menikah. Untuk itu ia tidak bisa lagi datang ke kota sebagai mana biasa.
Aku sangat terpukul. Begitu sakit rasanya. Meski dari awal aku sudah mengingatkan diri ku sendiri, kalau hubungan ku dan Hans hanya bersifat sementara.
Tapi tetap saja, semua ini begitu menyakitkan bagi ku.
Aku mencoba menghubungi Hans, mungkin untuk terakhir kalinya. Aku menangis di telpon, mengungkapkan semua kekecewaan ku. Dan aku pun mendengar Hans menangis. Ia minta maaf, karena tidak bisa berbuat banyak.
******************
Aku menghempaskan tubuh ku ke ranjang, mencoba menghalau bayangan Hans yang melintas di benak ku.Hati ku hancur. Tapi aku tidak bisa menyalahkan Hans.
Aku pun tak bisa menyalahkan diri ku sendiri, karena jatuh cinta pada Hans.
Jika pun harus ada yang di persalahkan, mungkin cinta kami yang salah berlabuh.
Hari ini harus nya Hans sedang melangsungkan pernikahannya.
Dan aku tidak bisa berbuat apa-apa saat ini.
Tiba-tiba handphone ku berbunyi. Aku mencoba mengangkatnya meski dengan sedikit berat. Di seberang aku mendengar suara adik Hans dengan sedikit tersedu.
Ia dengan terbata mengabarkan bahwa Hans, mengalami kecelakaan pagi itu. Kecelakaan yang cukup parah, yang mengakibatkan nyawa Hans melayang.
Aku tersedak. Kabar itu jauh lebih menyakitkan dari sekedar kabar pernikahan Hans.
Aku bersegera bangkit dan berangkat menuju desa Hans.
Sepanjang perjalanan aku menangis. Entah mengapa air mata ini enggan untuk berhenti.
Aku tak bisa menahan kesedihan ku.
Hans pergi begitu cepat. Ia pergi dengan meninggalkan sejuta kenangan. Dia pergi dengan membawa cinta ku yang masih utuh untuk nya.
Sesampai disana, aku berusaha untuk bersikap tegar. Biar bagaimana pun, di mata orang-orang kami hanyalah teman biasa.
Tapi hatiku menangis melihat jasad Hans masuk ke liang lahat. Itu adalah kali terakhir aku melihatnya.
Semua orang bersedih. Semuanya menangis, terutama Ibu nya.
Menurut cerita seorang teman, Hans telah membatalkan pernikahannya. Ibu nya pun marah besar pada nya. Hans pun mencoba pergi dari rumah dengan mengendarai motornya. Hans mengendarai nya cukup kencang, hingga ia mengalami kecelakaan.
Aku pun terhenyak mendengar cerita itu. Aku buru-buru pulang, tanpa sempat pamit pada Ibu Hans.
Aku ingin segera berada di rumah. Aku ingin menumpahkan segala kesedihan ku sendiri, tanpa terlihat siapa pun.
Tak pernah aku duga, kalau Hans akan nekat membatalkan pernikahannya. Dan lebih menyakitkannya lagi, aku tahu, ia melakukan semua itu, demi aku. Demi cinta kami.
Sesampai di rumah aku langsung menuju kamarku, tanpa peduli kan beberapa pertanyaan dari mama ku. Hatiku hancur. Ini jauh lebih menyakitkan.
Aku masih tak percaya, kalau Hans telah tiada.
Aku menangis lagi. Aku begitu terluka.
Aku belum siap kehilangan Hans. Benar-benar belum siap.
Hans begitu berharga bagiku.
Dia adalah hal terindah yang pernah aku miliki dalam perjalanan hidupku.
Aku tak akan pernah melupakannya.
Bertahun-tahun aku menjalani hidup ku dengan segala penyesalan ku. Biar bagaimana pun, kematian Hans adalah karena ku. Meski tiada siapa pun yang tahu.
Namun bagi ku, aku adalah penyebab kematian Hans.
Aku sering mendatangi kuburan Hans, mencoba meminta maaf padanya.
Meski aku tahu, semua itu kini tiada berguna lagi.
Hans telah pergi dan ia tidak akan pernah kembali lagi.
Dan aku selalu menangis bila mengingat semua itu.
Aku hanya berharap semoga Hans mau memaafkan aku, dan semoga Hans tenang di alam sana.
Bersambung...
Sedih..
BalasHapusLuar biasa...
BalasHapusIt's real...